Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelar Pahlawan buat Soeharto Menyakitkan

Kompas.com - 17/10/2010, 15:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana pemberian gelar pahlawan kepada mantan presiden Soeharto mendapat tanggapan miring dari para aktivis penegakan hak asasi manusia (HAM). Wakil Koordinator KontraS, Indria Fernida, menilai pemberian gelar kepahlawanan bagi Soeharto sudah menyakiti hati para korban pelanggaran HAM yang hingga kini tak terpulihkan hak-haknya.

"Ini janggal karena persoalan HAM yang terkait Soeharto belum terselesaikan. Gelar pahlawan menyakitkan keluarga korban karena belum ada keadilan, sementara orang yang diduga pelaku justru diberi penghargaan," ujarnya, Minggu (17/10/2010), saat dihubungi Kompas.com.

Nama mantan presiden Soeharto kini memang tengah diajukan sejumlah kalangan agar menjadi pahlawan nasional karena jasa-jasanya selama 32 tahun memimpin Indonesia. Akan tetapi, selama masa kepemimpinan Soeharto hingga tahun 1998, Soeharto juga dianggap bertanggung jawab dalam kasus-kasus HAM lain seperti kasus Tanjung Priok (1984), Talangsari (1989), penculikan dan penghilangan paksa (1997/1998), hingga kerusuhan 1998.

Indira mengatakan Soeharto juga patut sebagai tersangka kasus HAM di tahun 1965-1966. Melewati lima kali masa kepemimpinan presiden yang berbeda, tragedi tersebut memang tak juga dilirik pemerintah untuk segera dibongkar kebenarannya.

Ia pun beranggapan kalaupun pemerintah tetap berencana memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto, itu merupakan tindakan yang mengingkari komitmen SBY sendiri untuk memberantas korupsi dan menuntaskan kasus HAM. Apalagi, kasus tragedi 1965-1966, merupakan kasus lama yang hingga kini proses hukumnya mentok di Komnas HAM.

"Kasus ini sudah lama sekali, kami hanya minta tiap ganti presiden pemerintah mengakui bahwa saat itu terjadi kejahatan negara dan pulihkan hak-hak korban yang dicap PKI tanpa ada upaya peradilan," ujarnya.

Saat itu, cerita Indria, tragedi 1965-1966 ini terjadi tindak kejahatan negara yang dilakukan secara sistemasti dengan pembunuhan, penyiksaan, penghilangan secara paksa, bahkan pemerkosaan bagi perempuan yang ada kaitannya dengan PKI. Saat peristiwa ini terjadi, Soeharto menjabat sebagai Panglima Kostrad.

"Suatu diakui melakukan kejahatan masa lalu adalah syarat sebuah negara demokrasi. Penghukuman terhadap orang-orang yang terlibat baik sebagai eksekutor ataupun pengambilan kebijakan harus dihukum. Tapi sampai sekarang, mekanisme tak jelas," ujarnya.

Sementara itu, korban tragedi 1965-1966, Tahrin, mengaku akan terus berjuang sampai keadilan ditegakkan. "Justru karena sudah lama, pemulihan nama baik kami harus dilaksanakan," ujar wanita yang kini aktif di panti jompo para korban kekerasan HAM tahun 1965-1966 ini.

Ia mengungkapkan saat itu dengan semena-mena ia dan suami yang berprofesi sebagai guru dicap sebagai PKI dan wajib melapor dua hari sekali. "Suami saya bahkan diambil Kodim tahun 1966 itu dan sampai sekarang tak tahu keberadaannya di mana," ungkap Tahrin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

    GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

    Nasional
    Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

    Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

    Nasional
    Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

    Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

    Nasional
    Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

    Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

    Nasional
    Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

    Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

    Nasional
    WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

    WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

    Nasional
    Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

    Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

    Nasional
    Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

    Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

    Nasional
    Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

    Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

    Nasional
    Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Nasional
    Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

    Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

    Nasional
    KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

    KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

    Nasional
    Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

    Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

    Nasional
    Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

    Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

    Nasional
    DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

    DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com