Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Urip, dari Bisnis Permata ke Usaha Perbengkelan

Kompas.com - 11/06/2008, 13:03 WIB

JAKARTA, RABU - Jaksa Urip Tri Gunawan, Ketua Tim 10 yang menangani kasus BLBI, dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan suap dengan terdakwa Artalyta Suryani. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (11/6).

Dalam kesaksiannya, Urip menyatakan, uang sebesar Rp 6 miliar yang diduga sebagai uang suap merupakan pinjaman yang didapatnya dari Artalyta untuk usaha perbengkelan yang akan dirintisnya. Sebuah pengakuan yang berbeda dengan keterangan Urip saat tertangkap awal Maret lalu. Kala itu Urip mengatakan, uang yang ditempatkan di dalam kardus itu adalah hasil jual beli permata.

"Saat itu (sesaat sebelum ditangkap KPK sekeluarnya dari rumah Artalyta), saya ngobrol di rumah Bu Suryani (panggilan Urip untuk Artalyta) selama kurang lebih 1 jam. Di situ, saya menerima pinjaman. Sebelumnya saya sudah mengajukan proposal, pinjamannya sebesar 6 miliar," kata Urip saat ditanya dasar penyerahan uang itu kepada dirinya.

"Apa ada bukti kwitansi serah terima uang itu?" tanya hakim ketua Mansyurdin Chaniago. "Ada. Buktinya saya serahkan ke Bu Suryani. Seingat saya, bunyi kwitansinya, 'sudah terima uang pinjaman dari Ibu Suryani sebesar 660 ribu US dollar atau sekitar Rp 6 miliar untuk bisnis perbengkelan, dan akan dinotariatkan kemudian," jawab Urip. Bisnis itu, kata Urip, belum berjalan, baru akan dirintis bersama beberapa rekannya.

"Apa dasarnya pemberian uang sebesar itu kalau bisnisnya belum berjalan dan baru akan dinotariatkan kemudian?" tanya Mansyurdin lagi. "Atas dasar kepercayaan," jawab Urip singkat. "Sebesar apa sih kepercayaan terdakwa kepada Saudara," cecar hakim. "Kalau itu, tanya saja ke Bu Suryani," kata Urip. 

Mendengar jawaban Urip, hakim berkata dengan keras, "Jangan Saudara ajari saya bertanya, saya tahu apa yang harus saya tanyakan," kata hakim. Hakim juga menanyakan, mengapa Urip berani melakukan bisnis, padahal belum mendapatkan izin dari atasannya. Sebab, sesuai aturan perundang-undangan, PNS yang akan berbisnis harus mendapat izin atasan.

Atas pertanyaan ini, Urip berdalih, usaha tersebut tidak dilakukannya seorang diri, melainkan bersama-sama dengan rekannya. "Kalau sendiri, perlu izin. Tapi kalau dijalankan orang lain tidak perlu izin. Lagipula, saya bukan menjalankan, hanya mengendalikan usaha," katanya.

"Apa letak perbedaan antara menjalankan dan mengendalikan?" tanya Mansyurdin lagi. Urip tak bisa menjawab pertanyaan ini.

Saat ditangkap 2 Maret 2008, Urip baru saja keluar dari rumah Artalyta di kawasan Simprug, Jakarta Selatan. Ia mengaku, kedatangannya ke rumah kerabat Sjamsul Nursalim itu untuk membicarakan persoalan bisnis, di antaranya bisnis perbengkelan dan pariwisata. "Saya belum pernah berbisnis. Makanya, kami berbicara tentang keinginan saya untuk berbisnis. Karena sebagai teman, selain ngobrol soal bisnis, kami juga ngobrol masalah keluarga," ujar dia.

Urip mengaku mengenal Artalyta pada tahun 2003 saat ia bertugas di Jakarta. Perkenalannya dengan Ayin, panggilan Artalyta, terjadi di sebuah restoran di kawasan Pakubuwono. Ia mengenal Ayin dari teman-teman di komunitas gerejanya. "Saya sudah kenal lama, dan pernah berlanjut saat saya bertugas di Bali. Waktu itu Bu Suryani pernah ke Bali dan saya menawarkan hal-hal kecil seperti lukisan dan batu merah," ujar Urip.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com