Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepergian Pak Harto tinggalkan persoalan hukum

Kompas.com - 27/01/2008, 20:52 WIB

TAK ada yang tahu, kapan kehidupan seseorang akan berakhir. Begitu juga dengan ajal mantan Presiden Soeharto yang Minggu siang ini, menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 13.10 WIB setelah dirawat secara intensif di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Sabtu (27/1) kemarin. Satu yang belum tuntas, yaitu permasalahan hukum almarhum Soeharto yang hingga kini belum juga tuntas.

Sekjen DPP PDIP Pramono Anung yang ditemui sebelum memasuki kediaman Pak Harto di Jalan Cendana, Jakarta Pusat, menyesalkan proses hukum Soeharto yang tidak tuntas hingga mantan penguasa Orde Baru ini tutup usia.

"Saya terus terang menyesalkan, bagaimana pun ini kelambanan pemerintah untuk mengambil sikap dalam persoalan itu. Tetapi ini kan lagi berduka. Kita tidak usah mempolitisisasi urusan itu. Itu sudah menjadi tanggung jawab pemerintah," ujar Pramono Anung.

"Bagaimana pun, sebagai bangsa yang besar harus memberikan penghormatan
kepada pemimpinannya. Hanya disayangkan kita mempunyai dua pemimpin besar, Soekarno dan Soeharto yang  ketika meninggal itu masih ada persoalan yang menyangkut ketetapan MPR. Dan itu merupakan hal yang tidak baik pembelajaran bagi bangsa ini," jelas Pramono Anung.
 
Keinginan membawa mantan penguasa Orde Baru, Soeharto tentu dikaitkan dengan Ketetapan MPR No XI/1998 yang mengharuskan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) secara  tegas, termasuk kepada mantan Presiden Soeharto. Nasib Soeharto, tentu serupa dengan Soekarno.

Bung Karno, sebagai Pemimpin Besar Revolusi dikikis, pengangkatannya sebagai presiden seumur hidup dibatalkan dengan permohonan maaf (Ketetapan MPRS No XVIII/1966), dan akan didesak untuk didampingi Wakil Presiden (Ketetapan MPRS No XV/1966). Ketika kekuasaan Bung Karno dilucuti dan Pengemban Supersemar Letjen Soeharto ditunjuk sebagai pejabat presiden, persoalan menjadi lain.

Pasal 6 Ketetapan MPRS No XXXIII/1967 (Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno) menyatakan bahwa penyelesaian persoalan hukum selanjutnya yang menyangkut Dr Ir Soekarno dilakukan menurut ketentuan-ketentuan hukum dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan, dan menyerahkan pelaksanaannya kepada Pejabat Presiden.

Karena tak ada proses peradilan sampai ia meninggal, Soekarno tak memperoleh amnesti maupun abolisi.  Keluarga Soekarno pun menginginkan pencabutan Ketetapan MPRS No XXXIII/1967,  tetapi gagal meraihnya dalam Sidang MPR 2003.

Mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid yang dimintai tanggapannya usai melayat Pak Harto juga tidak dapat menjawab tegas saat dimintai komentarnya soal ini.

"Indonesia kehilangan putra besar. Dan maaf, saya nggak ikut-ikutan tentang itu (kasus hukum Soeharto). Biar negara yang mengurusi, biar diselesaikan secara hukum," ujarnya.

Mantan tahanan politik Orde Baru, Budiman Sujatmiko, dalam pernyataanya melalui pesan singkat (SMS) mengungkapkan,  Pak Harto meski sudah meninggal masih diduga terlibat dalam kejahatan HAM. Lebih dari satu juta orang dibunuh, dipenjara dan dibuang tanpa pengadilan.

"Dan sebagian besar masih menderita sampai sekarang.  Di Jerman, yang moderen dan lebih demokratis pun, menunjukkan respect kepada Hittler, yang menyebut Hittler sebuah aib, bahkan sebuah kejahatan. Tidak ada pengampunan bagi penjahat kemanusiaan," tegas Budiman.

"Saya menjadi bingung.  Semua orang nyaris tergiring untuk melupakan korban-korban kemanusiaan yang adil dan beradab. Tidak berhenti dengan meninggalnya Soeharto," tandas Budiman lagi.  (Persda Network/yat/ade/h10)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan Bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan Bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com