Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Berhak Tolak Bekas Narapidana Menjabat

Kompas.com - 15/10/2012, 08:57 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Masyarakat berhak menolak pengangkatan bekas narapidana koruptor menjadi pejabat di pemerintah daerah lewat unjuk rasa atau petisi pembatalan. Jika dibiarkan, pengangkatan itu bisa mengganggu efektivitas pemerintahan setempat dan memicu perlawanan masyarakat luas.

Hal itu disampaikan peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro, dan peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Universitas Paramadina, Herdi Sahrasad, secara terpisah di Jakarta, Sabtu (13/10/2012).

Seperti diberitakan, mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan Azirwan diangkat menjadi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau beberapa waktu lalu. Padahal, dia bekas terpidana korupsi dengan vonis penjara 2,5 tahun karena menyuap anggota Komisi IV DPR Al Amin Nasution dalam kasus alih fungsi hutan lindung tahun 2008.

Menurut Siti Zuhro, bekas narapidana koruptor adalah orang yang pernah divonis hukuman akibat terbukti korupsi. Dalam semangat memerangi korupsi dan membangun pemerintahan berintegritas, orang semacam itu tidak boleh dipromosikan menduduki jabatan publik. Pejabat semestinya sosok yang harus bisa menjadi teladan masyarakat.

”Orang yang pernah maling uang negara tak bisa jadi teladan. Karena itu, masyarakat berhak untuk menolak pengangkatan narapidana koruptor menjadi pejabat,” katanya.

Penolakan itu bisa disampaikan lewat unjuk rasa, membuat petisi penolakan, atau membuat mosi tidak percaya. Semua elemen bangsa bisa menggalang kekuatan bersama untuk memperjuangkan aspirasi itu.

Herdi Sahrasad menilai, pengangkatan bekas narapidana koruptor menjadi pejabat itu menunjukkan sikap permisif bagi tindakan korupsi. Itu sangat bertentangan dengan semangat reformasi, terutama untuk membangun pemerintahan yang bersih. Promosi jabatan bagi bekas terpidana koruptor itu memperlihatkan rapuhnya etika dan moral dalam pemerintahan.

"Pengangkatan itu harus kita lawan. Masyarakat di daerah dan pusat perlu terus menggalang kekuatan untuk membatalkan promosi jabatan itu melalui desakan bersama pada DPRD, Kemendagri, dan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Jika terus dibiarkan, ini akan memicu perlawanan sosial lebih luas,” katanya.

Direktur Program Imparsial Al Araf di Jakarta, Minggu (14/10/2012), mengatakan, promosi jabatan terhadap pejabat yang terbukti korup dan melanggar hak asasi manusia berat tidak bisa dibiarkan sehingga harus ramai-ramai dikecam. ”Sudah saatnya rakyat dibuka matanya. Rakyat tidak boleh tinggal diam,” katanya.

Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, mengatakan, rakyat bisa menggugat keputusan Gubernur Kepri yang mengangkat Azirwan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. "Pemerintah seharusnya juga meminta Azirwan dipecat sebagai PNS sehingga jabatan strukturalnya menjadi tidak sah,” katanya. (iam/osa/faj)

Berita terkait dapat diikuti dalam topik "Bekas Koruptor Jadi Pejabat"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

    Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

    Nasional
    Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

    Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

    Nasional
    Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

    Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

    [POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

    Nasional
    Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

    Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

    Nasional
    Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

    Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

    Nasional
    Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

    Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

    Nasional
    Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

    Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

    Nasional
    Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

    Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

    Nasional
    Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

    Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

    Nasional
    Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

    Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

    Nasional
    Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

    Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

    Nasional
    Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

    Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

    Nasional
    Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

    Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com