Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penegak Hukum Enggan Gunakan Pasal Pencucian Uang

Kompas.com - 05/05/2012, 13:07 WIB
Hindra Liauw

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian, dinilai masih enggan dan tidak berani menggunakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada kasus-kasus korupsi. Pemanfaatan UU Tindak Pidana Pencucian Pencucian Uang, yang disahkan sejak tahun 2002 belum efektif. Akibatnya, hukuman atas pelaku korupsi dinilai masih rendah.

"Kita perlu mendorong agar penegak hukum lebih berani dalam menerapkan undang-undang ini. Dengan demikian, tak ada lagi protes di masyarakat bahwa banyak putusan hukuman terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang rendah," kata Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM), Oce Madril pada diskusi di Jakarta, Sabtu (5/5/2012).

Menurut Oce, Pasal 75 UU Tindak Pidana Pencucian Uang telah memerintahkan penegak hukum untuk menggabungkan pasal TPPU dengan tindak pidana korupsi. Oce mengungkapkan ada empat keuntungan ketika penegak hukum menggabungkan pasal TPPU dengan tindak pidana korupsi.

Pertama, penggabungan kedua pasal akan menjerat banyak aktor atau pelaku tindak pidana. UU TPPU memungkinkan penegak hukum menjerat korporasi, pengendalinya, serta orang-orang yang turut memengaruhi kebijakan korporasi. Kedua, ancaman hukuman lebih maksimal, baik itu pidana penjara maupun denda.

"Ketiga, penggabungan ini juga efektif dalam mengembalikan aset negara. Dimana pun, dan (aset) dalam bentuk apa pun, bisa disita oleh penegak hukum," kata Oce.

Keempat, penggabungan kedua pasal pidana ini juga dinilai efektif dalam memiskinkan koruptor.

Saat ini, KPK dikatakan akan menggunakan pasal TPPU dalam perkara pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia senilai Rp 300,8 miliar yang dilakukan terdakwa kasus wisma atlet, Muhammad Nazaruddin. Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI Indra SH mengatakan, UU TPPU telah memberikan alat bagi KPK dan Kepolisian untuk menjerat lebih banyak lagi pelaku tindak korupsi yang merugikan uang negara.

Dosen Hukum Pidana UI, Ganjar L Bondan mengatakan, pihak yang berada dalam garda terdepan dalam penerapan pasal TPPU adalah penegak hukum dan penyedia jasa keuangan. Penyedia jasa keuangan harus sigap dan jeli atas transaksi-transaksi keuangan yang mencurigakan.

Sementara itu, Kepala PPATK, M Yusuf mengatakan, UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU memungkinkan institusi yang dipimpinnya menagih tindak lanjut dari laporan transaksi keuangan mencurigakan yang diserahkannya kepada penegak hukum. "PPATK juga mengirimkan laporan transaksi keuangan mencurigakan ke Direktorat Jenderal Pajak sehingga petugas dapat menggambil pajaknya," kata Yusuf.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia

Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia

Nasional
Tanggapi Keluhan Warga, Mensos Risma Gunakan Teknologi dalam Pencarian Air Bersih

Tanggapi Keluhan Warga, Mensos Risma Gunakan Teknologi dalam Pencarian Air Bersih

Nasional
Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Nasional
Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Nasional
GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

Nasional
Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

Nasional
Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Nasional
PDI-P Dianggap Tak Solid, Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

PDI-P Dianggap Tak Solid, Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

Nasional
Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Nasional
Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Nasional
Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Nasional
Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com