Salin Artikel

Kemenangan Prabowo dan Menguatnya Loyalitas Politik Berbasis Misi

Para pengamat telah mencoba menjelaskan fenomena tersebut dari berbagai perspektif. Meramaikan pembahasan yang ada, tulisan ini berusaha membedah kemenangan tersebut dari sudut pandang kesetiaan atau loyalitas politik.

Pergeseran arah politik

Secara konseptual, keberhasilan suatu negara bergantung pada kinerja partai-partai politik di dalamnya.

Keberlanjutan dan kesuksesan partai-partai ini secara umum bergantung pada kesetiaan luar biasa dari individu-individu atau kader-kadernya (Muirhead, 2013).

Namun, bekerja di arena politik agaknya penuh ketidakpastian. Insentif dan kompensasi dalam politik seringkali tak berstandar dan tanpa gaji tetap.

Karenanya ketahanan mental dan kesetiaan adalah aset penting untuk meraih kesuksesan dalam politik.

Di Indonesia, sebaliknya, pergeseran arah dan pilihan politik menjadi semakin umum, tak hanya di kalangan politisi, tapi juga pada level partai. Fenomena ini makin kentara menjelang pemilu 2024 lalu, setidaknya pada dua level: institusi dan individu.

Di level institusi, berbagai koalisi politik pecah, khususnya ketika berbagai partai mengubah preferensi politik mereka.

Awalnya sejalan, Golkar dan PPP akhirnya berpisah. Begitu juga Gerindra dan PKB; dulunya hampir tak terpisahkan, sekarang berada di koalisi berbeda.

PSI, awalnya sejalan dengan Ganjar Pranowo, beralih mendukung Prabowo.

Pada tingkat individu, dinamikanya tak kalah intens. Anies Baswedan, yang dulunya sejalan dengan Partai Gerindra, kini erat terkait dengan Partai Nasdem.

Kader yang terkenal loyal dari PDIP seperti Budiman Sudjatmiko dan Maruarar Sirait akhirnya meninggalkan partainya.

Tokoh politik senior Golkar, Jusuf Kalla memilih mendukung Anies, meskipun partainya memberikan dukungan penuh kepada Prabowo.

Paling mencolok, Presiden Joko Widodo, yang dikabarkan mendukung Ganjar pada awalnya, beralih mendukung Prabowo pada akhirnya.

Jika kesetiaan politik adalah kunci untuk mencapai keberhasilan pembangunan negara, inkonsistensi dari berbagai entitas politik di atas tampak sangat tidak bijaksana.

Mereka secara terang-terangan melanggar perjanjian dan komitmen politik yang mereka setujui sebelumnya.

Namun, di era canggih saat ini, individu dan lembaga politik tampaknya lebih memilih fleksibilitas. Akses luas terhadap pengetahuan dan informasi telah menyebabkan evolusi atau setidaknya redefinisi kesetiaan politik.

Artinya, aspirasi atau misi untuk membangun negara kini seolah tak dapat dibatasi atau didominasi oleh satu atau dua partai politik tertentu.

Lebih lanjut, karena berbagai hasil riset dan opsi kebijakan kini mudah diakses dan dipelajari, entitas-entitas politik mungkin melihat bahwa mengubah preferensi politik lebih masuk akal ketimbang bertahan pada satu pilihan. Apalagi, jika satu pilihan itu dianggap korup atau tak efektif.

Di Indonesia, agaknya pandangan inilah yang kini mendominasi: setiap partai dapat dipilih oleh siapa pun yang bercita-cita membangun bangsa.

Ini memungkinkan individu, misalnya, menjadi wali kota melalui Partai X, kemudian gubernur dari Partai Y, dan akhirnya, mencalonkan diri sebagai presiden lewat Partai Z.

Proses ini erat kaitannya dengan perjalanan yang dilalui, khususnya, oleh Gibran dan Anies Baswedan.

Hal ini juga mungkin yang terjadi pada pergeseran pilihan Presiden Jokowi untuk mendukung Prabowo, yang oleh banyak pengamat dianggap sebagai kunci kemenangan Prabowo.

Kesetiaan berbasis misi

Banyak yang berpendapat bahwa hal terakhir di atas lebih merupakan langkah oportunis oleh presiden untuk mengamankan dinasti politiknya.

Argumen tersebut mungkin valid. Namun, fakta bahwa Presiden Jokowi memilih Prabowo dengan Partai Gerindra, yang selama satu dekade terakhir terus-menerus ‘mencela’ dirinya, sepertinya melawan argumen tersebut.

