Salin Artikel

Urgensi Spiritualitas dan Intelektualitas Seorang Pemimpin

Spiritualitas bisa menambah bobot integritas dirinya untuk mengayomi, melindungi, dan membela rakyat kecil dari penindasan dalam bentuk apa pun, dari siapa pun. Sebab hanya dengan begitu, seorang pemimpin bisa dirasakan nyata keberpihakannya pada rakyat.

Intelektualitas bagi seorang pemimpin, sejatinya diperlukan untuk mengatasi berbagai persoalan yang lebih bersifat duniawi.

Sedangkan spiritualitas, berguna menyelaraskan pemikiran yang akan diwujudkan dalam suatu kebijakan (keputusan) yang harus selalu diorientasikan demi kepentingan orang banyak.

Karena itu ambisi pribadi tidak bisa dikedepankan, apalagi kemudian harus memonopoli kebijakan publik yang akan dirasakan langsung oleh rakyat atau masyarakat luas.

Keseimbangan antara intelektualitas dan spiritualitas sangat menentukan integritas seorang pemimpin.

Pemimpin perlu memiliki kecakapan menjelaskan program kerjanya dengan jelas pada rakyat, yang dapat merasakan dampaknya baik atau buruk. Oleh karena itu, pemimpin harus membuat keputusan terbaik dari opsi yang tersedia.

Sementara itu, aspek spiritual diperlukan agar pemimpin dapat lebih memahami dimensi batin rakyatnya. Hal ini membantu pemimpin mendapatkan dukungan penuh dan bertindak dengan rasa tanggung jawab bersama dalam pembangunan bangsa dan negara.

Melalui pemahaman intelektual dan spiritual yang baik, seorang pemimpin akan menyadari bahwa membangun bangsa dan negara tidak dapat dilakukan semata-mata oleh pemerintah, sehebat apa pun itu.

Proses pembangunan tersebut mengandung makna mendalam sebagaimana tergambar dalam naskah Proklamasi kemerdekaan Indonesia, yang tidak hanya berupaya membebaskan bangsa kita dari penjajahan, tetapi juga mencita-citakan terwujudnya negara kesatuan.

Tujuan utamanya adalah mencapai kesejahteraan umum dengan merangkul anak-anak terlantar dan fakir miskin, serta mencerdaskan kehidupan melalui pendidikan.

Seorang pemimpin harus memiliki keseimbangan antara intelektualitas dan spiritualitas untuk mencapai integritas yang utuh.

Intelektualitas diperlukan untuk menangani persoalan duniawi, sementara spiritualitas membantu menyelaraskan pemikiran dalam kebijakan demi kepentingan banyak orang.

Pemimpin yang memahami kedua dimensi ini dapat menjelaskan program kerjanya dengan jelas, memahami kebutuhan rakyat, dan membangun negara melalui asas demokrasi yang sejati.

Pemilihan Umum—terkait yang akan kita hadapi dalam waktu dekat, harus dijalankan sesuai aturan untuk mewujudkan peradaban manusia yang lebih baik.

Sebagai perisai diri, dimensi spiritual membantu pemimpin menjaga etika dan moralitas, mencegah penyalahgunaan kekuasaan.

Pemimpin ideal harus memiliki ketajaman intelektual maupun kedalaman spiritual untuk memastikan integritasnya, terutama dalam konteks debat Capres dan Cawapres—yang penting bagi masyarakat untuk menilai kualitas kepemimpinan calon penata bangsa dan negeri yang luas dan kaya sumber daya.

Karena itu, bentuk dari pelaksanaan Pemilu merupakan bagian dari proses mencerdaskan kehidupan bangsa--yang demokratis, jujur dan adil dengan suasana damai, tanpa niat curang.

Artinya, tidak boleh ada seorang pun menerabas aturan yang telah disepakati bersama sebagaimana tertuang dalam peraturan maupun perundang-undangan.

Itu sebabnya, masalah serius yang dilakukan Mahkamah Konstitusi hingga Komisi Pemilihan Umum yang mengubah tata cara debat Capres dan debat Cawapres, bisa jadi cerminan terciderainya demokrasi.

