Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Papua-ku Sayang, Papua-ku Malang...

Kompas.com - 10/06/2012, 12:32 WIB
Maria Natalia

Penulis

"Copot Kapolda, ganti Menkopolhukam yang tidak tegas. Kita butuh yang tegas," ujar Muridan.

Selain itu, Muridan mengatakan, pemerintah harus menarik mundur satuan-satuan militer di Papua saat ini. Cukup kepolisian yang menyelesaikan masalah di Papua. Menurut dia, tak perlu menempatkan intelijen dan TNI dalam jumlah besar di wilayah tersebut.

"Selama ini banyak satuan, tapi selalu alasannya keadaan geografis sehingga tidak bisa menangkap pelaku penembakan. Omong kosong itu. Intel, TNI, dan polisi tidak kerja sama dengan baik. Negara ini disandera dengan kepentingan militer karena sibuk bersaing. Jadi, sebaiknya cukup polisi saja di Papua," ungkapnya.

Aparat keamanan pun harus tegas terhadap warga Papua. Menurut Muridan, jika memang ada warga Papua bersalah melakukan kejahatan, polisi tak perlu segan-segan melakukan proses penegakan hukum. Aparat harus menunjukkan kepada warga Papua bahwa hukum berjalan dengan adil di sana.

"Tangkap yang berbuat salah. Tangkap dengan cara dan prosedur yang benar, tidak perlu takut dikatakan melanggar HAM. Kalau menangkap dengan cara salah, ya, wajar dikatakan demikian. Kalau oknum Polri dan TNI yang salah, ya, juga harus ditindak. Jangan diam-diam saja. Hukum harus berjalan apa adanya di sana, jangan didasarkan pada kepentingan," tandasnya.

Tutup mata

Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim menganggap peristiwa penembakan dan kekerasan di Papua terjadi karena pemerintah daerah dan pemerintah pusat tutup mata pada penyebabnya. Pemerintah, kata dia, lebih gemar menurunkan satuan militer untuk menyelesaikan masalah di Papua.

"Akar masalahnya adalah karena sejak peristiwa kekerasan tidak pernah ditangkap dalangnya, pelakunya. Selalu bilang OTK dan OPM. Tapi mana, yang mereka tuduhkan itu sudah ditangkap belum? Itu yang harus ditanyakan pemerintah," kata Ifdhal pada Kompas.com.

Senada dengan Muridan, Ifdhal mengatakan bahwa pemerintah perlu membenahi sistem keamanan di Papua. Tak perlu menurunkan satuan militer lain, sistem keamanan di Papua cukup dijalankan dengan aparat keamanan di daerah.

Ia menuturkan, semakin banyak satuan dari Jakarta justru akan menimbulkan persaingan tidak sehat. Hal ini mengakibatkan mereka tidak fokus menyelesaikan masalah Papua.

"Jumlah masyarakat Papua itu tidak sebanyak Jawa Barat, dan sebarannya tidak merata. Seharusnya bisa ditangkap pelaku-pelakunya," kata Ifdhal.

Ia juga mengatakan, aparat keamanan seharusnya tidak menggunakan alasan geografis sehingga sulit mencari pelaku. Ia percaya, TNI-Polri memiliki kemampuan dan peralatan canggih untuk mencari pelaku-pelaku penembakan yang terbilang mahir tersebut.

Saat ini, sudah delapan kasus penembakan terjadi sejak dua bulan terakhir di Papua. Menurutnya, aparat jangan lagi menunggu, tapi bertindak tegas sesuai prosedur.

"Cari dalangnya, jangan hanya pelaku lapangan. Pasti ada yang menjadi otak semua ini. Beri kesempatan polda setempat bekerja, jangan dicampur dengan satuan-satuan lain yang tidak terkoordinasi. Jangan buat masyarakat Papua bingung dengan semua ini," ungkapnya.

Ifdhal mengatakan, saat ini Komnas HAM tengah memantau kinerja aparat keamanan dalam menyelesaikan masalah di Papua. Pihaknya juga akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan TNI-Polri jika kasus-kasus di Papua tak kunjung usai.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    PKB Jajaki Pembentukan Koalisi untuk Tandingi Khofifah di Jatim

    PKB Jajaki Pembentukan Koalisi untuk Tandingi Khofifah di Jatim

    Nasional
    PKB Bilang Sudah Punya Figur untuk Tandingi Khofifah, Pastikan Bukan Cak Imin

    PKB Bilang Sudah Punya Figur untuk Tandingi Khofifah, Pastikan Bukan Cak Imin

    Nasional
    KPK Sita Gedung Kantor DPD Nasdem Milik Bupati Nonaktif Labuhan Batu

    KPK Sita Gedung Kantor DPD Nasdem Milik Bupati Nonaktif Labuhan Batu

    Nasional
    MA Kuatkan Vonis 5 Tahun Penjara Angin Prayitno Aji

    MA Kuatkan Vonis 5 Tahun Penjara Angin Prayitno Aji

    Nasional
    Soal Jokowi Jadi Tembok Tebal antara Prabowo-Megawati, Sekjen PDI-P: Arah Politik Partai Ranah Ketua Umum

    Soal Jokowi Jadi Tembok Tebal antara Prabowo-Megawati, Sekjen PDI-P: Arah Politik Partai Ranah Ketua Umum

    Nasional
    TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Pelat Nomor Kendaraan yang Marak Terjadi Akhir-akhir Ini

    TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Pelat Nomor Kendaraan yang Marak Terjadi Akhir-akhir Ini

    Nasional
    Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk Jadi Penasihat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

    Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk Jadi Penasihat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

    Nasional
    PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

    PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

    Nasional
    Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

    Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

    Nasional
    Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasihat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

    Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasihat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

    Nasional
    Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

    Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

    Nasional
    PAN Persoalkan Selisih 2 Suara tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

    PAN Persoalkan Selisih 2 Suara tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

    Nasional
    Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

    Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

    Nasional
    KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

    KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

    Nasional
    Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

    Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com