JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengakui bahwa tidak ada peringatan dari Presiden Joko Widodo mengenai sensitivitas anggaran dan pembagian bantuan sosial jelang Pemilu 2024.
Hal itu ia sampaikan saat memenuhi panggilan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024, Jumat (5/4/2024).
"Kita konsentrasi kepada tupoksi masing-masing kementerian. Jadi dalam pembahasan selalu fokus pada pekerjaan kementerian. Terkait pemilu tentu dibahasnya di Kemendagri, pembahasan dengan mendagri. Jadi kalau di sektor ekonomi kita tidak membahas terkait pemilu," jelas Ketua Umum Partai Golkar itu.
Airlangga berujar, bantuan yang digelontorkan pemerintah jelang Pemilu 2024 berkaitan dengan situasi el nino.
Ia juga mengeklaim tidak ada sesuatu yang istimewa dalam hal pengerahan bansos jelang pemungutan suara.
"Programnya selalu bulanan, jadi tidak ada ekstra program yang terkait dengan pemilu," sebut Airlangga.
"Semuanya sesuai dengan apa yang dilakukan setiap bulan dan setiap tahun," kata dia.
Sebelumnya, pertanyaan tentang hal ini dilontarkan Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Saldi mengaku penasaran, karena pembahasan soal bansos ini kerap dilakukan dalam rapat bersama di Istana.
"Dalam suasana pertemuan yang sudah berhimpitan dengan jadwal pemilu itu, ada/tidak warning dari yang melakukan pertemuan ini terutama warning yang berkaitan dengan sensitivitas suasana pemilu?" tanya Saldi.
"Jadi misalnya ada yang mengingatkan (atau tidak), 'kita harus hati-hati juga, jangan kita menjalankan agenda yang sudah disusun dalam APBN lalu diterjemahkan sebagai kegiatan politik'. Ada tidak dalam rapat-rapat itu diingatkan supaya pemaknaan atau penafsiran bahwa ini terkait dengan kegiatan politik?" ujar dia.
Sebagai informasi, MK memanggil 4 menteri Kabinet Indonesia Maju untuk bicara seputar politisasi bantuan sosial (bansos) oleh Presiden Joko Widodo serta pengerahan anggaran negara untuk memenangkan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024, sebagaimana didalilkan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud dalam gugatannya ke MK.
Empat menteri itu meliputi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama mempersoalkan mengapa anggaran perlindungan sosial melonjak dibandingkan 2 tahun sebelumnya, bahkan hampir menyamai jumlah saat pandemi Covid-19 melanda pada 2020.
Mereka juga menyoroti keterlibatan aktif Jokowi dalam membagikan langsung bansos tersebut, utamanya berkaitan kunjungan kerja Kepala Negara ke Jawa Tengah yang intensitasnya lebih tinggi ketimbang wilayah lainnya selama masa kampanye Pemilu 2024.
Keempat menteri menyampaikan paparan awal, sebelum kemudian majelis hakim melontarkan aneka pertanyaan kepada mereka.
Hanya majelis hakim yang boleh bertanya kepada mereka. Para pihak dalam sidang ini juga dilarang menyampaikan interupsi.
Hakim konstitusi Arief Hidayat mengatakan, Mahkamah tidak memanggil langsung Presiden Jokowi karena menganggapnya tidak elok seorang kepala negara disidang oleh Mahkamah.
Seandainya Jokowi hanya berstatus kepala pemerintahan, menurut dia, MK bakal memanggil yang bersangkutan.
https://nasional.kompas.com/read/2024/04/05/14435541/airlangga-akui-tak-ada-warning-jokowi-soal-sensitivitas-bansos-jelang-pemilu