Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wa Ode Dituntut 14 Tahun Penjara

Kompas.com - 02/10/2012, 17:34 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa kasus dugaan penerimaan suap dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID) dan pencucian uang, Wa Ode Nurhayati dituntut hukuman 14 tahun penjara untuk dua tindak pidana. Wa Ode dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap terkait DPID dan terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang atas kepemilikan uang Rp 50,5 miliar dalam rekeningnya.

Tuntutan tersebut dibacakan tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (2/10/2012). Selain hukuman penjara, Wa Ode dituntut membayar denda Rp 500 juta untuk masing-masing tindak pidana. Nilai denda Rp 500 juta tersebut dapat diganti dengan kurungan tiga bulan.  

“Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang mengadili perkara ini menjatuhkan putusan yang menyatakan Wa Ode terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi,” kata jaksa Guntur Ferry.

Menurut jaksa, berdasarkan fakta persidangan, Wa Ode terbukti melanggar Pasal 12 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu primer. Untuk itu, jaksa menuntut hakim memvonis Wa Ode bersalah dan menghukumnya empat tahun penjara.

Terkait pencucian uang, Wa Ode dianggap terbukti melanggar Pasal 3 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang sesuai dengan dakwaan kedua primer sehingga jaksa meminta hakim menghukum Wa Ode 10 tahun penjara.

Terkait tindak pidana korupsinya, Wa Ode dianggap terbukti menerima suap Rp 6,25 miliar dari tiga pengusaha, yakni Fahd El Fouz, Paul Nelwan, dan Abram Noch Mambu melalui Haris Surahman. Pemberian tersebut terkait dengan upaya Wa Ode selaku anggota Panita Kerja Tranfer Daerah Badan Anggaran DPR dalam mengupayakan Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, Bener Meriah, dan Minahasa sebagai penerima anggaran DPID.

Pemberian uang ini diketahui Wa Ode berkaitan dengan posisinya sebagai anggota DPR sekaligus anggota Banggar DPR. Berdasarkan fakta hukum, kata jaksa Kadek, sebelum pemberian uang tersebut Wa Ode mengadakan pertemuan dengan Haris Surahman dan Fahd El Fouz di Rumah Makan Pulau Dua, Senayan, Jakarta, dan di ruangan terdakwa di gedung DPR, Senayan, Jakarta. “Dalam pertemuan tersebut terdakwa menyatakan kesanggupannya untuk membantu alokasi penyusunan DPID 2011,” kata Kadek.

Adapun uang Rp 6,25 miliar dari Fahd merupakan bagian dari Rp 50,5 miliar yang disimpan dalam rekening pribadi Wa Ode di Bank Mandiri. Dalam kurun waktu Oktober 2010 sampai September 2011, Wa Ode melakukan beberapa kali transaksi uang masuk ke rekening Bank Mandiri KCP DPR yang seluruhnya berjumlah Rp 50,5 miliar.

Uang tersebut, menurut jaksa, kemudian disembunyikan asal usulnya dengan ditransfer, dialihkan, dibelanjakan, dan digunakan sebagai pembayaran keperluan pribadi. “Uang sejumlah Rp 50,5 miliar yang ditempatkan ke rekening terdakwa atas nama Wa Ode tersebut selanjutnya, baik oleh terdakwa maupun melalui asistennya Sefa Yolanda, telah ditranfser, dialihkan, dibelanjakan, dan untuk membayar keperluan,” ujar jaksa Jaya.

Rangkaian perbuatan ini, menurut jaksa, cukup membuktikan bahwa Wa Ode melakukan tindak pidana pencucian uang. Apalagi, dalam persidangan, Wa Ode dianggap tidak dapat membuktikan kalau uang puluhan miliaran dalam rekeningnya itu berasal dari sumber penerimaan yang sah sehingga uang tersebut patut diduga berasal dari tindak pidana korupsi.

Jika dilihat dari penghasilan Wa Ode sebagai anggota DPR, kepemilikan puluhan miliar rupiah itu dianggap jaksa tidak wajar. Sejak dilantik sebagai anggota DPR pada Oktober 2009 sampai September 2011, penghasilan Wa Ode sebagai anggota DPR yang masuk ke rekening Bank Mandiri hanya Rp 1,6 miliar.

Jaksa juga mencatat Wa Ode tidak melaporkan penambahan hartanya ke KPK melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

    "Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

    Nasional
    Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

    Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

    Nasional
    Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

    Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

    Nasional
    Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

    Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

    Nasional
    Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

    Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

    Nasional
    Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

    Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

    Nasional
    Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

    Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

    Nasional
    'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

    "Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

    Nasional
    Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

    Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

    Nasional
    Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

    Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

    Nasional
    Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

    Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

    [POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

    Nasional
    Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

    Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

    Nasional
    Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com