Salin Artikel

Mengawal Transisi Jokowi ke Prabowo

Kekuasaan eksekutif akan dipegang Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang didukung partai dalam Koalisi Indonesia Maju, yang diperkirakan akan unggul tipis di parlemen.

Hanya posisi Ketua DPR secara teoritik akan dipegang partai pemenang pemilu, yakni PDI Perjuangan, jika tak ada manuver politik lain untuk mengubah undang-undang.

PDI Perjuangan akan “ditinggal” mitra koalisnya PPP, yang menurut hitungan KPU tak lolos ke Senayan. Namun, semuanya tergantung pada Mahkamah Konstitusi dan dinamika politik di parlemen. PPP mempersoalkan hasil KPU ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Rabu malam, 20 Maret 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memperoleh suara terbanyak 96.214.691 suara (58,59 persen).

Adapun pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mendapat 40.971.906 suara (24,95 persen). Sedang pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD meraih 27.040.878 suara (16,47 persen).

Jelang tengah malam, calon Presiden Prabowo Subianto menggelar jumpa pers di kediamannya bersama dengan sejumlah ketua umum partai politik pendukung.

Dalam jumpa pers yang tidak dihadiri calon wapres Gibran Rakabuming Raka, Prabowo mengajak masyarakat kembali bersatu dan bersama-sama menatap masa depan.

Pada saat hampir bersamaan, Ketua Umum Surya Paloh menyampaikan sikap partai Nasdem untuk menerima hasil Pemilu 2024.

Hasil rekapitulasi berjenjang KPU, mirip dengan hasil hitung cepat, termasuk yang dilakukan Litbang Kompas.

Namun, bangsa ini harus tetap sabar menunggu proses politik berikutnya. Masih ada ruang untuk mengajukan sengketa hasil Pemilu 14 Februari 2024 ke Mahkamah Konstitusi.

Pasangan Anies-Muhaimin dan pasangan Ganjar-Mahfud memastikan akan membawa sengketa hasil Pemilu 2024 ke Mahkamah Konstitusi. MK adalah jalur konstitusional yang disediakan konstitusi.

Meskipun Nasdem melalui Ketua Umum Nasdem Surya Paloh, beberapa jam setelah KPU mengumumkan hasil, sudah menyatakan menerima hasil pemilu 2024. Namun, langkah menggugat sengketa Pemilu ke MK adalah hak pasangan calon, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud.

Di tengah seruan kampus, Nasdem menyatakan menerima hasil pemilu 2024. Itu adalah pilihan politik Partai Nasdem.

Namun rasanya, kesabaran dan kearifan tetap dibutuhkan dalam situasi sosial-politik yang relatif sensitif seperti sekarang ini. Sebagian kampus masih bergemuruh. Seruan penyelamatan demokrasi terus digaungkan.

Rektor Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Prof Dr Fathul Wahid berseru lantang. “Mereka kuasai wasit, ubah aturan hukum, tekan pesaing politik, mobilisasi sumber daya negara untuk kemenangan politik elektoral. Pemilu yang disertai politik uang yang telah merusak tatanan nilai dan moral masyarakat kita menyempurnakan tragedi kematian demokrasi Indonesia.” (Kompas.com, 14 Maret 2024).

Fathul dalam salah satu wawancara menyuarakan civil disobidience (pembangkangan sipil).

Civitas akademi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta juga menyuarakan keprihatinan yang sama. Bahkan, dalam unjuk keprihatinan terakhir hadir Wakil Rektor UGM Arie Sudjito.

Arie mengatakan, demokrasi sedang terancam. “Dan kita harus mengingatkannya,” kata Arie.

Keprihatinan juga dilakukan elemen dosen Universitas Indonesia yang dimotori Prof Dr Sulistyowati Irianto, Prof Dr Harkristuti Harkrinowo.

Dalam The New York Review of Books, edisi 4 April 2024, Margaret Scott saat meninjau buku karya Marcus Mietzner, menulis “Indonesia’s Corrupted Democracy.”

Kritik terhadap demokrasi terus disuarakan di Tanah Air. Sukidi, pemikir kebhinekaan lulusan Harvard University, dalam esainya di Kompas, 21 Maret 2024, menulis “demokrasi sedang berada di titik nadir. Kita disadarkan ketika kerusakan demokrasi hampir sempurna.

