Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penuntutan Hilang, Kasus di KPK Akan Macet Semua

Kompas.com - 28/09/2012, 17:30 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Usulan penghilangan kewenangan penuntutan di Komisi Pemberantasan Korupsi pada revisi UU KPK dinilai bukti bahwa para politisi di Komisi III DPR tak memahami maksud pembentukan KPK dahulu. KPK dibentuk karena adanya problem besar antara kepolisian dan kejaksaan ketika menangani kasus korupsi.

"Dulu banyak kasus yang terungkap tapi tidak sampai ke pengadilan. Mandek bertahun-tahun. KPK dibuat dengan kewenangan penuntutan karena problem di kepolisian dan kejaksaan adalah itu (kemandekan kasus)," kata Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat ( 28/9/2012 ).

Hal itu dikatakan Ray ketika dimintai tanggapan usulan penghapusan kewenangan penuntutan di KPK. Usulan itu tertuang dalam draf revisi UU KPK dari Komisi III.

Ray mengatakan, jika penuntutan dikembalikan kejaksaan, maka kerja KPK akan sia-sia. Hasil penyidikan di KPK bisa tersendat di kejaksaan dengan berbagai alasan. Kondisi itu kerap terjadi dalam penyidikan di kepolisian.

"Bagaimana cara KPK memaksa kejaksaan? KPK sudah sibuk tangkap banyak orang, ditetapkan tersangka tapi tidak masuk ke pengadilan. Kejaksaan katakan ini belum memenuhi unsur, bisa macet semua," kata Ray.

Ray mengaku tak habis pikir mengapa para politisi Komisi III berani menantang resiko dikritik publik dengan merevisi UU KPK. Berbagai argumen agar kewenangan KPK tak dikurangi telah disampaikan, namun revisi tetap berjalan.

"Saya tidak paham kenapa anggota Dewan nekat mengebiri kewenangan KPK. Kecuali mereka bisa menjelaskan KPK tidak menguntungkan bagi bangsa ini. Mereka itu (DPR) ada karena Konstitusi. Jangan sampai kepercayaan orang (kepada DPR) sampai pada titik nadir, pada kesimpulan tidak ada (DPR) juga enggak apa-apa," kata Ray.

Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengaku belum tahu soal subtansi revisi UU KPK. Sebagai pimpinan DPR yang membidangi politik, hukum, dan keamanan, menurut Priyo, dirinya harus menyetujui revisi UU KPK karena sudah disetujui dalam paripurna.

Priyo menambahkan, revisi UU KPK yang tengah dibahas di Badan Legislasi bisa saja ditunda asalkan ada kesepakatan seluruh fraksi. Dia mengaku mendukung jika revisi ditunda lantaran adanya desakan dari berbagai kalangan.

"Sebagai pimpinan DPR, saya berpandangan kalau ada rencana lemahkan KPK saya tidak setuju," pungkas politisi Partai Golkar itu.

Berita terkait wacana revisi UU KPK ini dapat diikuti dalam "Revisi UU KPK"

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

    Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

    Nasional
    PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

    PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

    Nasional
    Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

    Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

    Nasional
    Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

    Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

    Nasional
    Ikut Kabinet atau Oposisi?

    Ikut Kabinet atau Oposisi?

    Nasional
    Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

    Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

    Nasional
    Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

    Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

    Nasional
    Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

    Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

    Nasional
    Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

    Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

    Nasional
    PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

    PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

    Nasional
    Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

    Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

    Nasional
    Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

    Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

    Nasional
    Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

    Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

    Nasional
    Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

    Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

    Nasional
    Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

    Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com