Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenyataan dan Harapan

Kompas.com - 25/03/2011, 03:04 WIB

Dunia mengawasi dengan teliti perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi setelah gempa besar melanda bagian timur laut Jepang, Jumat dua pekan lalu, dan menyebabkan sistem pendingin reaktor tak berfungsi.

Meskipun Pemerintah Jepang melaporkan perkembangan penanganan dan kemungkinan kebocoran radiasi nuklir terus-menerus kepada warga Jepang serta masyarakat internasional, tetap ada pertanyaan apakah laporan tersebut menggambarkan semua aspek kecelakaan, terutama menyangkut keselamatan publik.

Pengawasan PLTN menjadi isu terus-menerus di Jepang. Seperti diberitakan kantor berita AFP, Perdana Menteri Naoto Kan sempat marah besar karena operator PLTN Fukushima, Tokyo Electric Power Company (Tepco), baru melaporkan terjadi kebakaran lagi di sana satu jam setelah kejadian pada Selasa (15/3).

Masalah dalam pelaporan data keselamatan dan inspeksi PLTN Fukushima sudah berulang kali terjadi sejak berdiri tahun 1971. Skandal terbesar terbuka tahun 2002. Dewan Keamanan Industri dan Nuklir Jepang (NISA) mengungkapkan, mereka menemukan 29 dugaan kasus Tepco menyembunyikan data retakan di beberapa reaktornya—sebagian besar di Fukushima. Pada pemeriksaan tahun 2003, kembali Tepco melanggar aturan keselamatan. Setelah itu, beberapa kali Fukushima mengalami tutup-buka operasi, termasuk karena gempa berkekuatan 7,2 skala Richter pada 14 Juni 2008.

Tepco, berdiri tahun 1951, adalah operator PLTN terbesar di Jepang dan memasok sepertiga listrik bertenaga nuklir negara itu, termasuk kota Tokyo. Dalam skala dunia, dia berada di posisi ketiga setelah E.ON dari Jerman, Electricite de France di Perancis, dan RWE di Jerman. Perusahaan ini, seperti dilaporkan Mark Gregory dalam BBC.com, sangat berpengalaman karena sudah mengoperasikan PLTN Fukushima sejak 1970.

Ketika NISA memeriksa Tepco pada 2002, Tepco mengakui ada 200 keadaan di mana informasi dipalsukan antara tahun 1997 hingga 2002. Lima tahun kemudian keluar pengakuan lebih lanjut tentang penyembunyian informasi menyangkut keselamatan reaktor.

Energi listrik

Harapan pada nuklir sebagai pembangkit listrik sangat besar di tengah kekhawatiran menipisnya energi fosil dan pencemaran udara yang ditimbulkannya. Reaksi pembelahan inti atom yang menghasilkan panas tinggi menjadi andalan pembangkitan listrik melalui air yang dipanaskan menjadi uap. Proses itu tidak menghasilkan cemaran ke udara seperti bahan bakar fosil. Tetapi, karena reaksi nuklir menghasilkan zat radioaktif, pembangunan dan pengoperasiannya butuh kehati-hatian tinggi di segala lini.

”Yang terpenting, penentuan tapak. Pelajaran dari Fukushima, mengapa reaktor di Daiichi rusak sementara Onagawa yang lebih dekat ke pusat gempa, juga Daimi, tidak bernasib seperti Daiichi,” kata Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Hudi Hastowo di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Batan di Pasar Jumat, Jakarta, Senin (21/3). Apalagi Indonesia berada di kawasan rawan gempa vulkanik dan tektonik yang dapat berakibat tsunami.

Sejauh ini yang sudah disurvei menyeluruh adalah Semenanjung Muria, Jawa Tengah. Kawasan ini dianggap cukup aman. Kalaupun terjadi gempa, itu tidak akan berkekuatan besar. Survei juga pernah dilakukan di Madura, tetapi, menurut Hastowo, dihentikan karena penolakan masyarakat setempat.

Tahun 2011 direncanakan survei di Bangka Belitung karena lokasinya dianggap cukup aman dari gempa. ”Batan hanya menyurvei karena memang tugas kami mencari beberapa lokasi sebagai pilihan jika nanti PLTN jadi dibangun. Batan sampai hari ini tidak bermaksud membangun karena bukan tugas kami,” tutur Hastowo.

Meski demikian, Batan, yang mandatnya menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 adalah penelitian dan pengembangan pemanfaatan nuklir, bertekad menguasai kemampuan dasar nuklir, termasuk pengembangan sumber daya manusia.

