Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seriuskah SBY Pimpin Pemberantasan Korupsi?

Kompas.com - 03/10/2012, 11:53 WIB

KOMPAS.com - Senin (24/9) siang, Sekretaris Kabinet Dipo Alam meninggalkan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia baru saja menyerahkan rekaman rapat kabinet yang diributkan anggota Tim Pengawas Dewan Perwakilan Rakyat atas Bank Century.

Kepada Dipo ditanyakan sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melihat berbagai upaya pelemahan KPK, terutama terkait revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dipo menjawab, ”Presiden full support KPK.”

Menanggapi pernyataan Dipo, Juru Bicara KPK Johan Budi SP berujar, banyak pihak berwacana mendukung KPK, tetapi tak ada langkah nyata dari dukungan tersebut.

Tiga hari kemudian, Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menggelar diskusi bersama sejumlah media. Tajuk diskusi kala itu sebenarnya tentang Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum. Namun, ada tambahan tema diskusi, yakni upaya penggembosan KPK melalui revisi UU KPK.

Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Didi Irawadi, praktisi hukum Alexander Lay, dan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Alvon Kurnia Palma hadir sebagai pembicara diskusi. Semua panelis menyatakan, revisi menjadi upaya terselubung DPR untuk menggembosi KPK.

Seusai diskusi, Denny mengatakan, sikap resmi pemerintah tak mendukung revisi UU KPK. Mantan staf khusus Presiden Yudhoyono bidang hukum dan pemberantasan korupsi ini dengan tegas menyatakan, ”Hanya orang-orang koruptif yang ingin KPK lemah dan bubar.”

Ketika ditanya mengapa Presiden belum juga bersikap melihat gelombang besar upaya pelemahan KPK, jawaban Denny mengejutkan. Pelemahan itu bukan hanya lewat revisi UU KPK. Dalam waktu hampir bersamaan, penyidik KPK secara besar-besaran ditarik Mabes Polri. Sebelumnya, KPK menyidik kasus korupsi pengadaan simulator mengemudi di Korps Lalu Lintas.

Dukung KPK

Meski menjabat wakil menteri, Denny tak bisa lagi dengan mudah berkomunikasi dengan Presiden seperti ketika masih menjadi staf khusus. Denny berkali-kali meyakinkan, pemerintah mendukung KPK.

Denny lalu bercerita, saat menjadi staf khusus tahun 2009, dia memberi masukan kepada Presiden Yudhoyono ketika DPR mewacanakan pengurangan kewenangan KPK melalui pembahasan RUU Pengadilan Tipikor. Menurut Denny, pemerintah ketika itu tegas, tak mau terseret arus wacana yang disuarakan DPR agar mengurangi wewenang KPK.

Namun, saat ini bagi publik, sangat aneh Presiden Yudhoyono tidak kunjung bersikap melihat KPK tengah dilemahkan secara sistematis seperti dikatakan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Guru Besar Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Prof JE Sahetapy mengatakan, kalau Presiden tak bersikap apa pun, sulit memberi sebutan untuknya.

Bagi Sahetapy, sangat aneh dan tak masuk akal Presiden sebagai atasan langsung Kepala Polri tak bisa memerintahkan agar penyidikan kasus korupsi simulator diserahkan sepenuhnya ke KPK. Mengapa Presiden tak memerintahkan Kepala Polri agar penarikan penyidik yang mengganggu kinerja KPK memberantas korupsi itu ditunda.

Wajar jika semua keanehan ini bermuara pada pertanyaan, seriuskah Presiden Yudhoyono memimpin pemberantasan korupsi di negeri ini? Apalagi, selama masa kampanye Pemilihan Presiden 2004 dan 2009, Yudhoyono selalu mengatakan akan memimpin langsung upaya pemberantasan korupsi.

Ada baiknya disimak jawaban Ketua Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Kuntoro Mangkusubroto ketika ditanya mengapa Presiden tidak kunjung bersikap langsung menghadapi pelemahan KPK. Menurut Kuntoro, apa yang dianggap publik mudah dilakukan Presiden kenyataannya tak semudah yang dibayangkan. Kuntoro memang tak bisa menjawab detail apa yang membuat hal itu tak mudah bagi Presiden.

Kita ingat saat pimpinan KPK didiskriminalisasi. Wakil ketua KPK ketika itu, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, dijadikan tersangka oleh Mabes Polri. Keduanya dijadikan tersangka penerima suap. Mereka sempat ditahan. Berkas perkaranya telah sampai ke kejaksaan. Rakyat bergejolak. Setelah proses panjang ini, Presiden akhirnya turun tangan.

Presiden membentuk Tim Delapan untuk meneliti kejanggalan kasus tersebut. Mengakhiri kemelut yang menggerakkan rakyat untuk mendukung KPK secara nyata, Presiden ”memerintahkan” kejaksaan menyelesaikan kasus tersebut agar tidak sampai ke pengadilan. Kejaksaan kemudian melakukan deponeering atas kasus itu.

Namun, kita juga ingat. Tidak ada satu pun aparat hukum di bawah kendali Presiden yang dihukum karena mengkriminalisasi pimpinan KPK.

Ancaman sama

Kini KPK menghadapi ancaman yang sama, bahkan bisa lebih genting dibanding kriminalisasi pimpinan KPK yang melahirkan gerakan ”cicak lawan buaya”. Saat ini, kewenangan KPK diancam dipereteli melalui revisi UU KPK.

Saat mereka menangani kasus korupsi yang melibatkan petinggi Polri seperti dalam kasus simulator di Korlantas, KPK tak bisa dengan mulus melaksanakan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Penyidik KPK ditarik secara besar-besaran. Wajar jika kini pun muncul kekhawatiran akan ada kriminalisasi terhadap pimpinan KPK.

Seperti ketika muncul gerakan ”cicak lawan buaya”, rakyat kini tetap di belakang KPK memberi dukungan. Rakyat percaya, KPK memelihara harapan akan terciptanya negeri yang bersih dari korupsi. Wakil-wakil rakyat yang sungguh-sungguh bersuara seperti rakyat sudah mendatangi Gedung KPK mempertanyakan sikap Presiden yang tak kunjung nyata.

Mereka adalah para tokoh agama dan akademisi yang bersama rakyat merawat gerakan ”cicak lawan buaya”. Ingatan rakyat soal hal itu masih segar pastinya. (KHAERUDIN)

Berita terkait upaya pelemahan KPK dan dinamikanya dapat diikuti dalam topik:
Revisi UU KPK
KPK Krisis Penyidik
Dugaan Korupsi Korlantas Polri

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

    Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

    Nasional
    Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

    Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

    Nasional
    BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

    BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

    Nasional
    Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

    Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

    Nasional
    PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

    PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

    Nasional
    Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

    Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

    Nasional
    Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

    Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

    Nasional
    Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

    Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

    Nasional
    Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

    Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

    Nasional
    Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

    Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

    Nasional
    Pelaku Judi 'Online' Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

    Pelaku Judi "Online" Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

    Nasional
    Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

    Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

    Nasional
    Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya 'Gimmick' PSI, Risikonya Besar

    Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya "Gimmick" PSI, Risikonya Besar

    Nasional
    Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

    Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com