Kesimpulan ini berbeda dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mendakwa Rafael menerima gratifikasi Rp 16,64 miliar melalui sejumlah perusahaan bersama-sama istrinya, Ernie Meike Torondek.
Majelis Hakim menyampaikan, berdasarkan uraian yang merujuk pada fakta persidangan, penerimaan uang yang masuk kategori gratifikasi Rafael Alun sebesar Rp 10.079.555.519.
“Dakwaan Penuntut Umum yang dapat dibuktikan terhadap terdakwa mengenai adanya pemberian gratifikasi adalah pada PT ARME (Artha Mega Ekadhana) gratifikasi sejumlah Rp 10.079.555.519 rupiah,” kata Hakim Anggota Eko Ariyanto dalam sidang, Senin (8/1/2024).
Eko menyebut, dalam dakwaannya, Jaksa KPK menduga penerimaan gratifikasi oleh Rafael melalui PT ARME, PT Cube Consulting, PT Cahaya Kalbar, dan PT Khrisna Bali International Cargo.
Namun, Majelis Hakim berkesimpulan, penerimaan uang yang masuk kategori gratifikasi hanya melalui PT ARME dengan nilai Rp 10.079.095.519.
Menurut Eko, uang itu diterima dalam kurun waktu 2002 sampai 2006 dari para wajib pajak yang mendapatkan layanan konsultasi dan penyusunan laporan pajak.
Pembayaran uang itu disebut dengan istilah marketing fee.
Sementara itu, saat itu Rafael merupakan pegawai pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Wilayah Jakarta.
“Jumlah seluruhnya marketing fee dari perusahaan wajib pajak yang telah membayar jasa konsultasi dan penyusunan laporan pajak kepada PT ARME dan terdakwa sejumlah 9.774.042.519 ditambah Rp 305.013.000 sama dengan Rp 10.079.055.519,” ujar Eko.
Eko lantas menjelaskan argumentasi atau alasan uang tersebut masuk kategori gratifikasi sementara terdapat pekerjaan atau jasa yang diberikan Rafael dan perusahaan kepada klien mereka.
Menurut Eko, meskipun PT ARME dan Rafael melakukan pekerjaan atau prestasi dan karena tindakan itu mereka mendapatkan bayaran, pada kenyataannya perusahaan tersebut dikendalikan Rafael.
Adapun istrinya, Ernie meski menjadi pemegang saham dan komisaris utama tetap dikendalikan oleh Rafael.
Pada saat yang bersamaan, Rafael tengah menjabat sebagai aparatur pajak pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta, melakukan pekerjaan di luar kedinasan, memberikan konsultasi dan pendampingan kepada wajib pajak.
“Kedudikan dan jabatan yang melekat pada diri terdakwa tersebut dinilai ada hubungannya ada korelasi wajib pajak yang menjadi klien PT ARME itu dapat disimpulkan uang yang diterima terdakwa dan PT ARME termasuk kategori gratifikasi,” tutur Eko.
Sebab, pada 2006 Rafael menarik istrinya dari posisi di PT ARME.
“Dengan demikian uraian penuntut umum dalam surat dakwaan bahwa jumlah penerimaan dari wajib pajak yang diterima PT ARME dalam kurun waktu 15 Mei 2002 sampai 30 Desember 2009 sejumlah Rp 12,8 miliar tidak dapat dikaitkan seluruhnya dengan terdakwa,” ujar Eko.
Sementara itu, Majelis Hakim menyimpulkan, penerimaan uang melalui PT Cube Consulting, PT Khrisna Bali International Cargo, dan PT Cahaya Kalbar bukan merupakan gratifikasi.
Dalam perkara ini, Rafael divonis 14 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Ia juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 10.079.055.519.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menilai Rafael terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana tiga dakwaan Jaksa KPK.
Adapun dakwaan tersebut adalah Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP menyangkut gratifikasi yang dianggap suap.
Kemudian, Pasal 3 Ayat 1 huruf a dan c Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Lalu, Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2024/01/08/20551161/hakim-simpulkan-rafael-terima-gratifikasi-rp-10-m-bukan-rp-166-m-seperti