Sukidi merujuk pada pendapat Steven Levitski dan Daniel Zibllat (2018) yang menyebut, democracy’s assasins.

Kritik mengenai demokrasi, konstitusi, etika dan moral memang terasa keras. Namun, sepertinya tak ada sepenuhnya terdengar.

Partai politik merasa bangga dengan capaian hasil pemilu yang menyebutkan, suara rakyat, suara Tuhan.

Rakyat telah bersuara melalui pemilu. Organisasi masyarakat yang biasanya kritis pun, tak terdengar suaranya. Bahkan, cenderung memberikan legitimasi. Diam adalah pilihan politik ketika bersuara punya risiko.

Seorang menteri senior di pemerintahan merasa jengkel dengan para kritikus. Bahkan, dia menyarankan – entah serius atau berkelakar – untuk keluar saja dari Indonesia jika terus mengkritik.

Bangsa ini tampaknya, kini dan saat ini, sedang terperangkap pada pembelahan aspirasi (divided aspiration) tiga lapis. Kelas atas yang mendominasi penguasaan ekonomi, punya atensi besar pada stabilitas politik, iklim bisnis dan kesinambungan.

Kelas menengah, sebagian kampus, dan sejumlah elite dan aktivis masyarakat sipil, menaruh perhatian pada isu demokrasi, konstitusi, etika, moral, dan korupsi.

Kelompok ini merasa gusar dengan merebaknya nepotisme tanpa rasa malu, pengesampingan konstitusi, rule of law serta etika dan moralitas.

Keprihatinan ini direspons dengan apa yang disebut cooling system dengan mengembangkan narasi tandingan. Dalam situasi post-truth, situasi ini menimbulkan kebingungan di akar rumput.

Pada tatanan ini orang rindu pada sosok pengusaha-aktivis Arifin Panigoro. Arifin, seorang pengusaha, jadi motor pendobrak Orde Baru karena jiwa aktivismenya.

Arifin meninggal 22 Februari 2022. Kini, yang aktivis hanya sekadar aktivis yang tak punya sumber dana. Yang pengusaha hanya pengusaha yang tak punya spirit aktivisme. Tak ada yang menjadi kanal atau penghubung antarkelas.

Keprihatinan kelas menengah hampir tak berkait dengan keprihatinan di level bawah. Massa akar rumput berjibaku dengan mahalnya kebutuhan bahan pokok termasuk beras, kesulitan mencari kerja, susahnya mengakses fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan yang tak memadai dengan IQ rata-rata 78.

Keprihatinan massa akar rumput ini dijawab dengan program bantuan populis seperti bansos, politik uang dan program makan siang gratis.

Partai politik kian teralienasi dengan rakyatnya. Hampir tak terdengar suara-suara elite politik yang menjawab keprihatinan akar rumput ataupun keprihatinan kelas menengah.

Parpol lebih memikirkan bagaimana membeli suara rakyat untuk mengantarkan mereka ke kursi kekuasaan, apakah di eksekutif ataupun legislatif.

Ketika pola membeli suara rakyat dibenarkan atau dinormalisasi, maka pada akhirnya demokrasi memang akan mati. Akan ada pola membeli suara rakyat menjadi membeli Indonesia dan itu ada kemenangan kapital.

Gejala ini dikhawatirkan seorang anggota DPR kepada saya. Ia memang tak terpilih lagi. Namun ia menangkap gejala industri demokrasi sekarang ini bisa menjadi industri mega korupsi untuk mengembalikan modal yang sudah diinvestasikan di industri politik.

Mereka yang memberi lebih banyak, mereka yang akan dipilih. Suara itu banyak terdengar dan kian nyaring.

Suasana kebatinan itu terasa. Meski tak banyak orang berani bersuara. Dalam situasi kebatinan itulah, transisi kekuasaan dari Presiden Jokowi ke Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka harus disiapkan agar tidak mengoncang stabilitas politik.

Perkembangan global, geopolitik global, dan tren global dengan kemunculan pemimpin authoritarian-populist sedang menjadi tren yang sedang mengemuka.

Transisi kekuasaan perlu dilakukan tahap demi tahapan sejak MK memutuskan sengketa Pemilu 23 April 2024. Syukur-syukur kalau bisa mencapai coalition of ideas untuk merestorasi Indonesia guna memperbaiki negeri.