Nuklir memiliki banyak manfaat dalam penggunaan damai. Selain untuk pembangkitan listrik, penelitian dan pengembangan radioisotop juga ditujukan untuk aplikasi bidang pangan dan pertanian, kesehatan, industri, serta hidrologi.

Reaktor Batan di kawasan Serpong, Tangerang, didedikasikan untuk riset energi, produksi bahan bakar dan radioisotop, serta penelitian materi. Selain Serpong, Batan juga memiliki reaktor riset di Yogyakarta (Reaktor Kartini) dan Bandung.

Dalam tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), pemanfaatan nuklir untuk tenaga listrik dimulai pada RPJMN tahap ketiga 2015-2019. Apabila berpegang pada RPJMN, pada periode RPJMN tahun kedua tahun 2009-2014 harus sudah ada keputusan pemerintah, apakah PLTN jadi dibangun. Yang jelas, pembangunan reaktor pertama butuh 10 tahun.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) hingga 2025, nuklir masuk kelompok energi baru terbarukan. Nuklir bersama biomassa, tenaga air, surya, dan angin menyumbang sekitar 5 persen dalam bauran energi nasional.

Kini Dewan Energi Nasional (DEN) yang diketuai Presiden dengan wakilnya, Wakil Presiden (Wapres), tengah menyusun Perpres KEN 2050. Pembahasan di bawah koordinator Wapres Boediono. Juru bicara Wapres, Yopie Hidayat, mengatakan, rancangan perpres tidak menutup opsi penggunaan tenaga nuklir.

Meski demikian, perpres yang bertujuan mengurangi ketergantungan pada energi fosil akan menekankan penggunaan energi terbarukan yang berlimpah di Indonesia, seperti panas bumi, tenaga air, dan sumber hayati. ”Nuklir diarahkan pada riset dan penguasaan teknologinya agar, kalau nanti benar dibutuhkan, kita siap,” kata Yopie.

Transparan

Sekretaris Eksekutif Masyarakat Antinuklir Indonesia Dian Abraham SH menolak pembangunan PLTN karena Indonesia memiliki banyak sumber energi terbarukan yang lebih aman, relatif murah, dan tidak tergantung impor.

Ada banyak contoh energi terbarukan, seperti tenaga surya, air, dan angin, bisa menjadi sumber listrik di tingkat komunitas, seperti di India, Jerman, dan Denmark. ”Seharusnya energi juga didesentralisasi, disesuaikan dengan sumber energi yang ada di lokal,” ucap Dian.

Dian mempertanyakan Pasal 4 Ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran yang tidak mengamanatkan wewenang penegakan peraturan kepada badan pengawas pengembangan dan pemanfaatan ketenaganukliran.

”Badan pengawas diberi wewenang membuat peraturan, mengeluarkan perizinan, dan inspeksi. Lalu, siapa yang menegakkan peraturan itu?” tutur Dian. Sementara dalam Konvensi Keselamatan Nuklir yang menjadi acuan UU No 10/1997, artikel 7 mengenai kerja pengawasan menyebutkan, badan pengawas harus menegakkan aturan yang dibuat badan pengaawas.

Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) As Natio Lasman mengatakan, dalam menjalankan pengawasan, Bapeten terikat pada pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), di mana Indonesia menjadi anggota. Pengawas IAEA dapat datang setiap waktu dan negara anggota tidak bisa menolak.

Sampai kini Bapeten belum menerima permintaan izin pendirian PLTN. Hal terpenting dalam persiapan pembangunan PLTN adalah pemilihan tapak dan penerimaan masyarakat sekitar. Bapeten mengawasi sekitar 6.000 kegiatan pemanfaatan energi nuklir non-PLTN, termasuk kegiatan di Batan. ”Ada satu rumah sakit yang izin operasi kedokteran nuklirnya kami hentikan karena melanggar aturan,” kata As Natio.

Belajar dari pemanfaatan nuklir di Jepang, persoalan bukan pada teknologi karena manusia terus berusaha memperbaiki. Persoalan ada pada kesiapan pemerintah dan masyarakat mengawasi pembangunan dan pengoperasiannya. Bahaya terbesar datang dari pemerintah yang tidak transparan dalam fungsi pengawasan dan Dewan Perwakilan Rakyat yang tak mampu membawa suara rakyat banyak. Kepala Bapeten sependapat, tugas pengawasan harus transparan. (Ninuk M Pambudy)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com