Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Obama-SBY Versus Globalisasi

Kompas.com - 08/11/2010, 08:52 WIB

Keynes adalah menteri keuangan Inggris yang membidani Bank Dunia dan IMF, sedangkan FDR mengatasi krisis bursa dan perbankan AS dengan mendirikan FDIC, lembaga penjaminan deposito serta mendirikan BUMN TVA, pembangkit listrik raksasa di AS, untuk menstimulasi kebangkitan ekonomi AS dari resesi 1929.

Capitalism 2.0 ini berlangsung hingga tahun 1970-an dengan pembebanan pada APBN dan surplus AS yang secara bertahap merosot. Kapitalisme Barat dan komunisme Soviet setelah berkoalisi temporer mengalahkan fasisme Poros Roma-Berlin-Tokyo menjadi musuh bebuyutan selama 45 tahun.

AS sebagai pemenang perang justru tak memperoleh pembayaran pampasan dari Jerman dan Jepang. Sebaliknya, malah membiayai kebangkitan kembali Jerman dan Jepang dengan Marshall Plan dan bantuan bilateral membendung komunisme.

Pada 1971, Richard Nixon melihat peluang konflik internal Soviet-RRT dan melakukan terobosan diplomatik KTT dengan Mao Zedong di tahun 1972. Nixon juga memberi kejutan ekonomi pada Agustus 1971 bahwa dollar tak lagi bisa dipertukarkan dengan emas.

Tahun 1979, Deng Xiaoping mengucapkan kata bersayap tak peduli kucing itu hitam atau putih asal bisa menangkap tikus. Tak peduli komunis atau kapitalis, yang penting bisa menyejahterakan rakyat meningkatkan kemampuan ekonomi Tiongkok.

Kepada lawan politiknya, Deng berkata bahwa 30 tahun Tiongkok menguji coba Marxisme dan menyita semua hak milik individu dan dipasrahkan kepada diktator proletariat Marxisme yang gagal total menjamin penyaluran bahan pokok untuk rakyat. Pasar sudah ada lebih dulu dan lebih tua daripada Marx yang baru lahir tahun 1818. Karena itu, Tiongkok kembali pada kearifan pasar yang lebih tua daripada Marx.

Pendulum yang sama juga dialami di Barat. Ronald Reagan dan Margaret Thatcher meluncurkan swastanisasi dan liberalisasi sektor finansial. Inilah Capitalism 3.0 yang akan bertiwikrama bak monster Frankenstein menjadi predator yang menelan penciptanya. Fundamentalisme pasar Capitalism 3.0 mengalami Krisis 2008 setelah 1998 meledak di Asia Timur.

Intervensi negara Fundamentalisme pasar dengan ekonomi gelembung membangkrutkan Lehman Brothers dan menelan lembaga keuangan Wall Street raksasa dan menyeret seluruh dunia pada resesi 2008-2009. Sekarang, menurut Kaletsky, dunia dan sistem kapitalisme harus memasuki versi Capitalism 4.0: tak perlu lagi dipertentangkan antara intervensi negara dan prinsip pasar. Tak boleh ada ekstremisme yang pasti akan berdampak negatif.

Negara yang terlalu mencekik leher akan mengakibatkan ekonomi macet seperti nasib Uni Soviet dan RRC pasca-Mao Zedong. Pasar yang terlalu bebas tanpa regulasi akan bermuara pada resesi 1929 dan krismon global 2008. Kaletsky dengan santai menyatakan bahwa ekonomi memerlukan intervensi negara dan mekanisme pasar yang pas, paralel, dan simultan yang saling menghidupi.

Kebijakan negara harus merangsang kreativitas dan produktivitas. Namun, regulasi dan intervensi juga diperlukan agar pasar tak liar seperti pada 1929 dan 2008. Sebuah dapur memerlukan lemari es dan kompor, masing-masing berfungsi penting sesuai dengan tujuan yang merupakan kebutuhan manusia dan sistem. Kita barangkali selalu ekstrem sehingga peringkat kita dalam Doing Business IFC yang baru diumumkan ada di nomor 121, kalah dari Vietnam (78) dan China (79).

*Christianto Wibisono, Ketua Global Nexus Institute

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 23 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 23 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Nasional
    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Nasional
    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Nasional
    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Nasional
    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Nasional
    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Nasional
    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Nasional
    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Nasional
    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Nasional
    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Nasional
    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Nasional
    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com