Sayangnya bangsa ini belum memiliki aturan atau tata laksana soal periode transisi kekuasaan yang seharusnya diatur dalam UU Lembaga Kepresidenan.

Dalam jangka pendek, soal pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Nusantara. Siapa yang akan menandantangani keputusan presiden pemindahan Ibu Kota. Apakah Presiden Jokowi yang masih akan menjabat sampai 20 Oktober 2024 atau Presiden terpilih Prabowo Subianto yang akan dilantik pada 20 Oktober 2024?

Isu pemindahan Ibu Kota bisa saja tidak berjalan mulus karena sudah mulai ada lembaga negara dikecualikan untuk dipindahkan lebih dahulu.

Bahkan, mulai ada suara Jakarta akan menjadi Ibu Kota kekuasaaan legislatif. Dan, Nusantara akan menjadi Ibu Kota kekuasaan eksekutif.

Sejak MK memutuskan sengketa Pemilu dengan batas akhir 23 April 2024, akan ada dua matahari kembali.

Presiden Jokowi akan menjabat sebagai Presiden sampai 20 Oktober 2024. Prabowo Subianto akan menjadi presiden terpilih sejak MK menetapkan dan baru akan dilantik pada 20 Oktober 2024. Masa transisi perlu dikelola dengan kehati-hatian dan kearifan politik.

Setelah 20 Oktober 2024, Prabowo Subianto akan memegang penuh kekuasaan sebagai Presiden, sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara. Dan, Presiden Jokowi secara teoritik akan kehilangan kendali atas jalannya pemerintahan.

Meski ada usulan agar Presiden Jokowi diberi peran dalam pemerintahan atau diusulkan sebagai ketua koalisi besar. Itu tidak mudah diwujudkan.

Hal kedua soal persiapan pelaksanaan Pilkada pada November 2024 atau sebulan setelah Prabowo Subianto menjadi Presiden.

Persiapannya sudah harus segera dilakukan setelah hasil pemilu legislatif disahkan Komisi Pemilihan Umum dan dilantik 1 Oktober 2024.

Hasil pemilu legislatif akan menentukan pencalonan kepala daerah di pilkada November 2024. Pilkada akan dilaksanakan dalam kendali penuh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, termasuk kabinetnya.

Hal di depan mata lainnya adalah pemilihan komisioner KPK yang akan berakhir Desember 2024.

Meski KPK secara kelembagaan sedang diterpa banyak masalah, lembaga ini tetap strategis untuk pemberantasan korupsi.

Panitia seleksi harus dibentuk pemerintahan Presiden Jokowi untuk menyeleksi calon pimpinan KPK. Dari hasil panitia seleksi akan dilaporkan kepada Presiden Jokowi untuk diserahkan kepada DPR.

Apakah DPR 2019-2024 atau DPR 2024-2029, sangat tergantung pada kesepakatan politik. Pimpinan KPK bakal dilantik Presiden Prabowo Subianto atau Presiden Jokowi.

Transisi kekuasaan pada periode pendek perlu dipikirkan. Bahkan, untuk jangka menengah dan jangka panjang.

Sebut saja program makan siang gratis yang membutuhkan dana besar harus disiapkan ABPN atau sumber dana lainnya.

Gagasan untuk mendesain ulang sistem politik dan sistem pemilu dengan mempertimbangkan kenyataan dalam pelaksanaan pemilu 2024.

Problematika dalam pemilu 2024 harus dikoreksi agar tak menjadikan industri demokrasi menjadi industri korupsi. Sistem pemilu perlu ditata-ulang agar tidak menempatkan uang sebagai segala-galanya untuk membeli Indonesia.

Penggunaan hak angket adalah salah satu cara untuk membedah berbagai prasangka dan kecurigaan yang ada.

Angket bukan untuk menjatuhkan pemerintahan, tapi untuk menjawab berbagai prasangka kecurigaan permainan politik di bawah.

Angket harus dijadikan pembelajaran sekaligus jawaban agar tidak terjadi lagi normalisasi penyimpangan di masa mendatang. MK dan angket bisa digunakan untuk melegitimasi hasil Pemilu 2024.

https://nasional.kompas.com/read/2024/03/23/06000001/mengawal-transisi-jokowi-ke-prabowo

Terkini Lainnya

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke