Anies menyebutkan, kasus tersebut merupakan salah satu bentuk intervensi kekuasaan dalam rangkaian pelaksanaan Pilpres 2024.
"Intervensi ini sempat merambah hingga pemimpin Mahkamah Konstitusi," kata Anies, Rabu pagi.
Padahal, menurut Anies, pemimpin di MK semestinya menjadi benteng terakhir dalam menegakkan prinsi-prinsip demokrasi, bukan malah diintervensi oleh kekuasaan.
"Ketika pemimpin Mahkamah Konstitusi yang seharusnya berperan sebagai jenderal benteng pertahanan terakhir menegakkan prinsip-prinsip demokrasi terancam oleh intervensi, maka pondasi negara ktia, pondasi demokrasi kita, berada dalam bahaya yang nyata," ujar dia.
Seperti diketahui, Anwar Usman dicopot dari jabatan ketua MK karena dinyatakan melanggar etik berat terkait putusan MK yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden dalam Undang-Undang Pemilihan Umum.
Padahal, ketentuan dalam UU Pemilu sebelumnya mengatur bahwa usia minimal untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden adalah 40 tahun.
Dalam gugatannya ke MK, baik Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama meminta agar pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran didiskualifikasi.
Gibran dianggap tak memenuhi syarat administrasi, sebab KPU RI memproses pencalonan Gibran menggunakan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023. Dalam PKPU itu, syarat usia minimal masih menggunakan aturan lama sebelum putusan MK, yakni 40 tahun.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga telah menyatakan seluruh komisioner KPU RI melanggar etika dan menyebabkan ketidakpastian hukum terkait peristiwa itu.
Di samping itu, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud juga mendalilkan soal adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), dan terlanggarnya asas-asas pemilu di dalam UUD 1945.
https://nasional.kompas.com/read/2024/03/27/09331791/sidang-sengketa-pilpres-anies-intervensi-kekuasaan-merambah-hingga-pimpinan