Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan Nazaruddin Jadi Bahan KPK Selidiki Kasus Hambalang

Kompas.com - 20/04/2012, 15:52 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menjadikan putusan vonis Muhammad Nazaruddin sebagai bahan penyelidikan pembangunan pusat pelatihan olahraga, Hambalang, Jawa Barat.

Dalam putusan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (20/4/2012) pagi ini tersebut menyebutkan ada pembahasan-pembahasan proyek Hambalang yang dilakukan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng bersama kader-kader Partai Demokrat di luar forum resmi.

"Apa yang disampaikan majelis hakim dalam pertimbangannya memang terungkap ada pertemuan Kemenpora di Arcadia yang membicarakan soal Hambalang. Tentu itu akan jadi pertimbangan sendiri, penyidik akan pertimbangkannya dalam menyelidiki proyek Hambalang," kata jaksa KPK, Anang Supriyatna di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat.

Menurut Anang, fakta persidangan soal Hambalang itu masih perlu didalami. Dalam putusannya, majelis hakim Tipikor menyebutkan fakta-fakta persidangan yang menjadi pertimbangannya. Majelis hakim mengatakan, pada Januari 2010 di kantor Kemenpora, Nazaruddin mengadakan pertemuan dengan Menpora Andi Mallarangeng, anggota DPR Angelina Sondakh, dan Ketua Komisi X DPR, Mahyuddin. Hadir pula dalam pertemuan itu Sekretaris Menpora, Wafid Muharam. Dalam pertemuan itu Nazaruddin mengatakan kepada Andi kalau sertifikat Hambalang telah selesai diurus. Andi pun menjawab "Terimakasih".

Terdakwa memberitahu menteri, sertifikat Hambalang sudah selesai, dan dijawab menteri 'terima kasih'," kata hakim Ugo.

Kemudian, pada April 2010 Nazaruddin mengajak Mindo Rosalina Manulang untuk makan malam dewan Wafid di Restoran Arcadia, Senayan Jakarta. Dalam acara makan malam itu, kembali disinggung soal rencana adanya anggaran untuk Hambalang.

"Terdakwa bilang, rekanan BUMN bagus tapi ada swasta yang juga bagus, yaitu PT DGI (Duta Graha Indah)," ujar hakim Ugo.

Nazaruddin merekomendasikan PT DGI kepada Wafid dan meminta perusahaan itu diikutsertakan dalam proyek wisma atlet SEA Games. Wafid pun merespon dengan mengatakan siap melaksanakan perinah asalkan pimpinan (Menpora) dan kawan-kawan di DPR telah setuju.

"Kemudian dijawab terdakwa kalau semua sudah clear and clean," kata Ugo. Dalam kasus dugaan suap wisma atlet SEA Games ini, Nazaruddin divonis empat tahun sepuluh bulan penjara ditambah denda Rp 200 juta yang dapat diganti empat bulan kurungan. Kasus wisma atlet bukan satu-satunya kasus yang diduga melibatkan Nazaruddin. KPK tengah menyelidiki sejumlah kasus, salah satunya Hambalang.

Jaksa Anang mengakui, pekerjajaan rumah KPK masih banyak dalam menuntaskan kasus-kasus Nazaruddin. Ia pun mengatakan, barang bukti perkara wisma atlet akan kembali digunakan KPK dalam menyidik perkara Nazaruddin lainnya, seperti kasus tindak pidana pencucian uang terkait pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia.

"Tentunya dari beberapa barang bukti yang ada, kita akan jadikan bahan untuk penyidikan atau penyelidikan yang diduga dilakukan atau melibatkan terdakwa," ujar Anang. Dalam kasus TPPU terkait pembelian saham PT Garuda itu, KPK menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Nasional
    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    Nasional
    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Nasional
    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Nasional
    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Nasional
    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    Nasional
    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Nasional
    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Nasional
    Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

    Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

    Nasional
    Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

    Nasional
    Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

    Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

    Nasional
    Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

    Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

    Nasional
    Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

    Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

    Nasional
    Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

    Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

    Nasional
    Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

    Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com