Salin Artikel

Keanehan Pemilu di Malaysia, Kantor Pos Terima Surat Suara Karungan dari "Pemilih"

Bercermin dari keanehan ini, pemilu untuk pemilih yang terdaftar mencoblos via pos di sana akan diulang. Dalam pemungutan suara ulang, metode pos tak dipakai lagi.

Salah satu keanehan terjadi di dua tempat di Puchong, Selangor. Wilayah ini masuk wilayah kerja Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur.

Hasyim bercerita, kantor pos di wilayah tersebut menerima hantaran karung berisi surat suara "dari pemilih".

"Pertanyaannya, kok bisa ada orang bawa karung tulisannya pos Malaysia, isinya surat suara pos, diantara ke situ?" kata Hasyim dalam jumpa pers, Selasa (27/2/2024).

Padahal, surat-surat suara itu telah dikirim oleh kantor pos ke alamat masing-masing pemilih yang tertera di amplopnya.

Pemilih, seharusnya, akan mencoblos surat suara itu dan mengirimnya balik melalui pos. Sehingga, kantor pos semestinya menerima surat suara itu satu persatu, bukan karungan.

"Oleh Kantor Pos Puchong lalu ditahan dan diinformasikan kepada PPLN, jadi tidak bisa diakses," ucap dia.

Adapula, kata Hasyim, peristiwa seseorang memakai seragam pos Malaysia, mengantar karung pos Malaysia yang isinya juga surat suara.

"Sebagian itu sudah dicoblos. Sebagian masih utuh, artinya masih dalam amplop yang alamatnya masih alamat nama pemilih dan alamat pemilih itu. Ini kan keanehan-keanehan dan anomali, kenapa surat suara dalam karung pos Malaysia bisa di luar dan dipegang di dalam penguasaan pihak yang tidak berwenang?" ungkap dia.

Dua peristiwa di atas menunjukkan kejanggalan dalam distribusi surat suara pos di sana. Padahal, seandainya alamat pemilih tidak jelas, seharusnya surat suara pos itu berstatus return to sender ketika dikirim.

Kejanggalan-kejanggalan ini belum termasuk viralnya video di media sosial yang menampilkan beberapa orang mencoblosi surat suara dalam jumlah banyak di suatu tempat di Kuala Lumpur.

Sampai saat ini, belum ada penjelasan resmi dari otoritas mengenai hal itu dan penelusuran masih terus dilakukan.

Akan tetapi, Hasyim mengakui, ini menegaskan fakta bahwa metode pos dalam pemilu di Kuala Lumpur memang bermasalah.

Apalagi, tahun 2019, preseden sejenis juga terjadi di ibu kota politik negeri jiran itu.

"Faktanya, 2019, ditemukan di satu tempat, ada surat suara di pos dalam karung, yang waktu itu dia coblosi sendiri," kata dia.

Dalam proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh PPLN Kuala Lumpur pada 2023 lalu, Bawaslu menemukan hanya sekitar 12 persen pemilih yang dicoklit dari total sekitar 490.000 orang dalam Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kementerian Luar Negeri yang perlu dicoklit.

Bawaslu juga menemukan panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) fiktif hingga 18 orang.

Akibatnya, pada hari pemungutan suara, jumlah daftar pemilih khusus (DPK) membeludak hingga sekitar 50 persen di Kuala Lumpur.

Pemilih DPK adalah mereka yang tidak masuk daftar pemilih. Ini menunjukkan, proses pemutakhiran daftar pemilih di Kuala Lumpur bermasalah.

Bawaslu bahkan menyampaikan, ada dugaan satu orang menguasai ribuan surat suara yang seyogianya dikirim untuk pemilih via pos.

Bawaslu juga mengaku sedang menelusuri dugaan perdagangan surat suara di Malaysia.

Dalam mempersiapkan pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur, KPU diminta untuk melakukan pemutakhiran ulang daftar pemilih dan memastikan alamat-alamat para pemilih yang sebelumnya tidak jelas.

KPU juga memutuskan akan meniadakan pemungutan suara melalui metode pos dalam PSU ini.

KPU juga diklaim sedang memeriksa 7 anggota PPLN Kuala Lumpur yang dinonaktifkan sementara berdasarkan hasil pengawasan internal.

https://nasional.kompas.com/read/2024/02/27/19081451/keanehan-pemilu-di-malaysia-kantor-pos-terima-surat-suara-karungan-dari

Terkini Lainnya

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke