JAKARTA, KOMPAS.com — Lima bom buku yang ditujukan kepada empat tokoh masyarakat di Jakarta benar-benar telah meneror masyarakat. Ancaman teror menyebar demikian luas sehingga kita dengar puluhan paket mencurigakan dilaporkan ke polisi. Hasilnya, paket-paket itu ternyata bukan bom. Dari puluhan laporan yang masuk, hanya paket di Cibubur yang terbukti bom.
Berdasarkan data yang dihimpum Kompas hingga kemarin, Senin (21/3/2011), sedikitnya 25 pengaduan masuk ke kepolisian di wilayah Jabodetabek. Dari jumlah itu, lima paket berisi bom. Selain paket Cibubur, paket bom lain ditujukan kepada aktivis Jaringan Islam Liberal Ulil Abshar Abdalla, Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional Komjen Pol Gories Mere, Ketua Umum Partai Patriot Yapto Soerjosumarno, dan artis Ahmad Dani.
Selebihnya, paket mencurigakan yang dilaporkan berisi aneka barang seperti sepatu, kain, buku, jok mobil, bingkai foto, kaset, boneka, jas hujan, hingga cokelat. Masyarakat semakin waspada, tapi juga terbersit kegalauan. Kehidupan menjadi tidak tenang. Muncul semacam paranoia, suatu sikap yang serba curiga.
Wajar dan kritis
Melihat kegalauan masyarakat, Kriminolog Adrianus Meliala menilai, adalah wajar jika masyarakat merasa cemas. Namun, ia mengingatkan, agar masyarakat juga berpikir logis ketika menerima atau menemukan paket yang mencurigakan.
Siapapun, harus kroscek benarkah ada paket yang dikirimkan untuknya. Tak hanya itu, masyarakat juga perlu menilik secara kritis, para pelaku bom tentu mempunyai target-target penting dalam aksi mereka. Terbukti, paket bom buku ini ditujukan pada personal yang memiliki latar belakang berbeda dengan masyarakat awam lainnya.
"Masyarakat juga harus berpikir logis. Ketika mendapat paket dikroscek dulu, apakah paket itu benar untuk kita. Tidak langsung curiga juga. Kita juga harus pikirkan, apakah memang ada orang yang berniat memberikan teror bom pada kita, jika kita merasa diri kita dari kalangan yang biasa-biasa saja, bukan pejabat atau politikus. Apalagi jika perilaku kita dalam masyarakat tidak mengundang perbuatan-perbuatan tercela. Pikirkan, apakah kita layak mendapat paket bom itu," ungkap Adrianus Meliala, saat dihubungi Kompas. com, Senin (21/03/2011).
Ia merujuk sosok Goris Mere yang menjadi salah satu sasaran paket teror. Sebelum bertugas di BNN, Goris memimpin Detasemen Khusus 88 yang selama ini sangat getol memerangi teroris. Goris dan pasukannya berhasil mengendus gembong teroris Dr Azahari di Batu, Malang, Jawa Timur. Azahari tewas diberondong peluru.
"Jadi memang mungkin ada unsur atau motif tertentu kenapa dia (Gories) dikirimi paket bom buku itu. Kalau kita merasa memang kita sendiri tidak mungkin mendapat paket seperti itu, ya jangan takut. Kecuali kalau memang benar ada orang iseng yang sengaja mengirimkan paket," jelas Adrianus.
Ia khawatir, ada pihak-pihak tertentu yang melakukan perbuatan jahil di saat masyarakat cemas menyaksikan berita-berita soal bom di media. Ia menengarai keisengan itu pada paket yang ditemukan di Jalan Cilandak KKO, Minggu (20/3/2011).