Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anwar Ibrahim dan Peralihan Kekuasaan

Kompas.com - 28/11/2008, 07:14 WIB

Entah dimaksud untuk menekan Mahathir atau bukan, tahun berikutnya Mahkamah Agung membebaskan Anwar Ibrahim dari tuduhan sodomi. Ia yang diperkirakan akan menghabiskan masa tuanya di rutan Kemunting ternyata menghirup udara bebas tahun 2004.

Rakyat Malaysia menyambut Anwar sebagai pahlawan, korban kezaliman kekuasaan. Mahathir terguncang dan menyesalkan pembebasan Anwar. Sebaliknya, Anwar menyatakan tidak dendam kepada Mahathir. Hal yang menambah simpati rakyat.

Seperti sebelum tahun 1998, bintangnya kembali cemerlang dan nama Anwar Ibrahim kembali meroket. Kali ini bersama Pakatan Rakyat—koalisi 3 parpol oposisi—yang digagasnya.

Dalam pemilu Maret lalu, Pakatan Rakyat membuat kejutan dengan mematahkan dominasi Barisan Nasional (BN) yang selama ini menguasai mayoritas dua pertiga kursi parlemen. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, oposisi meraih 82 dari 222 kursi parlemen serta menang dalam pemilu lokal di 5 dari 13 negara bagian.

Juli lalu, Anwar kembali membuat kejutan melalui pernyataannya, lebih dari 30 anggota parlemen dari Barisan Nasional (BN) siap membelot ke Pakatan Rakyat. Ia akan mengambil alih kekuasaan melalui mosi tidak percaya di parlemen pada 16 September.

Pernyataan tersebut menimbulkan panik dan histeria. Media massa maupun blog di internet tidak henti-hentinya menurunkan opini dan analisis. Sejak itu hari-hari yang dilalui menuju 16 September penuh ketegangan.

Mendadak BN memberangkatkan 50 anggota parlemennya ke Taiwan, 7 September lalu. Pimpinan BN menjelaskan, keberangkatan itu untuk studi banding masalah pertanian. Namun, kalangan pengamat berpendapat, itu sebagai langkah mencegah pembelotan. Anwar mengaku peristiwa ini mengganggu rencana 16 September.

Tanggal 12 September, Mendagri memerintahkan penahanan dua wartawan dan satu anggota parlemen dari kubu Pakatan Rakyat. Penahanan ini mengejutkan publik dan para pakar hukum karena menggunakan UU Keamanan Dalam Negeri (ISA). Tiga hari kemudian Menteri Perundang-undangan Zaid Ismail mengundurkan diri sebagai protes atas digunakannya UU tersebut.

Menurut Saefuddin Nasution, pengatur strategi Partai Keadilan Rakyat (PKR), komponen Pakatan Rakyat, penangkapan tersebut sekaligus intimidasi terselubung terhadap Pakatan Rakyat agar tidak berbuat sesuatu pada 16 September. Jika menolak, pemerintah tidak ragu menangkapnya.

Politik perkauman

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com