Salin Artikel

Wakil Perempuan di Parlemen

Bisakah Pemilu 2024 mencapai target 30 persen minimal tersebut? Ada beberapa masalah yang perlu diatasi untuk itu.

UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pada pasal 10 ayat 7 menetapkan komposisi keanggotaan KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota agar memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen. Demikian juga untuk komposisi keanggotaan Bawaslu (pasal 92 ayat 11).

Faktanya, saat ini hanya ada satu orang perempuan di KPU dan Bawaslu. Hal yang sama sangat mungkin terjadi juga di banyak daerah.

Sebagai contoh, Bawaslu Sumatera Utara periode 2023-2028 tidak memiliki anggota perempuan, padahal pada dua periode sebelumnya ada, bahkan menjadi ketua.

Sebetulnya Tim Seleksi anggota Bawaslu Sumut sudah memilih dua perempuan dari 14 calon anggota yang diserahkan kepada Bawaslu, namun keduanya tidak termasuk dalam 7 anggota Bawaslu Sumut yang ditetapkan (Kompas.id, 18/7/2023). Alhasil di Bawaslu Sumut saat ini tidak ada wakil perempuan.

Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) mencatat seleksi gelombang pertama di 25 Bawaslu provinsi, dari total 75 anggota Bawaslu terpilih, hanya menghadirkan 11 perempuan (14,67 persen) yang menjadi komisioner (Kompas.id, 13/5/2023).

Kesimpulan: pada tingkat penyelenggara pemilu, kebijakan afirmatif keterwakilan perempuan agaknya masih belum sesuai dengan undang-undang.

Peraturan KPU

Masalah lain adalah Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Pasal 8 ayat 2 PKPU tersebut mengatur penghitungan 30 persen jumlah bakal caleg perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil).

Disebutkan bahwa jika perhitungan 30 persen dari jumlah caleg suatu dapil menghasilkan angka pecahan dua desimal di belakang koma yang bernilai kurang dari 50, maka dilakukan pembulatan ke bawah. Namun jika bernilai 50 atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.

Misalnya, suatu dapil dengan 8 kursi DPR, maka 30 persen wakil perempuan adalah 30 persen x 8 orang = 2,4 orang, yang dibulatkan ke bawah menjadi dua orang menurut PKPU 10/2023.

Padahal, menurut UU No. 7/2017 pelaksanaan pemilu sebelumnya, pembulatannya dilakukan ke atas, sehingga wakil perempuan di dapil itu seharusnya tiga orang.

Pengurangan jumlah caleg perempuan berbasis perhitungan matematika inilah (dari tiga menjadi dua) yang digugat oleh para pakar dan pegiat demokrasi peduli perempuan, karena mengalahkan kebijakan afirmatif keterwakilan perempuan dalam parlemen.

Secara nasional, perhitungan dengan metoda pembulatan ke bawah yang dianut KPU itu menyebabkan berkurangnya kuota caleg perempuan di 38 dapil, dari 80 dapil di seluruh Indonesia (Kompas.id, 9/5/2023).

Para aktivis perempuan meminta KPU untuk merevisi PKPU No. 10/2023. Setelah membahas isu ini bersama Bawaslu dan DKPP (9/5/2022), KPU menyatakan akan merevisi PKPU tersebut.

Namun niat itu batal, sebab dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR (17/5/2023), dinyatakan bahwa PKPU itu tidak melanggar UU Pemilu karena jumlah 30 persen bakal caleg telah terlampaui.

Kegamangan KPU untuk merevisi PKPU No. 10/2023 setelah rapat dengan DPR sejatinya tidak sesuai dengan UU Pemilu, bahwa dalam menyelenggarakan pemilu, penyelenggara pemilu harus memenuhi prinsip mandiri (Pasal 3), tidak terpengaruh oleh lembaga lain.

Tidak dilakukannya revisi PKPU No. 10/2023 mendorong kelompok aktivis perempuan dan pegiat demokrasi seperti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Koalisi Peduli Keterwakikan Perempuan untuk mengajukan permohonan uji materi PKPU tersebut ke Mahkamah Agung pada Juni 2023.

