Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Nahdliyin" yang Selalu Diperebutkan...

Kompas.com - 18/09/2008, 06:12 WIB

Selain militer, Nahdlatul Ulama atau NU adalah pihak yang paling sering diperbincangkan dalam sejarah pemilihan umum di Indonesia. Arah angin dukungan kelompok ini selalu diperhitungkan oleh mayoritas peserta pesta demokrasi di Tanah Air.

Datangnya era reformasi pada tahun 1998, yang membuat militer kembali ke barak dan tidak terlibat lagi dalam aktivitas sosial politik praktis, telah menurunkan peran mereka dalam pemilihan umum. Namun, tidak demikian dengan nahdliyin, sebutan untuk warga NU. Mereka justru semakin diperebutkan.

Tingginya minat terhadap nahdliyin terlihat jelas, misalnya, dalam pemilihan presiden 2004. Saat itu tokoh NU diperebutkan berbagai pihak, mulai dari Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi yang digandeng Megawati Soekarnoputri, Salahuddin Wahid yang mendampingi Wiranto, hingga Jusuf Kalla yang akhirnya memenangi pertarungan bersama dengan Susilo Bambang Yudhoyono.

Besarnya daya tarik nahdliyin ini terutama disebabkan oleh besarnya jumlah mereka. Meski tidak ada data pasti, sekitar 30 persen pemilih di Indonesia diyakini warga NU. Jadi, jika Pemilu 2009 diikuti 172 juta pemilih, 51,6 juta di antaranya merupakan nahdliyin. ”Warga NU merupakan potensi besar di pemilu. Untuk memenangi pemilu, sebuah partai politik cukup menampung semua suara mereka,” kata Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari.

Masalahnya, suara nahdliyin diduga tidak sebulat suara pemilih tradisional lain di Indonesia, misalnya kaum nasionalis. Gejala ini, misalnya, terlihat dalam pemilihan gubernur Jawa Timur (Jatim), tempat budaya NU paling mengakar, Juli lalu.

Kaum nahdliyin, yang diperkirakan mencapai 70 persen atau 21 juta dari 30 juta pemilih di Jatim, terutama terkonsentrasi di Pulau Madura dan wilayah timur provinsi itu yang disebut dengan kawasan tapal kuda. Sedangkan bagian barat Jatim, yang biasa disebut wilayah Mataraman, menjadi basis kaum nasionalis.

”Nasionalis kuat di Mataraman karena di wilayah itu banyak berdiam orang abangan dan keyakinan tradisional. Mereka merasa aman jika bergabung dengan parpol nasionalis,” kata Ayu Sutarto, budayawan dari Universitas Jember, Jatim.

Dalam Pilkada Jatim lalu, sebanyak 27,73 persen dari 3.605.106 suara yang diperoleh pasangan Sutjipto-Ridwan Hisjam berasal dari wilayah Mataraman. Pasangan ini diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), parpol yang disebut mewakili kepentingan kaum nasionalis di Indonesia. Suara yang diperoleh pasangan itu tidak berbeda jauh dari suara PDI-P pada Pemilu 2004 di Jatim yang mencapai 4.325.918 suara.

Relatif solidnya suara kaum nasionalis ini berbanding terbalik dengan suara yang diperoleh pasangan yang didukung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Achmady-Suhartono. Mereka hanya mendapat 1.397.291 suara.

Selain merupakan perolehan suara terkecil dibandingkan dengan empat pasangan lain peserta pilkada, perolehan suara pasangan itu juga jauh di bawah perolehan PKB pada Pemilu 2004 di Jatim yang mencapai 6.297.366 suara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Respons KPK Soal Harun Masiku Nyaris Tertangkap pada 2021

Respons KPK Soal Harun Masiku Nyaris Tertangkap pada 2021

Nasional
55.000 Jemaah Haji Indonesia Ikuti Murur di Muzdalifah Usai Wukuf

55.000 Jemaah Haji Indonesia Ikuti Murur di Muzdalifah Usai Wukuf

Nasional
Anggota Komisi I DPR Dukung Kemenkominfo Ancam Blokir X/Twitter karena Izinkan Konten Porno

Anggota Komisi I DPR Dukung Kemenkominfo Ancam Blokir X/Twitter karena Izinkan Konten Porno

Nasional
Sindir Wacana Bansos untuk Penjudi Online, Kriminolog: Sekalian Saja Kasih Koruptor yang Dimiskinkan...

Sindir Wacana Bansos untuk Penjudi Online, Kriminolog: Sekalian Saja Kasih Koruptor yang Dimiskinkan...

Nasional
Pemerintah Semestinya Bikin Orang Lepas dari Judi Online, Bukan Memberikan Bansos

Pemerintah Semestinya Bikin Orang Lepas dari Judi Online, Bukan Memberikan Bansos

Nasional
Soal Duet Anies dan Kaesang, PKS: Status Anak Jokowi Belum Tentu Jadi Nilai Tambah

Soal Duet Anies dan Kaesang, PKS: Status Anak Jokowi Belum Tentu Jadi Nilai Tambah

Nasional
Kepala BNPT Apresiasi Densus 88 yang Proaktif Tangkap Residivis Teroris di Cikampek

Kepala BNPT Apresiasi Densus 88 yang Proaktif Tangkap Residivis Teroris di Cikampek

Nasional
Pertamina Luncurkan 'Gerbang Biru Ciliwung' untuk Kembangkan Ekosistem Sungai

Pertamina Luncurkan "Gerbang Biru Ciliwung" untuk Kembangkan Ekosistem Sungai

Nasional
Kriminolog Nilai Penjudi Online Mesti Dipandang sebagai Pelaku Pidana

Kriminolog Nilai Penjudi Online Mesti Dipandang sebagai Pelaku Pidana

Nasional
Harun Masiku Nyaris Diringkus di 2021, tapi Gagal Akibat KPK Ribut Internal

Harun Masiku Nyaris Diringkus di 2021, tapi Gagal Akibat KPK Ribut Internal

Nasional
Satgas Pangan Polri Awasi Impor Gula yang Masuk ke Tanjung Priok Jelang Idul Adha 2024

Satgas Pangan Polri Awasi Impor Gula yang Masuk ke Tanjung Priok Jelang Idul Adha 2024

Nasional
Eks Penyidik KPK Curiga Harun Masiku Tak Akan Ditangkap, Cuma Jadi Bahan 'Bargain'

Eks Penyidik KPK Curiga Harun Masiku Tak Akan Ditangkap, Cuma Jadi Bahan "Bargain"

Nasional
Sosiolog: Penjudi Online Bisa Disebut Korban, tapi Tak Perlu Diberi Bansos

Sosiolog: Penjudi Online Bisa Disebut Korban, tapi Tak Perlu Diberi Bansos

Nasional
KPK Hampir Tangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri, tapi Gagal karena TWK

KPK Hampir Tangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri, tapi Gagal karena TWK

Nasional
Minta Kemenag Antisipasi Masalah Saat Puncak Haji, Timwas Haji DPR: Pekerjaan Kita Belum Selesai

Minta Kemenag Antisipasi Masalah Saat Puncak Haji, Timwas Haji DPR: Pekerjaan Kita Belum Selesai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com