"Copot Kapolda, ganti Menkopolhukam yang tidak tegas. Kita butuh yang tegas," ujar Muridan.
Selain itu, Muridan mengatakan, pemerintah harus menarik mundur satuan-satuan militer di Papua saat ini. Cukup kepolisian yang menyelesaikan masalah di Papua. Menurut dia, tak perlu menempatkan intelijen dan TNI dalam jumlah besar di wilayah tersebut.
"Selama ini banyak satuan, tapi selalu alasannya keadaan geografis sehingga tidak bisa menangkap pelaku penembakan. Omong kosong itu. Intel, TNI, dan polisi tidak kerja sama dengan baik. Negara ini disandera dengan kepentingan militer karena sibuk bersaing. Jadi, sebaiknya cukup polisi saja di Papua," ungkapnya.
Aparat keamanan pun harus tegas terhadap warga Papua. Menurut Muridan, jika memang ada warga Papua bersalah melakukan kejahatan, polisi tak perlu segan-segan melakukan proses penegakan hukum. Aparat harus menunjukkan kepada warga Papua bahwa hukum berjalan dengan adil di sana.
"Tangkap yang berbuat salah. Tangkap dengan cara dan prosedur yang benar, tidak perlu takut dikatakan melanggar HAM. Kalau menangkap dengan cara salah, ya, wajar dikatakan demikian. Kalau oknum Polri dan TNI yang salah, ya, juga harus ditindak. Jangan diam-diam saja. Hukum harus berjalan apa adanya di sana, jangan didasarkan pada kepentingan," tandasnya.
Tutup mata
Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim menganggap peristiwa penembakan dan kekerasan di Papua terjadi karena pemerintah daerah dan pemerintah pusat tutup mata pada penyebabnya. Pemerintah, kata dia, lebih gemar menurunkan satuan militer untuk menyelesaikan masalah di Papua.
"Akar masalahnya adalah karena sejak peristiwa kekerasan tidak pernah ditangkap dalangnya, pelakunya. Selalu bilang OTK dan OPM. Tapi mana, yang mereka tuduhkan itu sudah ditangkap belum? Itu yang harus ditanyakan pemerintah," kata Ifdhal pada Kompas.com.
Senada dengan Muridan, Ifdhal mengatakan bahwa pemerintah perlu membenahi sistem keamanan di Papua. Tak perlu menurunkan satuan militer lain, sistem keamanan di Papua cukup dijalankan dengan aparat keamanan di daerah.
Ia menuturkan, semakin banyak satuan dari Jakarta justru akan menimbulkan persaingan tidak sehat. Hal ini mengakibatkan mereka tidak fokus menyelesaikan masalah Papua.
"Jumlah masyarakat Papua itu tidak sebanyak Jawa Barat, dan sebarannya tidak merata. Seharusnya bisa ditangkap pelaku-pelakunya," kata Ifdhal.
Ia juga mengatakan, aparat keamanan seharusnya tidak menggunakan alasan geografis sehingga sulit mencari pelaku. Ia percaya, TNI-Polri memiliki kemampuan dan peralatan canggih untuk mencari pelaku-pelaku penembakan yang terbilang mahir tersebut.
Saat ini, sudah delapan kasus penembakan terjadi sejak dua bulan terakhir di Papua. Menurutnya, aparat jangan lagi menunggu, tapi bertindak tegas sesuai prosedur.
"Cari dalangnya, jangan hanya pelaku lapangan. Pasti ada yang menjadi otak semua ini. Beri kesempatan polda setempat bekerja, jangan dicampur dengan satuan-satuan lain yang tidak terkoordinasi. Jangan buat masyarakat Papua bingung dengan semua ini," ungkapnya.
Ifdhal mengatakan, saat ini Komnas HAM tengah memantau kinerja aparat keamanan dalam menyelesaikan masalah di Papua. Pihaknya juga akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan TNI-Polri jika kasus-kasus di Papua tak kunjung usai.