Gerindra, misalnya, berulang kali menyatakan bahwa presiden telah menyesatkan dan memperdalam kemiskinan rakyat dengan upayanya untuk mereformasi subsidi BBM.

Kendati tak ada yang dapat menyangkal atau menjamin apakah itu untuk keuntungan pribadi, dukungan presiden terhadap Prabowo, dalam batas tertentu, menunjukkan kesetiaannya terhadap misi pembangunannya untuk Indonesia.

Presiden dan Prabowo pun seringkali sama-sama menyatakan bahwa keberlanjutan kebijakan adalah kunci bagi Indonesia untuk maju.

Tim kampanye Prabowo-Gibran juga terus menyuarakan narasi keberlanjutan di banyak kesempatan untuk membedakannya dengan, misalnya, 'perubahan' yang dikampanyekan kandidat lain.

Diskusi tentang pengkhianatan politik memang ada, tetapi relatif sepi. Mungkin, publik sudah lelah membahas zigzag politik yang sering terjadi. Semua kubu politik, pada akhirnya, ‘sebelas-dua belas’ cara dan gerak politiknya.

Lagipula, semua partai politik di Indonesia, sama-sama mengklaim mematuhi Pancasila dan nilai-nilai nasionalis-religius.

Dengan semua partai memiliki ideologi serupa, berbagai pergeseran sikap dan pilihan politik di atas memang tak terhindarkan. Saat menandatangani komitmen politik, para individu dan partai politik ini tahu bahwa segalanya dapat berubah.

Secara keseluruhan, mungkin akurat untuk mengatakan bahwa sistem partai dan koalisi politik di Indonesia, pada kenyataannya, mirip dengan industri rental atau persewaan mobil (Samirin, 2013).

Pemilik "partai sewaan” ini pada dasarnya memiliki kepentingan yang sama dan bersaing untuk menemukan berbagai "klien" - figur individu untuk menjadi ikon mereka.

Di sisi lain, para figur ini juga membutuhkan partai atau koalisi sewaan untuk mengejar misi pembangunan yang mereka yakini.

Pada akhirnya, fenomena ini merefleksikan atas menguatnya kesetiaan politik berbasis misi. Kesetiaan politik bukan lagi berbasis partai politik tertentu.

Fenomena inilah, sepertinya, yang kemudian memberi Prabowo dukungan konvergen yang besar dari berbagai individu dan organisasi yang afiliasi politiknya berbeda dengannya.

Namun, ini tentu ada tantangannya. Bahasa lain dari jenis kesetiaan politik ini adalah pragmatisme politik.

Efek sampingnya, memaksa berbagai konsep dan kebijakan pembangunan untuk diredefinisikan dan dinegosiasikan berulang-ulang dalam setiap periode pemilihan umum. Sebab, konstelasi aktor dan kepentingannya akan senantiasa berubah.

Jika tidak dinavigasi atau dimitigasi dengan baik, alih-alih mempromosikan keberlangsungan kebijakan, maka tantangan ini jelas menghambat berbagai upaya membangun kemajuan nasional jangka panjang dan berkelanjutan.

https://nasional.kompas.com/read/2024/02/29/09490201/kemenangan-prabowo-dan-menguatnya-loyalitas-politik-berbasis-misi

Terkini Lainnya

Tanggal 27 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 26 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sudirman Said Siap Bersaing dengan Anies Rebutkan Kursi Jakarta 1

Sudirman Said Siap Bersaing dengan Anies Rebutkan Kursi Jakarta 1

Nasional
Sudirman Said: Jakarta Masuk Masa Transisi, Tak Elok Pilih Gubernur yang Bersebrangan dengan Pemerintah Pusat

Sudirman Said: Jakarta Masuk Masa Transisi, Tak Elok Pilih Gubernur yang Bersebrangan dengan Pemerintah Pusat

Nasional
Siap Maju Pilkada, Sudirman Said: Pemimpin Jakarta Sebaiknya Bukan yang Cari Tangga untuk Karier Politik

Siap Maju Pilkada, Sudirman Said: Pemimpin Jakarta Sebaiknya Bukan yang Cari Tangga untuk Karier Politik

Nasional
Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Nasional
Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Nasional
Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Nasional
Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Nasional
Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Nasional
Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Nasional
Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Nasional
Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Nasional
Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Nasional
Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke