Salin Artikel

Anggaran Pertahanan Tinggi, Kenapa Masih Utang Luar Negeri?

Hal tersebut memperlihatkan bahwa dalam lima tahun terakhir Pemerintah menaruh atensi khusus dalam aspek pertahanan negara.

Pada 2018-2021, realisasi anggaran fungsi pertahanan meningkat sebesar 5,6 persen, meski memang sempat ada penurunan pada 2022 karena pandemi COVID-19 yang mengakibatkan seluruh kementerian perlu melakukan realokasi dan re-focussing anggaran.

Namun kemudian, secara bertahap penambahan anggaran pertahanan dilakukan lagi sampai pada 2023. Kementerian Pertahanan mendapatkan alokasi sebesar Rp 134,32 triliun. Sementara untuk 2024, jumlah tersebut naik menjadi Rp 139 triliun.

Angka belanja di Kementerian Pertahahan memang benar menjadi angka terbesar kedua dari seluruh kementerian. Meski angka itu belum dianggap ideal karena masih 0,78 persen PDB di mana seharusnya berada diangka 2-3 persen PDB.

Utang luar negeri untuk Pertahanan

Setiap tahun pinjaman luar negeri Kementerian Pertahanan terus meningkat hingga mencapai 5,96 miliar dollar AS tahun 2022 dan 7,13 miliar dollar AS per kuartal III/2023.

Pada 2023, impor alutsista Indonesia didominasi tank dan kendaraan perang senilai 77,59 juta dollar AS, bom dan amunisi senilai 27,52 juta dollar AS, serta senjata militer selain pistol senilai 19,30 juta dollar AS.

Kebijakan yang perlu diambil karena keterbatasan ruang fiskal APBN dalam memenuhi keharusan untuk melakukan optimalisasi pertahanan negara, salah satunya mencapai Minimum Essential Forces (MEF) 2024 yang hingga saat ini masih berada di angka 65,4 persen.

MEF erat kaitannya dengan modernisasi alutsista yang menjadi salah satu program andalan Kementerian Pertahanan.

Modernisasi seringkali dianggap sebagai bentuk pembelian alutsista baru berteknologi tinggi atau penggunaan alutsista hasil industri pertahanan nasional.

Padahal, modernisasi alutsista tidak sebatas itu; aspek dari penguatan SDM pengguna alutsista, rancang bangun keberlanjutan alutsista, hingga pemeliharaan dari alutsista itu juga turut masuk dalam ranah modernisasi.

Modernisasi dengan mengandalkan industri pertahanan dalam negeri yang masih merangkak untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi hingga menjadi lead integrator dalam ekosistem industri pertahanan juga bukan satu alternatif yang tepat untuk solusi jangka pendek.

Adanya rangkaian permasalahan internal seperti riset, SDM, dan kepastian end user mengakibatkan kapasitas industri pertahanan domestik menjadi terbatas.

Sementara, melakukan pembelian alutsista baru juga membutuhkan biaya tidak kecil. Di samping itu, dalam melakukan kerja sama pertahanan khususnya dalam jual beli alutsista terdapat afiliasi blok teknologi dari Blok Barat, Blok Timur dan Non-Blok.

Hal itu membuat negara perlu secara matang menimbang dengan negara mana harus bertransaksi karena nantinya hal tersebut juga akan memengaruhi dinamika keamanan global dan regional.

Impor alutsista harus dilakukan dengan diferensiasi asal negara, jenis barang, dan usia barang.

Berdasarkan data, nilai dan volume impor alutsista Indonesia periode 2018-2023 cenderung fluktuatif.

Hingga Mei 2023, impor alutsista Indonesia senilai 128,18 juta dollar AS (naik 28,70 persen YoY) atau sebanyak 1,16 ribu ton (naik 35,69 persen YoY) jika dibandingkan 2022 senilai 311,21 juta dollar AS.

Kondisi di atas membuat SIPRI menjadikan Indonesia menempati peringkat ke-16 negara importir senjata terbesar di dunia untuk periode 2012–2016 dan 2017–2021.

Langkah impor juga diambil karena adanya kebutuhan beragam atas alutsista yang tidak bisa dipenuhi sendiri oleh industri pertahanan nasional.

Misalnya, kendaraan lapis baja, tank, sistem artileri, jet tempur, helikopter serang, kapal perang hingga kapal selam dan rudal peluncur yang sifatnya berteknologi tinggi. Itu sebabnya, dalam beberapa tahun terakhir, terdapat pembelian seperti Rafale, KF-21, dan Mirage 2000.

Belum lagi pertimbangan lainnya seperti dinamika ancaman yang semakin kompleks, kondisi geopolitik lingkungan strategis yang penuh dengan konflik, keharusan membangun Confidence Building Measures (CBM) di tengah banyaknya kerja sama kolektif pertahanan, cyber warfare, referent object dari keamanan, kebutuhan postur pertahanan dalam memadukan teknologi serta konsep operasi perang inovatif (Revolution in Military Affairs).

Oleh sebab itu, meski anggaran pertahanan Indonesia sudah besar dengan utang luar negeri yang juga meningkat, hal itu belum cukup untuk memenuhi kebutuhan pertahanan secara utuh; mulai dari manajemen operasional, profesionalisasi prajurit TNI, sumber daya pertahanan, riset, hingga modernisasi alutsista, beserta sarpras pertahanan lainnya.

Perlu ada pemahaman bahwa pertahanan akan selalu berbanding lurus dengan upaya negara untuk meningkatkan posisi tawar dalam kancah internasional.

Anggaran pertahanan tidak boleh dilihat sebagai biaya semata, melainkan sebagai investasi masa depan yang secara langsung akan berdampak pada upaya negara untuk mencapai kepentingan nasional.

Risikonya adalah komposisi lebih di APBN atau utang luar negeri. Anggaran Pertahanan tidak dapat disubtitusi dengan anggaran lainnya, apalagi jika ingin mencapai kedaulatan dalam hal industrial skills, capacities, capabilities dan technology untuk benar mencapai keberlangsungan operational independences dalam pemenuhan alustsista.

Sehingga akhirnya kondisi tersebut akan menciptakan satu penguatan eksistensi negara dalam kancah regional dan global.

https://nasional.kompas.com/read/2024/01/31/05450091/anggaran-pertahanan-tinggi-kenapa-masih-utang-luar-negeri-

Terkini Lainnya

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke