Sebelumnya, Anwar dilaporkan melanggar etik dalam 15 dari 21 perkara yang masuk, dan MKMK diminta menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada Anwar.
Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang MKMK mengatur, hakim terlapor yang dijatuhi sanksi PTDH harus diberikan kesempatan membela diri melalui MKMK tingkat banding.
Masalahnya, sampai sekarang, MK belum menerbitkan Peraturan MK tentang MKMK tingkat banding tersebut.
Salah satu pelapor dari kubu Pergerakan Advokat Nusantara, Petrus Selestinus, menyerahkan pernyataan keprihatinan kepada MKMK hari ini, Senin (6/11/2023), berkaitan dengan hal itu.
Petrus menilai, hal ini berpotensi menimbulkan masalah kepastian hukum dari putusan etik besok.
"Ini masih perdebatan karena tidak ada mekanisme dalam peraturan yang dibuat ini, setelah diputus, berapa hari untuk pikir-pikir, menentukan banding. Tidak ada (aturannya)," kata Petrus di gedung MK, Senin petang.
"Dia (aturannya) hanya bilang, putusan bisa dibanding dan untuk banding akan dibentuk MKMK banding. Dan untum dibentuk MKMK banding akan diatur lewat peraturan tersendiri yang akan diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi dan peraturan itu belum ada sampai sekarang," ucap Petrus.
Padahal, mekanisme pembentukan MKMK tingkat banding ini krusial untuk ditentukan.
Dikhawatirkan, ada konflik kepentingan dalam pembentukan MKMK tingkat banding, seandainya Anwar dikenakan sanksi PTDH sedangkan dirinya pula yang melantik MKMK tingkat banding.
"Makanya seharusnya setop, percayakan kepada (Wakil Ketua MK) Saldi Isra," kata Petrus.
Hingga Jumat lalu, MKMK mengaku telah mengambil kesimpulan dari pemeriksaan puluhan pihak, berkaitan dengan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi dalam penyusunan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimum capres-cawapres.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyatakan, putusan etik nanti kemungkinan besar akan cukup tebal. Pasalnya, ada 21 laporan yang diproses MKMK. Seluruh hakim konstitusi dilaporkan dengan jumlah laporan yang berbeda.
Anwar Usman jadi hakim terbanyak dilaporkan (15), disusul Wakil Ketua MK Saldi Isra (4) dan hakim konstitusi Arief Hidayat (4). Wahiduddin Adams paling sedikit dilaporkan (1).
Total, MKMK telah memeriksa pelapor pada 21 perkara itu dalam persidangan yang digelar maraton sejak Selasa (31/11/2023).
MKMK juga telah memeriksa 9 hakim konstitusi secara terpisah dan tertutup, dengan Anwar diperiksa dua kali pada Selasa dan kemarin.
MKMK juga telah memeriksa bukti rekaman video CCTV dan panitera terkait soal kejanggalan riwayat pendaftaran perkara 90/PUU-XXI/2023 itu.
Jimly menegaskan bahwa dugaan pelanggaran etik ini bukan kasus sulit. Itu sebabnya, dari 30 hari yang disediakan regulasi, Jimly cs berani menempuh pemeriksaan cepat dan hanya bekerja praktis selama 2 pekan.
Jimly juga memberi indikasi bahwa Anwar menjadi pusaran kasus etik ini, walaupun dari 21 laporan yang masuk, sebagian juga melaporkan dugaan pelanggaran etik hakim lainnya dengan jumlah tak sebanyak Anwar.
"Independensi para hakim yang bersembilan itu bisa kita nilai satu per satu. Cuma yang paling banyak masalah ya itu yang paling banyak dilaporkan," ucap Jimly.
Oleh karena itu lah, dan juga karena pembuktiannya yang tidak sulit, Jimly cs siap memutuskan perkara ini pada 7 November 2023, sehari sebelum hari terakhir pengusulan bakal capres-cawapres pengganti di KPU RI.
Sebelumnya, banyak pihak, termasuk pakar hukum tata negara Denny Indrayana yang juga menjadi pelapor, mendesak agar putusan etik itu bisa mengoreksi putusan MK yang kadung jadi dasar hukum untuk pencalonan Pilpres 2024 di KPU RI.
Jimly meminta semua pihak menunggu putusan MKMK.
"Nanti tolong dilihat di putusan yang akan kami baca, termasuk jawaban atas tuntutan supaya putusan itu ada pengaruhnya terhadap putusan MK, sehingga berpengaruh terhadap pendaftaran capres," ungkapnya.
"Itu juga salah satu pertimbangan mengapa kita putuskan putusan itu kita bacakan tanggal 7," pungkas Jimly.
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Hakim yang setuju putusan itu hanya Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul.
Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion), bahwa hanya gubernur yang berhak untuk itu.
Sementara itu, hakim konstitusi Arief Hidayat, Saldi Isra, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo menolak dan menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion).
Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.
Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).
Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju Putusan 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.
https://nasional.kompas.com/read/2023/11/06/18362721/jelang-putusan-etik-anwar-usman-kekosongan-aturan-mkmk-tingkat-banding-jadi