Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Juga Singgung Kasus Misbakhun

Kompas.com - 16/11/2010, 17:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada rapat terbatas bidang politik, hukum, dan keamanan serta kesejahteraan rakyat di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (16/11/2010) menyinggung kasus pemalsuan dokumen akta gadai dan surat kuasa pencairan deposito dalam penerbitan letter of credit Bank Century dengan terpidana Misbakhun. Presiden pun meminta Menko Polhukam Djoko Suyanto, Kapolri Jenderal Timur Pradopo, Pelaksana Tugas Jaksa Agung Darmono, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar memberikan penjelasan soal kasus Misbakhun.

Misbakhun, yang dituntut delapan tahun penjara, dijatuhi vonis satu tahun penjara oleh hakim PN Jakarta Pusat. Misbakhun, politisi Partai Keadilan Sejahtera, adalah salah satu anggota DPR RI yang menjadi inisiator hak angket kasus Bank Century. Misbakhun juga mantan anggota Pansus Century yang mengkritisi kebijakan dana talangan Bank Century yang terjadi pada pemerintahan SBY periode pertama.

Usai ratas, Darmono menyatakan bahwa vonis hakim PN Jakpus mencederai rasa keadilan masyarakat. Maka itu, Kejaksaan mengajukan banding atas putusan tersebut pada 8 November silam. Dikatakan, pada kasus korupsi senilai ratusan juta rupiah saja, seorang terdakwa bisa divonis 3-4 tahun penjara. Sementara itu, Misbakhun, yang terlibat pada kasus senilai 22,5 juta dollar AS, dijatuhi vonis satu tahun penjara.

"Pertimbangan materi putusan belum memenuhi rasa keadilan masyarakat," kata Darmono. Berdasarkan undang-undang, sambung Darmono, Misbakhun seharusnya diganjar hukuman 6 tahun karena pemalsuan dokumen dan surat kuasa pencairan deposito.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto membantah Presiden telah mengintervensi perkara hukum Misbakhun, yang gencar mengkritisi kebijakan SBY terkait Century. "Presiden tidak ingin mencampuri penegakan hukum tapi (kasus Misbakhun) menjadi perhatian publik dan mencederai rasa keadilan," sambung Djoko.

Pascaputusan PN Jakpus terhadap kasus Misbakhun, tak terlihat adanya aksi penolakan yang dilakukan secara masif oleh kelompok-kelompok masyarakat. Sementara itu, Misbakhun juga memastikan akan mengajukan banding. Majelis hakim, dalam pertimbangannya, tidak sependapat dengan pasal yang digunakan jaksa, yang menjerat Misbakhun dengan Pasal 49 Ayat (1)Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengenai Perbankan. Menurut majelis, ketentuan itu tidak bisa digunakan untuk menjerat orang yang bukan dari perbankan. Pasal itu khusus untuk anggota dewan direksi, komisaris, dan pegawai bank.

Majelis menilai Misbakhun terbukti memakai surat palsu sesuai dengan dakwaan ketiga penuntut umum, yakni melanggar Pasal 263 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Terungkap dalam sidang, PT SPI mengajukan letter of credit ke Bank Century untuk pembelian kondensat sebesar 22,5 juta dollar AS. Sebagai jaminan, PT SPI harus menyetor uang senilai 20 persen dari total kredit, senilai 4,5 juta dollar AS. Ternyata, saat penandatanganan surat persetujuan kredit pada 22 November 2008, PT SPI belum menyetor dana jaminan itu. Dana itu baru diserahkan pada 27 November 2008.

Majelis hakim juga menilai, tuntutan delapan tahun dan denda Rp 10 miliar terlalu berat bagi Misbakhun. Hal itu tak memadai, tak adil, dan tak manusiawi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com