JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi tengah membidik pegawai negeri sipil pemilik rekening tak wajar yang diduga hasil korupsi. KPK membidik PNS pemilik rekening tersebut setelah menelaah ada tidaknya unsur tindak pidana korupsi dari pemilik rekening.
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Ade Irawan menyarankan agar bidikan KPK tidak hanya berhenti kepada pemilik rekening gendut itu. Menurut Ade, KPK harus membongkar pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus tersebut.
"Kalau tidak, percuma, akan jadi terus menerus hal-hal seperti itu. Kita meyakini mereka tidak mungkin melakukan hal itu sendirian karena kalau kita bicara birokrasi, kita juga bicara tentang hierarki. Artinya, ada posisi-posisi di atas PNS muda yang tahu dan pasti mengerti perilaku si PNS muda ini," ujar Ade kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (9/12/2011).
Sebelumnya, Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan Agus Santoso di Jakarta, Selasa (6/9/2011), mengatakan bahwa dalam satu bulan terakhir, sedikitnya 10 PNS berusia muda terlacak memiliki dana di rekening mereka melebihi pendapatan resmi. Bahkan, ada dua PNS golongan III B yang diduga menilep uang negara miliaran rupiah dari proyek fiktif
Menurut Ade, 10 nama PNS tersebut harusnya bisa menjadi pintu masuk bagi KPK untuk menelusuri pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut. "Jadi penindakan dalam persoalan ini harus dibongkar ke akarnya pemilik rekening itu, lalu proses siapa-siapa saja yang terlibat. Kalau hanya kepada pemilik rekening tidak akan menyentuh akar masalahnya," jelasnya.
Ade mengatakan, setidaknya ada dua asumsi PNS muda pemilik rekening miliaran tersebut bekerja tidak sendiri. Menurut Ade, biasanya PNS muda tersebut bekerja karena meniru atasannya atau dipaksa untuk menjalankan proyek-proyek fiktif yang menelan belasan miliaran rupiah.
"Karena hal yang tidak bisa kita pungkiri, yaitu birokrasi, kita ini selalu akan tunduk pada senior. Itu adalah watak birokrasi. Sangat mengenaskan memang karena uang negara sudah habis miliaran rupiah karena hal ini. Ini memperlihatkan ada masalah dalam birokrasi kita yang harus segera dibenahi," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.