Jadi contoh buruk rupa bagi pendidikan politik rakyat yang berharap, agar Pemilu menjadi bagian dari usaha membangun peradaban manusia yang lebih bermartabat.

Dimensi spiritual seorang pemimpin, juga diperlukan untuk menjadi tameng dirinya dalam upaya menjaga etika-moral sehingga berakhlak mulia—sebagaimana telah dicontohkan para manusia bijak bestari sebelum kita.

Seorang pemimpin berkualitas harus memiliki kemampuan spiritualitas mumpuni, intelektualitas yang memadai, dan integritas yang utuh.

Oleh karena itu, debat Capres dan Cawapres menjadi penting untuk menilai kualitas dan kapasitas calon pemimpin yang akan diberikan amanah mengelola 282 juta penduduk di negeri yang luas, dengan sumber daya alam melimpah ruah.

Hal ini bertujuan agar kepentingan seluruh rakyat tidak tergadaikan demi kepentingan segelintir orang. Karena negara ini milik kita bersama, sebagai anak bangsa Indonesia.

Pemimpin yang mangkus, membutuhkan keseimbangan antara dimensi spiritual dan intelektual, karena akan memainkan peran penting dalam membentuk kepemimpinan yang holistik dan berkelanjutan.

Kemampuan menganalisis, merencanakan, dan mengambil keputusan cerdas yang jadi cerminan tingkat intelektualitas, apabila tak diimbangi dengan spiritualitas, maka risiko terisolasi dari nilai-nilai etis dan kepedulian terhadap keberlanjutan sosial dan lingkungan, menjadi nyata.

Oleh karena itu, spiritualitas dapat dianggap sebagai fondasi moral yang memandu pemimpin dalam menghadapi tantangan dengan integritas dan empati.

Sementara itu, kecerdasan intelektual memungkinkan pemimpin untuk mengembangkan strategi adaptasi yang diperlukan guna menghadapi perubahan tersebut.

Pentingnya spiritualitas dan intelektualitas juga terlihat dalam keseimbangan antara visi jangka panjang dan kebijakan praktis.

Pemimpin yang terlalu fokus pada intelektualitas, mungkin cenderung mengabaikan aspek-aspek humanis dan moral dalam pengambilan keputusan.

Sementara mereka yang kurang menghargai kecerdasan intelektual, mungkin kesulitan mengejawantahkan ide-ide berkelanjutan.

Urgensi spiritualitas dan intelektualitas bagi seorang pemimpin tidak dapat diabaikan. Kombinasi seimbang dari kedua aspek ini menciptakan pemimpin yang mampu memandu perilakunya dengan sarat visi, sarat etika, dan kecerdasan berorientasi kepentingan nasional, yang akan menciptakan dampak positif berkelanjutan.

Uraian tersebut, tentu saja relevan dengan teori kepemimpinan berbasis keseimbangan spiritualitas dan intelektualitas, terkait dengan konsep “kepemimpinan holistik”, yang mengusulkan bahwa seorang pemimpin harus memiliki keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan kebijaksanaan spiritual, dalam mengambil keputusan ketika memimpin banyak orang.

Terdapat beberapa ayat Al-Qur’an yang mendukung konsep kepemimpinan holistik. Misalnya, surah (Al-Hujurat [49]: 13) yang menggambarkan pentingnya menjaga persatuan dan saling mengenal antara sesama umat manusia, serta menunjukkan pentingnya dimensi relasional dalam kepemimpinan.

Ada pula surah (Al-Baqarah [2]: 269) dan ‘Ali Imran [3]: 159) yang menekankan nilai penting kebijaksanaan dan mendengarkan nasihat yang baik dalam mengambil keputusan.

Bagavad Ghita, yang merupakan bagian dari epik Mahabharata dalam agama Hindu, juga punya pandangan tentang kepemimpinan holistik.

Di dalamnya, terdapat konsep “Raja Rishi”, yang menggabungkan kepemimpinan dunia dengan kebijaksanaan spiritual. Konsep ini menekankan betapa seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan yang luas serta kebijaksanaan spiritual dalam memimpin masyarakat.

