Menurut Presiden, pernyataan tersebut merupakan evaluasi.
"Ya itu sebagai evaluasi," ujar Jokowi saat memberikan ket pers di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Jumat (15/12/2023).
Meski begitu, Presiden menegaskan bahwa pemerintahannya tidak pernah melakukan pembatasan apapun dalam demokrasi.
Selain itu, menurutnya tak ada pembatasan dalam berbicara dan menyampaikan pendapat.
Hal tersebut, lanjut Jokowi, terlihat dari aksi demontrasi yang kerap terjadi dan banyaknya orang yang mencaci bahkan menghina Presiden.
"Yang jelas kita ini kan tidak pernah melakukan pembatasan-pembatasan apa pun. Dalam berbicara, dalam berpendapat ada yang maki-maki Presiden, ada yang caci maki Presiden," ungkap Jokowi.
"Ada yang merendahkan Presiden, ada yang menjelekkan juga biasa-biasa saja. Di patung kuda, di depan Istana demo juga hampir setiap minggu, setiap hari juga ada. Juga enggak ada masalah," tambahnya.
Sebelumnya, capres nomor urut 1 Anies Baswedan menyebutkan, kebebasan berbicara dan indeks demokrasi di Indonesia mengalami penurunan.
Hal tersebut disampaikan Anies dalam debat pertama calon presiden Pemilu 2024 di Gedung KPU, Jakarta, pada Selasa (12/12/2023).
Anies menjawab pertanyaan moderator terkait cara mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap partai politik.
"Saya rasa lebih dari sekadar parpol, rakyat tidak percaya kepada proses demokrasi yang terjadi, itu jauh lebih luas dari sekadar partai politik," ucap Anies.
Kedua, adanya oposisi yang bebas mengkritik pemerintah dan menjadi penyeimbang pemerintah. Ketiga, proses pemilu yang netral, transparan, jujur adil.
"Dan kalau kita saksikan dua ini mengalami problem, kita saksikan bagaimana kebebasan berbicara menurun, termasuk mengkritik partai politik, dan angka demokrasi kita menurun, indeks demokrasi kita," tutur Anies.
Indeks Demokrasi Indonesia
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) skor Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) pada 2020 di angka 73,66 (skala 0 hingga 100). Semakin tinggi nilai indeks, semakin demokratis pula sebuah wilayah.
Dibandingkan dengan kondisi tahun lalu, indeks yang dibangun oleh tiga aspek: kebebasan sipil, hak-hak politik, dan kelembagaan politik, ini relatif menurun.
Namun, penurunan tersebut tidak mengubah kategorisasi kualitas indeks, tetap menempatkan negeri ini dalam kualitas demokrasi yang ”sedang”.
Sementara, menurut World Democracy Index yang disusun Economist Intelligence Unit (EIU), skor dan peringkat Indeks Demokrasi Indonesia dari 2017-2021 relatif fluktuatif. Pada 2022 skor tak bergerak atau sama dengan 2021.
Pada 2017 skor Indonesia menurut EIU adalah 6,39 (Peringkat 68 dari 167 negara). Skor itu tidak berubah pada 2018 namun secara peringkat naik ke posisi 65 dari 167 negara.
Pada 2019 naik jadi 6,48 (Peringkat 64 dari 167 negara). Kemudian pada 2020 turun jadi 6,30 (Peringkat 64 dari 167 negara). Dan pada 2021 naik menjadi 6,71 (Peringkat 52 dari 167 negara)
Skor Indonesia pada 2022 tetap di angka 6,71 dari skala 0-10 dan belum bergerak dari kategori demokrasi cacat (flawed democracy).
Capaian rendah Indonesia ada pada budaya politik yang tercatat di angka 4,38 dan kebebasan sipil di angka 6,18.
https://nasional.kompas.com/read/2023/12/15/11205641/anies-sebut-indeks-demokrasi-ri-turun-jokowi-pemerintah-tak-pernah-batasi