Salin Artikel

Dugaan Kecurangan Pemilu 2024, Sejarawan dan Ahli Pemilu Singgung Perlunya "People Tribunal"

Sejarawan Asvi Warman Adam melihat, tidak tertutup kemungkinan pengadilan rakyat yang pernah diadakan pada 2015 untuk konteks kejahatan kemanusiaan 1965 direplikasi untuk mengadili kecurangan Pemilu 2024 meski skala pengadilannya tidak harus level internasional.

"Karena ada keinginan untuk melakukan hal itu di Indonesia setelah berlangsungnya Pemilu 2024 ini," kata Asvi dalam diskusi daring bertajuk "Mahkamah Rakyat untuk Keadilan Pemilu, Perlukah?" Senin (15/4/2024).

Asvi menilai, meski pengadilan rakyat tidak memberi kewajiban hukum bagi pemerintah, namun putusannya menjadi sebuah lonceng kewajiban moral dan politis.

Terlebih, dalam konsep pengadilan rakyat, majelis hakim merupakan orang-orang berintegritas dari berbagai negara yang tidak dibayar.

Seperti pada pengadilan rakyat atas kejahatan kemanusiaan 1965, putusan dari pengadilan yang digelar di Den Haag, Belanda, itu dianggap cukup keras dan sanksi moral bahwa negara sudah melakukan kekerasan ataupun pelanggaran HAM berat.

"Itu gambaran tentang pengadilan HAM internasional di Den Haag yang bisa saya berikan. Ini untuk memberikan gambaran apakah kita di Indonesia sekarang ini bisa melakukan pengadilan yang bersifat nasional mengenai topiknya," jelas Asvi.

Sementara itu, ahli hukum kepemiluan Titi Anggraini menegaskan bahwa penyelenggaraan pemilu selama ini memberikan kontribusi yang cukup besar bagi masih baiknya indeks demokrasi di Indonesia melalui berbagai pemeringkatan dunia.

"Dalam konteks itu forum people tribunal soal kecurangan pemilu menjadi relevan karena dia menjaga ini tadi supaya kemudian tetap dalam koridornya," ujar Titi dalam forum yang sama.

Ia memberi contoh soal people tribunal di Malaysia yang digerakkan oleh konsorsium 84 lembaga swadaya masyarakat dan para akademisi serta figur publik.

Komposisi hakimnya juga bervariasi, bahkan salah satunya adalah dedengkot kepemiluan Indonesia sekaligus Ketua KPU RI pertama, Ramlan Surbakti.

"Prof Ramlan dipilih pada waktu itu, itu pada tahun 2014, karena Indonesia dianggap sebagai negara yang memimpin dari sisi demokrasi," ujar Titi.

Ia melihat, Indonesia mempunyai modal yang cukup untuk membentuk pengadilan rakyat ini terlebih setelah banyaknya perguruan tinggi dan akademisi yang buka suara soal kecurangan pemilu.

"Sebagai pegiat pemilu, people tribunal ini menurut saya mengisi ruang kosong dari pemilu 2019 ke 2024, yaitu evaluasi. Dalam sebuah siklus pemilu, evaluasi itu adalah sebuah keniscayaan--review atas praktik pemilu setelah pemilu berlangsung untuk menemukan titik-titik perbaikan atau reformasi penyelenggaraan dan menyusun strategi pemilu yang lebih baik," jelas dia.

Dianggap gagal

Ketua Tim Pembela Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD gagal membuktikan kecurangan Pemilu 2024, nepotisme, hingga penyalahgunaan bantuan sosial dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut dia, saksi dan ahli yang dihadirkan kubu Anies dan Ganjar juga gagal membuktikan kecurangan pemilu, seperti yang mereka tuduhkan.

Adapun kubu Anies dan Ganjar merupakan pemohon dalam persidangan ini. Mereka meminta pemilu diulang dan pencalonan Prabowo-Gibran dianggap tidak sah.

"Dalam pokok perkara, kami berkesimpulan para pemohon tidak berhasil membuktikan apa yang mereka dalilkan dalam positanya, yakni terjadinya berbagai pelanggaran, kecurangan dan penyalahgunaan kekuasaan baik dengan cara melakukan nepotisme, penyalahgunaan bansos maupun pengerahan penjabat kepala daerah secara TSM (terstruktur, sistematis dan masif)," ujar Yusril saat dimintai konfirmasi Kompas.com, Senin (15/4/2024).

"Saksi-saksi maupun ahli yang dihadirkan dalam persidangan gagal membuktikan adanya pelanggaran dan kecurangan tersebut," sambungnya.

https://nasional.kompas.com/read/2024/04/15/22001601/dugaan-kecurangan-pemilu-2024-sejarawan-dan-ahli-pemilu-singgung-perlunya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke