Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenyataan dan Harapan

Kompas.com - 25/03/2011, 03:04 WIB

Ada banyak contoh energi terbarukan, seperti tenaga surya, air, dan angin, bisa menjadi sumber listrik di tingkat komunitas, seperti di India, Jerman, dan Denmark. ”Seharusnya energi juga didesentralisasi, disesuaikan dengan sumber energi yang ada di lokal,” ucap Dian.

Dian mempertanyakan Pasal 4 Ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran yang tidak mengamanatkan wewenang penegakan peraturan kepada badan pengawas pengembangan dan pemanfaatan ketenaganukliran.

”Badan pengawas diberi wewenang membuat peraturan, mengeluarkan perizinan, dan inspeksi. Lalu, siapa yang menegakkan peraturan itu?” tutur Dian. Sementara dalam Konvensi Keselamatan Nuklir yang menjadi acuan UU No 10/1997, artikel 7 mengenai kerja pengawasan menyebutkan, badan pengawas harus menegakkan aturan yang dibuat badan pengaawas.

Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) As Natio Lasman mengatakan, dalam menjalankan pengawasan, Bapeten terikat pada pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), di mana Indonesia menjadi anggota. Pengawas IAEA dapat datang setiap waktu dan negara anggota tidak bisa menolak.

Sampai kini Bapeten belum menerima permintaan izin pendirian PLTN. Hal terpenting dalam persiapan pembangunan PLTN adalah pemilihan tapak dan penerimaan masyarakat sekitar. Bapeten mengawasi sekitar 6.000 kegiatan pemanfaatan energi nuklir non-PLTN, termasuk kegiatan di Batan. ”Ada satu rumah sakit yang izin operasi kedokteran nuklirnya kami hentikan karena melanggar aturan,” kata As Natio.

Belajar dari pemanfaatan nuklir di Jepang, persoalan bukan pada teknologi karena manusia terus berusaha memperbaiki. Persoalan ada pada kesiapan pemerintah dan masyarakat mengawasi pembangunan dan pengoperasiannya. Bahaya terbesar datang dari pemerintah yang tidak transparan dalam fungsi pengawasan dan Dewan Perwakilan Rakyat yang tak mampu membawa suara rakyat banyak. Kepala Bapeten sependapat, tugas pengawasan harus transparan. (Ninuk M Pambudy)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com