Walau cukup lama, permohonan itu akhirnya disetujui Mahkamah Agung pada Agustus 2023. MA membatalkan PKPU No. 10/2023 karena dinilai bertentangan dengan UU No. 7/2017 tentang Pemilu. Pembulatan yang sah adalah bukan ke bawah, melainkan ke atas.

Atas dasar fatwa MA ini, KPU seharusnya merevisi PKPU No. 10/2022, agar sinkron dengan UUD dan UU Pemilu.

Biaya politik

Kendati sudah dalam arah yang benar, namun hingga kini target 30 persen minimal keterwakilan perempuan di DPR/DPRD belum tercapai. Beberapa kendala yang ada antara lain sebagai berikut.

Pertama, banyak parpol, khususnya yang baru berdiri, kesulitan mencari calon legislatif perempuan yang siap memasuki dunia politik.

Caleg perempuan umumnya menghadapi kendala biaya, waktu dan tenaga dibandingkan caleg pria untuk menang dalam persaingan merebut suara pemilih.

Kedua, berbeda dengan pria, perempuan kurang leluasa untuk berkarier di bidang politik karena pekerjaan membesarkan anak dan mengurus rumah tangga juga membutuhkan perhatian.

Merintis karier di bidang politik menuntut kemauan dan kemampuan untuk bertemu dengan orang banyak dan mencermati masalah yang dihadapi masyarakat, sementara imbalan dalam bentuk materi tidak langsung dapat diperoleh.

Ketiga, sistem pemilu proporsional terbuka menyebabkan setiap caleg harus bersaing dengan caleg lain yang separtai maupun dengan caleg dari partai lain.

Dalam kondisi ini, biaya politik menjadi tinggi. Hal ini menyebabkan peluang perempuan untuk menjadi caleg dan menang dalam pemilu menjadi semakin kecil.

Politisi perempuan yang bermodal semangat, namun tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan kepala daerah, atau pemilik modal, serta tidak sepopuler caleg selebritis, cenderung tereliminasi pada tahap awal.

Politisi perempuan tanpa modal finansial yang cukup juga akan sulit untuk mengerahkan saksi di semua TPS di dapilnya, dan memantaunya secara langsung serta mengatasi masalah yang muncul di lapangan.

Target 30 persen

Menghadapi kendala besar bakal caleg perempuan dalam pemilu, beberapa upaya berikut kiranya dapat dilaksanakan.

Pertama, parpol memberi para caleg perempuannya nomor urut kecil, karena umumnya pemilih enggan meneliti daftar caleg yang panjang dalam waktu terbatas.

Kedua, KPU dan aparat keamanan mencegah terjadinya pembelian suara atau “serangan fajar” dan mencegah terjadinya “pemaksaan” untuk mencoblos calon tertentu, agar pemilih lebih obyektif dalam memilih calon.

Caleg perempuan berpeluang untuk dipilih dengan pelaksanaan pemilu yang bebas dari tekanan dan politik uang.

Ketiga, mendidik masyarakat, khususnya pemilih perempuan, tentang kebajikan memilih caleg perempuan dibandingkan caleg pria, ketika keterwakilan perempuan dalam DPR/DPRD masih di bawah 30 persen.

Para akademisi dan aktivis perempuan perlu menonjolkan hubungan positif antara komposisi perempuan dalam parlemen dengan tingkat kemiskinan, kesehatan, kesejahteraan, kriminalitas, dan sejenisnya sebagaimana yang terbukti di negara-negara demokratis yang maju.

Kebijakan afirmatif untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen tidak cukup ampuh hanya dengan membuat undang-undang. Mencegah rintangan yang dihadapi perempuan dalam mengarungi rimba belantara politik yang cenderung maskulin perlu dilakukan.

Hal itu menuntut pengawalan yang serius terhadap pelaksanaan proses pemilihan umum dari semua pihak, agar tidak terjadi penyimpangan dari kebijakan afirmatif yang sudah disepakati.

Kesamaan pandangan dari berbagai pihak akan mempercepat pencapaian target minimal 30 persen perempuan di parlemen. Pada Pemilu 2024, diharapkan target itu sudah tercapai. Semoga.

https://nasional.kompas.com/read/2023/10/05/13000021/wakil-perempuan-di-parlemen

Terkini Lainnya

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke