Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly: Nazaruddin Tak Dapat Dipercaya

Kompas.com - 15/09/2012, 00:19 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, menuding bahwa kata-kata Nazaruddin tidak layak dipercaya. Publik harus kritis menyikapi setiap kata-kata Nazaruddin yang banyak mengandung fitnah daripada kebenaran tersebut.

"Harus kritis dan jangan percaya dengan kata-katanya (Nazaruddin)," ujar Jimly melalui pesan singkat di Jakarta, Jumat (14/9/2012).

Jimly memberikan contoh pernyataan Nazaruddin yang mengatakan ada korupsi dalam pembangunan gedung baru Mahkamah Konstitusi (MK). Ia menilai ucapan itu sangat didasari oleh rasa dendam pribadi yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal MK (Sekjen MK) saat itu, Janedjri M Gaffar. Hal itu dikarenakan Gaffar berperan besar dalam membongkar skandal kasus gratifikasi yang melibatkan Nazaruddin.

Pada Mei 2012, Nazaruddin pernah mencoba menyuap Gaffar. Hal tersebut berdasarkan keterangan Gaffar yang menjelaskan bahwa ia sempat diberi amplop oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu. Tak tanggung-tanggung, amplop yang diberikan Nazaruddin itu berisi uang yang nilainya mencapai 120.000 dollar Singapura.

Sejurus kemudian, Gaffar mengadukan hal itu kepada Ketua MK Mahfud MD. Seketika itu uang suap tersebut dikembalikan Gaffar ke Nazaruddin karena Gaffar menilai uang pemberian Nazaruddin termasuk dalam bentuk penyuapan.

Jimly mengatakan, MK merupakan lembaga kebanggaan bangsa Indonesia sehingga tidak patut dikotori oleh orang seperti Nazaruddin. Dia menyebutkan, Gedung MK juga merupakan gedung percontohan yang dibangun dengan bersih tanpa pungutan, suap, atau korupsi. Pembangunan gedung itu dicanangkan oleh Jimly dan ia bertugas mengawasinya dengan keras supaya gedung tersebut dapat menjadi contoh bagi gedung lain.

"Sejak perencanaan, pembangunan, sampai dengan serah terima dan pemanfaatannya (Gedung MK) dapat predikat sebagai proyek teladan," ujarnya.

Saat diperiksa di KPK, Kamis (13/9/2012) malam, Nazaruddin kembali menyatakan ada kejanggalan dalam proyek pembangunan Gedung MK senilai lebih kurang Rp 300 miliar. Salah satu yang janggal, katanya, proses penentuan pemenang tender proyek yang melalui penunjukan langsung.

"Masa proyek senilai Rp 300 miliar bukan proyek yang luar biasa dan pakai penunjukan langsung? Kenapa penunjukan langsung?" ucap Nazaruddin.

Dia mengaku tahu soal proyek tersebut karena saat itu Nazaruddin menjadi koordinator anggaran di Komisi III DPR. Menurutnya, ada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait proyek gedung MK itu yang dilaporkan ke Komisi III. "Memang proyek itu sudah selesai. Waktu itu ada temuan BPK yang dilaporkan ke Komisi III. Waktu itu kita suruh BPK klarifikasi penemuannya itu. Nah, itu yang sekarang saya laporkan ke KPK," kata Nazaruddin di KPK, Kamis (13/9/2012) malam.

Nazaruddin menyebutkan bahwa pemenang tender proyek gedung tersebut adalah PT Pembangunan Perumahan (PT PP). Sebelum proyek pembangunan itu dijalankan, kata Nazaruddin, ada pertemuan di Restoran Bebek Bali dekat Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Pertemuan tersebut diikuti pihak PT PP pimpinan MK, Sekjen MK, dan beberapa anggota Komisi III DPR. Namun, Nazaruddin enggan menyebut siapa saja anggota Komisi III DPR yang ikut dalam pertemuan tersebut. Terkait pembangunan gedung MK ini, Nazaruddin pernah menuding mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie terlibat dalam kongkalikong pembangunan gedung itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com