Iskandar dan Togi dipidana dalam kasus korupsi pembangunan Dermaga Rejai. Dedy dipenjara 16 bulan karena merugikan negara Rp 1,3 miliar dalam kasus pencetakan sawah di Singkep Barat. Jabar Ali dipenjara 20 bulan karena terlibat korupsi proyek gedung di dinas pendidikan, pemuda, dan olahraga.
Sekretaris Kabupaten Lingga Kamaruddin yang pekan lalu dimintai tanggapannya menolak memberikan keterangan.
Di Pemerintah Kabupaten Natuna, Senagip menjadi Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Ia juga menjadi Sekretaris KPU Natuna sekaligus tengah memimpin proyek pembangunan pabrik tapioka. Tahun ini Natuna mengalokasi Rp 15 miliar untuk proyek itu. Ada juga Yusrizal yang menjadi kepala badan. Keduanya pernah divonis 30 bulan penjara karena korupsi dana bagi hasil migas tahun 2007.
Sekretaris Daerah Natuna Syamsurizon mengakui sudah menerima surat edaran Mendagri pekan lalu. Namun, belum ada informasi mengenai kelanjutan atau eksekusi surat edaran itu.
Di Karimun, Yan Indra menjabat kepala dinas pemuda dan olahraga. Indra pernah divonis 1,5 tahun penjara karena terlibat korupsi pembebasan lahan untuk PT Saipem Indonesia tahun 2007. Kasus itu merugikan negara Rp 1,2 miliar. Di Tanjung Pinang, Raja Faisal Yusuf yang pernah divonis 2,5 tahun penjara karena merugikan negara Rp 1,2 miliar masih jadi kepala badan pelayanan perizinan terpadu.
Bekas terpidana korupsi alih fungsi hutan lindung Bintan, Azirwan, yang diangkat menjadi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau, sudah mengundurkan diri pada akhir Oktober 2012 setelah didesak publik.
Memang tuntutan publik agar mereka mengundurkan diri sejak beberapa waktu lalu sangat kuat. Apabila tetap bertahan dan tidak mau mundur, kepala daerah yang mengangkatnya harus segera memberhentikannya. Seruan itu juga disampaikan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Padang Saldi Isra dan peneliti korupsi politik Indonesia Corruption Watch, Ade Irawan.
Saldi Isra mengungkapkan, pengangkatan bekas terpidana korupsi sebagai pejabat publik sungguh mencederai gerakan pemberantasan korupsi. Promosi itu membuat hukuman terhadap koruptor kehilangan efek jera. Untuk itu, kepala daerah yang mengangkat mereka harus segera mencopotnya.
”Mereka harus dicopot. Jika tidak, pemerintah daerah akan kehilangan legitimasi sosial. Masyarakat bisa membangkang, bahkan sangat mungkin semua program pemda tidak mendapat dukungan sosial,” katanya.
Ade Irawan menilai, kepala daerah yang mempromosikan bekas terpidana korupsi patut dicurigai punya agenda tersembunyi. Mungkin saja promosi itu menjadi bagian dari transaksi politik setelah pemilihan umum kepala daerah. Pengangkatan mereka merupakan upah politik karena sudah membantu kepala daerah itu terpilih.
Bisa jadi promosi itu menjadi bagian dari upaya kepala daerah mengamankan kepentingan ekonomi dan politik. Kepala daerah yang bersih dan berkomitmen antikorupsi jelas tidak akan menunjuk bekas koruptor sebagai pembantunya. Ini menunjukkan, kepala daerah itu membangkang perintah pusat untuk membangun komitmen antikorupsi.
”Kepala daerah yang membandel itu harus diberi sanksi. Jika tidak, mereka akan merusak pemerintah daerah,” kata Ade. Untuk jangka panjang, perlu dibuat aturan kepegawaian yang jelas. Bekas terpidana korupsi harus ditutup ruangnya untuk menjadi pejabat publik.
Langkah sejumlah kepala daerah mengangkat bekas terpidana korupsi menjadi pejabat publik juga merupakan bentuk dari korupsi. Sebab, pengangkatan itu hampir dapat dipastikan tidak memakai pertimbangan kredibilitas dan moral profesional.
Salah satu caranya, sebagaimana disampaikan Gamawan, Kemendagri bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi akan membahas usulan aturan yang lebih tegas bahwa PNS yang divonis bersalah karena korupsi dan sudah berkekuatan hukum tetap langsung diberhentikan dengan tidak hormat. Menurut Gamawan, aturan itu akan diusulkan masuk dalam Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara.
Kasus promosi bekas terpidana itu juga menjadi perdebatan berbagai pihak karena sebetulnya dianggap tidak melanggar hukum. Padahal, menurut Akhiar Salmi, ahli hukum pidana Universitas Indonesia, hukum tidak hanya hukum formal, berupa produk tertulis undang-undang, tetapi masih ada hukum tak tertulis yang bahkan dijunjung keberadaannya, yaitu norma kepatutan dan kepantasan.
(LOK/IAM/NWO)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.