KUNINGAN, KOMPAS.con - Calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo meminta Presiden Joko Widodo mengoreksi pernyataannya soal presiden boleh berkampanye.
Ganjar menilai, pernyataan Jokowi sebelumnya, yaitu ketika menyatakan semua Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga TNI/Polri harus netral, lebih pas diterapkan saat ia menjabat sebagai Kepala Negara.
"Kalau statement yang kedua rasanya harus dikoreksi, karena kita mempertaruhkan demokrasi ini dengan potensi intervensi dari mereka yang sedang memegang kekuasaan," kata Ganjar saat ditemui di Lapangan Puryabaya, Ciawigebang, Kuningan, Jawa Barat, Sabtu (27/1/2024).
Ganjar beranggapan, pernyataan tersebut bisa menimbulkan bahaya dalam berdemokrasi.
Terlebih, pernyataan itu menimbulkan polemik di publik karena presiden dianggap sudah tidak netral.
"Saya kira agak berbahaya kalau dilakukan, meskipun bisa saja, karena secara hukum itu diperbolehkan. Maka itu menjadi perdebatan dan hari ini perdebatan sudah terjadi," ucapnya.
Ia lalu mengingatkan, pasal dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang menjadi pijakan pernyataan Jokowi bukan pasal yang berdiri-sendiri.
Ada pasal dan ayat lain yang menjelaskan bahwa presiden yang boleh berkampanye adalah presiden yang kembali maju dalam Pilpres untuk periode keduanya (incumbent).
Sedangkan Jokowi, terhitung sudah maju dua kali pada Pilpres 2014 dan Pilpres 2019.
"Kalau tidak salah pasalnya tidak tunggal. Itu pasalnya berlapis. Kalau dia incumbent maka boleh, kalau tidak saya kira netralitas menjadi penting. Maka kata KPU orang yang incumbent harus izin kepada dirinya sendiri, itulah namanya conflict of interest," jelasnya.
Mengacu pada Pasal 299 Ayat 1 UU 7/2017, presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye.
Di ayat 2 berbunyi, pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai politik mempunyai hak melaksanakan kampanye.
Adapun dalam Ayat 3, menyatakan bahwa pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota partai politik dapat melaksanakan kampanye apabila yang bersangkutan sebagai calon presiden atau calon wakil presiden; anggota tim kampanye; atau pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sebelumnya diberitakan, Jokowi memberikan pernyataan soal keberpihakan dalam pemilu dan pemilihan presiden (pilpres) pada.
Pernyataan itu disampaikan Presiden ketika ditanya perihal menteri-menteri yang berasal dari bidang nonpolitik malah aktif berkampanye untuk pilpres pada saat ini. Jokowi mengatakan, aktivitas yang dilakukan menteri-menteri dari bidang nonpolitik itu merupakan hak demokrasi.
Selain itu menurutnya seorang presiden boleh berkampanye dan boleh memihak kepada calon tertentu dalam kontestasi pesta demokrasi.
"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja," ujar Jokowi saat memberikan keterangan pers di Terminal Selatan Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu.
"Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh. Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. (Jadi) boleh (presiden kampanye)," katanya.
Jokowi lantas mengklarifikasi pernyataannya pada Jumat sore, kemarin. Dia menekankan, jawaban yang diberikan adalah untuk menjawab pertanyaan wartawan soal menteri yang tidak ada kaitan dengan politik, namun ikut menjadi tim sukses.
Wartawan pun menyinggung soal rekomendasi yang disampaikan beberapa pihak agar menteri-menteri yang ikut Pilpres untuk mundur.
Jokowi lalu menjelaskan bahwa ada UU yang mengatur menteri hingga presiden berkampanye, yaitu UU Pemilu.
"Itu kan ada pertanyaan dari wartawan mengenai menteri boleh kampanye atau tidak, saya sampaikan ketentuan dari peraturan perundang-undangan," kata Jokowi seperti yang ditayangkan dalam YouTube Sekretariat Presiden, Jumat.
https://nasional.kompas.com/read/2024/01/27/16535361/ganjar-minta-jokowi-koreksi-pernyataan-presiden-boleh-kampanye-agak