JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara, Nawawi Pomolango mengaku ogah membuang tenaganya untuk menanggapi argumen yang dilontarkan untuk mencari-cari kesalahan.
Pernyataan tersebut Nawawi sampaikan saat dimintai tanggapan terkait pendapat guru besar ilmu hukum pidana, Romli Atmasasmita yang menuding pelantikannya sebagai Ketua KPK sementara cacat hukum.
Menurut Nawawi, saat ini dirinya memiliki banyak pekerjaan yang jauh lebih penting dan diselesaikan, alih-alih menanggapi Romli.
“Banyak pekerjaan yang menunggu dan jauh lebih penting daripada menghabiskan energi berpikir untuk argumen-argumen yang nyata-nyata dimunculkan untuk mencari-cari kesalahan,” ujar Nawawi saat dihubungi Kompas.com, Senin (27/11/2023).
Nawawi mengatakan, dirinya saat ini bersama pimpinan KPK yang tersisa fokus memulihkan marwah lembaga.
Sebab, kepercayaan publik terhadap KPK disebut merosot karena ketuanya, Firli Bahuri, menjadi tersangka korupsi.
“Tepat (memulihkan lembaga). Itu yang saya maksudkan,” kata Nawawi.
Adapun Romli menyebut pelantikan Nawawi sebagai Ketua KPK Sementara terindikasi cacat hukum.
Menurut Romli dalam analisisnya, seharusnya Presiden Jokowi terlebih dahulu mengajukan calon pengganti Firli ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan tidak menunjuk langsung Nawawi yang merupakan Wakil Ketua KPK.
Romli juga menyebut bahwa ketentuan pengisian keanggotaan sementara pimpinan KPK belum diatur dalam UU KPK Nomor 30 tahun 2002.
Romli juga menilai, ketentuan dalam UU Nomor 10 Tahun 2015 bertentangan secara diametral dengan ketentuan yang sama dalam UU KPK Nomor 19 tahun 2019.
"Prosedur penunjukan Nawawi Pomolango untuk menggantikan Firli Bahuri selaku Ketua KPK mengandung cacat hukum sehingga prosedur penunjukan dimaksud batal demi hukum dan karenanya segala tindakan hukum KPK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya menjadi tidak sah dan batal demi hukum atau dapat dibatalkan," kata Romli dalam keterangan pers yang dikutip pada Senin (27/11/2023).
Namun, argumen Romli itu dipatahkan pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar.
Menurut Zainal, pengangkatan Nawawi sebagai Ketua KPK sementara mengacu pada Pasal 33A Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.
Perppu tersebut telah disahkan menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 10 tahun 2015.
Zainal juga membantah Perppu yang telah menjadi UU itu tidak berlaku karena UU KPK Tahun 2019 telah disahkan.
Sebab, Perppu tersebut mengatur persoalan yang berbeda dan tidak bertentangan dengan UU KPK baru.
“Iya (UU KPK baru tak mengganti UU Nomor 10 Tahun 2015). Karena Perppu (yang menjadi UU Nomor 10 Tahun 2015) mengatur hal yang berbeda, yakni soal pemberhentian sementara,” kata Zainal saat dihubungi Kompas.com, Senin (27/11/2023).
Terpisah, Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menegaskan penetapan Nawawi sebagai Ketua KPK sementara sudah sesuai ketentuan hukum.
Sebagaimana penjelasan Zainal, Ari juga menyebut penetapan Nawawi Pomolango sebagai Ketua Sementara KPK merujuk pada Pasal 33A (ayat 5) Perppu Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK.
Dalam Perppu yang telah disahkan sebagai UU tersebut dinyatakan "Dalam hal kekosongan keanggotaan Pimpinan KPK menyangkut Ketua, Ketua Sementara dipilih dan ditetapkan oleh Presiden".
"Itu artinya, Presiden diberi kewenangan oleh Pasal 33A UU tersebut untuk memilih dan menetapkan Ketua Sementara," ungkap Ari.
https://nasional.kompas.com/read/2023/11/28/05303361/ketua-kpk-nawawi-ogah-tanggapi-pelantikannya-yang-diduga-cacat-hukum-banyak