JAKARTA, KOMPAS.com - Peluang gugatan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dianggap tidak terlampau besar.
"Karena kansnya memang tidak besar. PDI-P sangat berpeluang kalah di PTUN dan dugaan saya, PDI-P juga mengetahui hal itu," kata pengamat politik Jannus TH Siahaan dalam pernyataannya seperti dikutip pada Minggu (7/4/2024).
Menurut Jannus, jika dilihat dalam konteks arena politik nasional, PDI-P dianggap hendak memperlihatkan mereka adalah partai yang pro Reformasi dan tidak sejalan dengan praktik utak-atik konstitusi demi memberi jalan buat kepentingan dan kalangan tertentu berkuasa.
"Mereka ingin menunjukkan sebagai partai reformis yang menentang setiap upaya dari pihak mana pun untuk merusak proses institusionalisasi demokrasi di Indonesia," ucap Jannus.
"Jadi kalaupun nantinya PDI-P kalah di PTUN, setidaknya PDI-P telah menunjukkan kedua hal itu kepada publik nasional," sambung Jannus.
Gugatan itu juga dianggap sebagai perlawanan politik PDI-P terhadap Jokowi yang merupakan kadernya.
Sebab Presiden Jokowi dianggap membiarkan anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, yang masih menjabat Wali Kota Solo, yang juga sebelumnya masih kader PDI-P, buat mendampingi calon presiden (Capres) nomor urut 2 Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Jannus juga menganggap langkah PDI-P mengajukan gugatan terhadap KPU melalui PTUN sebagai pernyataan sikap politik partai berlambang banteng bermoncong putih itu terhadap pemerintahan Jokowi.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, PDI-P menggugat KPU ke PTUN pada Selasa (2/4/2024) karena lembaga itu dianggap melakukan perbuatan melawan hukum dalam proses penyelenggaraan Pilpres 2024.
Ketua Tim Hukum PDI-P Gayus Lumbuun mengatakan, dalam gugatan yang teregistrasi dengan nomor perkara 133/G/2024/PTUNJKT itu menganggap tindakan KPU menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden sebagai tindakan perbuatan melawan hukum.
"Adapun perbuatan melawan hukum yang dimaksudkan dalam gugatan ini adalah berkenaan dengan tindakan KPU sebagai penguasa di bidang penyelenggaraan Pemilu karena telah mengenyampingkan syarat usia minimum bagi cawapres, yaitu terhadap Saudara Gibran Rakabuming Raka," kata Gayus di Kantor PTUN, Cakung, Jakarta Timur.
Menurut Gayus, yang menjadi fokus gugatan PDI-P terhadap KPU di PTUN adalah soal landasan hukum dalam hal administrasi pendaftaran peserta Pilpres 2024.
Dia mengatakan, Gibran belum berusia 40 tahun sebagai syarat minimum usia pendaftaran capres-cawapres sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2019.
Bahkan, ketika KPU menerima Gibran sebagai kandidat cawapres, lembaga penyelenggara pemilu itu masih memberlakukan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 yang juga mengatur tentang syarat usia capres dan cawapres yang menyatakan bahwa usia minimal bagi capres dan cawapres adalah 40 tahun.
"Fakta empiris dan fakta yuridis yang bertentangan ini menyatu dalam penyelenggaraan Pilpres 2024. Hal itu terjadi karena tindakan melawan hukum oleh KPU, tindakan yang kemudian menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan demokrasi kita," ujar Gayus.
Di lain sisi, ia menegaskan bahwa gugatan ke PTUN ini bukan merupakan sengketa proses atau pun sengketa hasil Pemilu seperti yang sedang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Tetapi ditujukan pada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh KPU (onrechmatige overheidsdaad) sebagai pokok permasalahan atau objeknya," tegas dia.
Dia menyebut, apa yang dilakukan oleh KPU dengan meloloskan Gibran dalam Pilpres 2024 adalah kecelakaan hukum dalam demokrasi Indonesia.
Menurutnya, saat ini yang harus dilakukan oleh KPU adalah membatalkan cawapres Gibran.
"Dan menjadi pembelajaran bagi kita untuk mencegah permasalahan yang sama terjadi pada Pemilu selanjutnya," pungkas Gayus.
Sementara itu, KPU menganggap gugatan PDI-P ke PTUN keliru.
"Menurut UU Pemilu, penyelesaian perselisihan atas hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden hanya di Mahkamah Konstitusi, bukan lembaga peradilan lainnya," kata anggota KPU RI Idham Holik kepada Kompas.com di sela sidang sengketa Pilpres 2024 di MK, Rabu (3/4/2024).
"Dalam merespon informasi gugatan terhadap hasil pemilu, KPU berpedoman pada UU Pemilu," tambahnya.
https://nasional.kompas.com/read/2024/04/07/17274051/pdi-p-dianggap-sulit-menang-gugat-kpu-di-ptun