Seorang pemimpin yang hanya memiliki kecerdasan intelektual tanpa kebijaksanaan spiritual, dapat menjadi otoriter dan kurang empati terhadap orang lain.

Sedangkan seorang pemimpin yang hanya memiliki kebijaksanaan spiritual tanpa kecerdasan intelektual, dapat kehilangan daya saing dan efektifitas dalam menghadapi tantangan dunia nyata.

Dalam kedua ajaran tersebut, terdapat penekanan bahwa kepemimpinan yang mangkus melibatkan keseimbangan antara kebijaksanaan spiritual—seperti moralitas, etika, dan nilai-nilai manusiawi, serta kecerdasan intelektual seperti pengetahuan, keahlian, dan pemahaman tentang dunia.

Selain itu, sikap masyarakat Indonesia terhadap kehidupan rohaniah, sesungguhnya tercermin dalam cara kita menjalani laku lampah kehidupan.

Banyak dari kita yang memiliki keyakinan kuat bahwa nilai-nilai seperti kejujuran, kasih sayang, dan kedermawanan, merupakan bagian tak terpisah dari keberhasilan hidup.

Keterlibatan aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan menjadi bukti komitmen untuk memperkuat dimensi spiritual dalam rangka mencapai keseimbangan dan harmoni.

Secara keseluruhan, Indonesia sebagai bangsa spiritual menggambarkan harmoni antara keberagaman budaya, tradisi keagamaan, dan sikap masyarakat terhadap nilai-nilai rohaniahnya.

Dalam menavigasi perubahan zaman, menjaga dan memperkuat dimensi spiritual ini menjadi tantangan untuk memastikan keberlanjutan harmoni dan keberagaman yang telah menjadi ciri khas bangsa kita.

Dalam mengembangkan konsep Indonesia sebagai bangsa spiritual, perlu dipahami bahwa spiritualitas tidak hanya terbatas pada praktik keagamaan formal, tetapi melibatkan hubungan manusia dengan alam, keadilan, dan keseimbangan.

Adanya kepercayaan terhadap kekuatan alam, seperti keberadaan roh di alam sekitar, menandai kedalaman spiritualitas yang melekat dalam kehidupan keseharian.

Penting untuk dicatat bahwa Indonesia sebagai bangsa spiritual juga tercermin dalam seni dan budaya tradisionalnya. Seni rupa, tarian, musik, dan sastra tradisional, seringkali mencerminkan nilai-nilai spiritual dan mitologi yang menjadi bagian utuh dari identitas bangsa.

Masyarakat Indonesia merayakan warisan budaya ini sebagai bentuk penghormatan terhadap spiritualitas yang mengalir dalam kesejarahan mereka.

Namun, tantangan juga muncul seiring dengan modernisasi dan globalisasi. Bagaimana memadukan nilai-nilai spiritual dengan kemajuan teknologi dan perubahan sosial, menjadi pertanyaan yang relevan.

Penting untuk menciptakan keseimbangan yang memungkinkan perkembangan material dan kemajuan teknologi, tanpa kehilangan akar nilai-nilai spiritual yang memberi kekuatan pada bangsa ini.

Dengan memperkuat landasan budaya, memelihara tradisi keagamaan, dan mengintegrasikan spiritualitas dalam kehidupan kita, bangsa Indonesia dapat terus tumbuh sebagai bangsa spiritual yang adidaya secara kebudayaan.

Kesadaran akan warisan budaya dan spiritualitasnya dapat menjadi pendorong guna mencapai kemajuan berkelanjutan, menciptakan masyarakat yang seimbang dan berdaya tahan dalam menghadapi dinamika zaman.

Akhir kalam, Manusia Indonesia sejati, punya bekal lebih dari cukup untuk meraih kesadaran kosmik lantaran terbiasa hidup berdampingan bersama Sanghyang Maha Manunggal dan alam sekitarnya.

Maka ketika ia tampil sebagai pemimpin, yang dipimpinnya tak sekadar umat manusia saja, melainkan alam raya dengan segenap isinya.

https://nasional.kompas.com/read/2023/12/08/14373441/urgensi-spiritualitas-dan-intelektualitas-seorang-pemimpin

Terkini Lainnya

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke