JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus dugaan suap wisma atlet SEA Games yang menyeret sejumlah nama kader Partai Demokrat dinilai mengancam posisi partai pemenang Pemilu 2009 itu. Pengamat politik Charta Politika, Yunarto Wijaya, mengatakan, elektabilitas Partai Demokrat menurun sejak awal kasus yang menyeret mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhamamd Nazaruddin ini mencuat. Kondisi ini diperparah dengan ditetapkannya Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Angelina Sondakh sebagai tersangka baru kasus wisma atlet.
"Jika ini terjadi terus, berbahaya sekali, orang mengait-ngaitkan demkokrat dengan masalah hukum, institusional bukan personal," kata Yunarto saat dihubungi Kompas.com, Minggu (5/2/2012).
Yunarto mengatakan, sebenarnya publik sudah dapat membaca keterlibatan Angelina dalam kasus wisma atlet. Sejak Nazaruddin menyebut adanya aliran dana ke sejumlah kader Partai Demokrat lainnya, citra partai biru memburuk. Terlebih, nama Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum turut disebut terlibat. Jika dibiarkan, lanjut Yunarto, kondisi ini dapat memicu konflik internal partai.
"Sesama kader bisa bantah-membantah," katanya.
Terkait posisi Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat, misalnya, terdengar perbedaan suara antara pihak yang ingin Anas dinonaktifkan dan yang ingin menunggu proses hukum di KPK.
"Ini menciptakan pengaruh psikologis ke kader Demokrat di daerah, sampai ke bawah, dan ke masyarakat," ujar Yunarto.
Untuk dapat keluar dari kondisi ini, kata Yunarto, diperlukan ketegasan Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Yudhoyono sebagai orang yang diandalkan partai biru ini harus menegaskan ke seluruh kader soal posisi Anas sebagai ketua partai.
"Harus ada penegasan SBY, kalau memang tunggu proses hukum di KPK, tidak boleh ada kader yang bicara berbeda," kata Yunarto.
Demikian juga terkait dengan posisi Angelina sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat. Menurut Yunarto, Partai Demokrat harus segera menonaktifkan Angelina dari jabatan strukturalnya.
"Demokrat harus cepat nonaktifkan, sesuai dengan hasil Rakornas (rapat koordinasi nasional) 23 Juli, nonaktifkan kader-kader yang jadi tersangka, tidak jalankan kode etik," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.