Salin Artikel

Respons Yusril Usai Pernyataan "MK Jangan Jadi Mahkamah Kalkulator" Dikutip Mahfud

Yusril mengatakan, pendapatnya yang dikutip Mahfud MD adalah pendapat lama tahun 2014 dan bisa berubah seiring waktu.

"Pendapat lama dan pendapat baru, bukan berarti saya inkonsisten dengan pendapat saya 2014 itu," kata Yusril di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2024).

Yusril mengatakan, pada tahun 2014 ia menjadi saksi dalam sengketa pilpres dan menyebut MK tak seharusnya menjadi mahkamah kalkulator karena memiliki kewenangan memeriksa substansi penyelenggara pemilu.

"Bahkan dapat membatalkan hasil pemilu, itu betul saya ucapkan pada tahun 2014 ketika belum ada aturan tentang pembagian kewenangan," katanya.

Saat ini telah berlaku Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang membagi kewenangan pelanggaran pemilu ke beberapa lembaga.

Jika terjadi pelanggaran administratif, kewenangan ada pada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pelanggaran pidana berada pada Gakkumdu.

MK disebut hanya memiliki kewenangan mengadili perselisihan hasil pemilu, dan tidak memiliki wewenang untuk mengadili proses dan administrasi pemilu.

"Jadi apakah saya mencla-mencle atau orang orang memang sengaja memberi gambaran ke orang-orang seolah-olah saya tidak mengerti persoalan ini, saya sangat mengerti persoalan ini," tutur Yusril.

"Jadi pendapat 2014 itu pasti akan berubah setelah 2017 karena adanya Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu yang membagi kewenangan untuk menyelesaikan persoalan yang muncul dalam penyelenggaraan pemilu," tandasnya.

Mahfud menyebutkan, pernyataan itu diucapkan Yusril ketika menjadi ahli pada sidang sengketa hasil Pilpres 2014 lalu, sedangkan kini Yusril menjadi ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran dalam sengketa hasil Pilpres 2024.

"Mahaguru hukum tata negara Profesor Yusril Ihza Mahendra saat ikut menjadi ahli pada sengketa hasil pemilu 2014, dan bersaksi di MK pada tanggal 15 Juli mengatakan bahwa penilaian atas proses pemilu yang bukan hanya pada angka harus dilakukan oleh MK," kata Mahfud dalam sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2024.

Mahfud kembali mengutip pernyataan Yusul yang menyebut pandangan tersebut bukanlah pandangan lama, tetapi pandangan baru yang terus berkembang hingga dewasa ini.

"Menjadikan MK hanya sekadar 'Mahkamah Kalkulator', menurut Pak Yusril, adalah justru merupakan pandangan lama yang sudah diperbarui sekarang," ujar Mahfud.

Mantan ketua MK ini pun mendorong lembaga yang pernah dipimpinnya ini untuk membuat landmark decision dalam sengketa hasil Pilpres 2024.

Menurut dia, membuat landmark decision adalah salah satu kunci supaya MK dapat kembali menuai apresiasi dari masyarakat.

https://nasional.kompas.com/read/2024/03/28/05253451/respons-yusril-usai-pernyataan-mk-jangan-jadi-mahkamah-kalkulator-dikutip

Terkini Lainnya

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke