Salin Artikel

Mungkinkah Prabowo Pertemukan Jokowi, SBY, dan Megawati dalam Satu Meja?

Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Dahnil Anzar Simanjuntak mencontohkan dengan mekanisme yang ada di Amerika Serikat, yakni president club.

Di sana, para mantan presiden bisa ikut serta memberi masukan untuk membangun negaranya.

“Pak Prabowo terus terang punya keinginan, bila perlu pertemuan Beliau itu antara Pak Prabowo, Bu Megawati, Pak Jokowi dan Pak SBY bisa duduk bareng, berdiskusi, ngobrolin pengalaman Beliau-beliau memimpin Indonesia, bisa sharing ke Pak Prabowo, bisa bagi tugas misalnya,” ujar Dahnil dikutip dari Kompas TV, Jumat (12/4/2024).

Ia mengatakan, keinginan itu muncul dari Prabowo agar Indonesia mengalami kemajuan secara signifikan dalam kurun waktu 5 sampai 10 tahun ke depan.

Selain itu, lanjut Dahnil, Prabowo ingin ada persatuan elite agar masyarakat tidak terpecah setelah kontestasi elektoral berlangsung.

“Itu yang diinginkan Pak Prabowo. Ada persatuan antar elite, kemudian berdampak sampai bawah, ada persatuan di tingkat bawah, sehingga kita tidak terpecah belah, tidak ada benci politik, tidak dendam politik dan sebagainya, itu yang menjadi semangat dan visi politik Pak Prabowo,” ucap dia.

Megawati punya masalah lebih besar dengan Jokowi

Dihubungi terpisah, pakar komunikasi politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad menganggap konsolidasi yang akan dibangun Prabowo dengan Megawati sangat mungkin lebih banyak mengalami hambatan karena Joko Widodo ketimbang SBY.


Menurut dia, Megawati punya persoalan yang lebih besar dengan Jokowi terkait Pilpres 2024 kemarin.

“Ya itu juga variabel yang lain selain Jokowi ya, tapi kalau kita lihat bobotnya, problemnya itu lebih dalam di Jokowi dari pada SBY,” ucap Nyarwi dihubungi Kompas.com, Minggu (14/4/2024).

Ia mengatakan, persoalan itu lebih besar ketimbang hambatan psikologis yang terjadi hampir 20 tahun antara Megawati dan SBY.

Sebab, dalam kontestasi Pilpres 2004, SBY maju sebagai capres setelah ia menjadi salah satu menteri dalam pemerintahan Megawati.

Sedangkan Jokowi saat ini menjabat sebagai presiden dan dianggap tidak bersikap netral dan condong mendukung Prabowo dan calon wakil presidennya, Gibran Rakabuming Raka.

“Karena kalau relasinya dengan SBY itu, SBY itu hanya pernah menjadi menterinya Bu Mega saja yang katakanlah ketika maju jadi capres itu tidak secara terbuka. Kalau Jokowi itu kan menempatkan dirinya sebagai presiden yang dianggap punya skenario sendiri untuk mendukung 02,” tutur dia.

Selain itu, Nyarwi melihat bahwa SBY tidak menjadi batu ganjalan pertemuan antara Megawati dan Prabowo yang belum terjadi saat ini.

Sebab, kekuatan Partai Demokrat di parlemen selama 10 tahun terakhir juga tidak signifikan.

“Artinya, saya kira keberadaan SBY hari ini tidak terlalu signifikan mengganggu relasi Gerindra, Pak Prabowo dengan Bu Mega, karena itu sudah peristiwa masa lalu juga,” tutur dia.

“Demokrat selama dua periode terakhir juga bukan menjadi partai yang besar di parlemen, partai yang bahkan mengalami penyusutan dan masih bertahan, berusaha tumbuh untuk menjadi partai menengah dengan kepemimpinan baru AHY yang berusaha beradaptasi, termasuk (keputusan Demokrat) untuk masuk ke pemerintahan Jokowi,” ucap dia.

Di sisi lain, istana nampak membuka pintu ketika ditanya awak media kemungkinan Jokowi bertemu dengan Megawati.

Koordinator Staf Khusus (Stafsus) Presiden Ari Dwipayana mengatakan tengah mencari waktu yang tepat untuk pertemuan keduanya.

“Terkait silaturahmi dengan Ibu Megawati sedang dicarikan waktu yang tepat. Lagian ini masih di bulan syawal, bulan syawal adalah bulan yang paling tepat untuk mempererat silaturahmi,” ujar Ari dalam keterangannya, Jumat.

Sementara itu, PDI-P nampak menunjukan resistensi.

Pertama, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto yang mengatakan Jokowi lebih baik bertemu dengan anak ranting partai banteng lebih dulu ketimbang Megawati.

“Karena mereka juga jadi benteng bagi Ibu Megawati Soekarnoputri," sebut Hasto.

Ia juga menyinggung penyalahgunaan kekuasaan dalam Pemilu 2024 yang justru dilakukan oleh Jokowi.

Dihubungi terpisah soal kemungkinan silaturahim Jokowi dan Megawati, politikus muda PDI-P Aryo Seno Bagaskoro malah menganalogikan adanya pagar pembatas untuk kader yang tak patuh terhadap prinsip-prinsip kepartaian.

Ia menyampaikan, Megawati selalu mengajarkan pada para kadernya untuk memegang prinsip satu kata satu perbuatan.

“Nah hal-hal semacam ini yang sebenarnya mendefinisikan kader atau bukan. Jika itu dilanggar, itulah yang bisa menciptakan 'pagar pembatas'," kata Seno.

https://nasional.kompas.com/read/2024/04/14/06325651/mungkinkah-prabowo-pertemukan-jokowi-sby-dan-megawati-dalam-satu-meja

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke