PSI tengah menjadi sorotan karena perolehan suaranya dinilai tidak wajar oleh banyak pihak dan diduga terkait dengan kecurangan pemilu.
"KPU juga jangan akhirnya cuma diam Bawaslu juga diam, ngapain? Sayang kalau mereka cuma diam saja," kata Sahroni saat ditemui awak media di Pengadilan Negwleri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Selasa (5/3/2024).
Sahroni mengatakan, lembaga pelaksana dan pengawas Pemilu itu mestinya bersikap. Hal ini tidak hanya berlaku pada anomali perolehan suara PSI.
Jika hal serupa juga terjadi pada partai lain kedua lembaga itu juga harus mengambil tindakan.
"Kalau ada kenaikan signifikan mesti diklarifikasi sesegera mungkin," tutur Bendahara Umum Partai Nasdem itu.
Sahroni mempertanyakan kenapa suara PSI bisa tiba-tiba naik secara drastis dan jauh di atas hitung cepat lembaga survei.
Padahal, lembaga survei melakukan hitung cepat dengan berdasar pada metode ilmiah dan memiliki kapabilitas.
"Kalaupun mau naik, kenapa hanya salah satu partai? Nah dinamika politik per lima tahun itu di level lapangan ada tuh naik turun salah input angka, itu normal," tutur Sahroni.
Adapun lonjakan suara PSI mulai terjadi dari hanya 2,86 persen atau 2.171.907 suara pada Kamis (29/2/2024) pukul 10.00 WIB menjadi 3,13 persen atau 2.402.268 suara pada Sabtu (2/3/2024) pukul 15.00 WIB.
Dalam jangka waktu yang sama, hasil tempat pemungutan suara (TPS) yang dilaporkan di situs real count KPU bertambah dari 539.084 menjadi 541.324 TPS.
Data itu memiliki selisih cukup jauh dengan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei.
Berdasarkan data hitung cepat Tim Litbang KOMPAS yang sudah terkumpul 100 persen misalnya, PSI hanya meraup 2,8 persen suara.
Terkini, Senin (4/3/2024) pukul 09.00 WIB, Sirekap menampilkan perolehan suara PSI sebesar 2.404.212 atau 3,13 persen. Jumlah tersebut merupakan hasil rekapitulasi dari 542.031 TPS.
Belakangan, sejumlah pihak termasuk Kompas.com menemukan perbedaan data yang dinput ke Siremap dengan formulir model C yang dimuat di situs pemilu2024.kpu.go.id.
Di antara temuan itu adalah puluhan suara tidak sah di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) berubah menjadi suara PSI. Padahal dalam formulir C itu PSI hanya mendapatkan suara sekitar 1 atau bahkan 0.
https://nasional.kompas.com/read/2024/03/05/13103711/sahroni-sentil-kpu-bawaslu-cuma-diam-saat-suara-psi-naik-tak-wajar