Salin Artikel

MK Tak Terima Lagi Gugatan "Presidential Threshold", Kali Ini dari Partai Buruh

Ketua MK Anwar Usman mengatakan, para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan ini. Sebab, Partai Buruh bukan termasuk partai politik peserta Pemilu 2019 yang dapat mengusung calon presiden dan wakil presiden.

"Mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," ujar Anwar Usman membacakan amar putusan perkara 80/PUU-XXI/2023.

Wakil Ketua MK Saldi Isra, sebagaimana putusan-putusan sebelumnya terkait ambang batas pencalonan presiden yang diatur dalam Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion bahwa permohonan Partai Buruh seharusnya dikabulkan sebagian.

Sementara itu, hakim Suhartoyo menyampaikan concurring opinion terkait kedudukan hukum para pemohon.

Temukan celah

Sebelumnya, Partai Buruh mengaku yakin gugatan mereka terkait ambang batas pencalonan presiden atau yang kerap disalahartikan sebagai presidential threshold bisa dikabulkan MK.

Pengacara Partai Buruh, Feri Amsari, merasa telah menemukan celah agar MK mengadili ketentuan yang selama ini dianggap sebagai ranah pembentuk kebijakan (open legal policy).

MK dianggap telah berubah pandangan dalam menghadapi pasal open legal policy, tercermin dari putusan mereka memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK, Mei 2023 lalu, yang seharusnya ranah open legal policy.

"Dengan demikian, MK wajib pula menafsirkan apakah Pasal 222 UU Pemilu ini bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak. Jadi, tidak bisa lagi menghindar dengan alasan open legal policy," kata Feri dalam jumpa pers pada 14 Juli 2023.

Contoh teranyar adalah ditolaknya permohonan PKS pada perkara nomor 52/PUU-XX/2022.

Dalam permohonan itu, PKS melampirkan kajian bahwa ambang batas pencalonan presiden seharusnya dibuat dengan basis perhitungan yang lebih cermat dan rasional.

Dalam putusannya, MK mengapresiasi kajian itu tetapi menyerahkannya kepada pembentuk undang-undang.

Sementara itu, dari 30 perkara sejenis yang diadili MK dan gugur, Mahkamah juga kerapkali mempermasalahkan kedudukan hukum para pemohon.

Soal kedudukan hukum, Partai Buruh optimistis memenuhi syarat.

Dengan keadaan ini, Partai Buruh yakin MK akan kembali ke substansi permasalahan, yaitu tidak selarasnya ketentuan "presidential threshold" dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.

Sebab, Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 mengatur bahwa calon presiden-wakil presiden diusung oleh partai politik sebelum pemilu digelar, bukan pemilu sebelumnya.

Bermodal ketentuan itu, Partai Buruh semestinya berhak mencalonkan jagoannya karena sudah ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2024 sebelum pencalonan presiden.

Namun, lewat ketentuan "presidential threshold", ketentuan itu dimodifikasi sehingga calon presiden-wakil presiden diusung oleh partai politik berdasarkan capaian di pemilu sebelumnya, yakni minimum 20 persen kursi DPR RI atau 25 persen suara sah nasional.

Aturan tersebut membuat Partai Buruh, juga partai-partai politik pendatang baru dan partai-partai nonparlemen, harus bergabung dengan partai-partai politik penguasa Senayan untuk bisa mengusung calon presidennya.

"Dari 30 (uji materi "presidential threshold" yang gugur) itu nanti kita breakdown, kita perlihatkan ke hakim MK, bahwa alasan Partai Buruh itu berbeda," ujar Feri yang juga ahli hukum tata negara Universitas Andalas.

Sejauh ini, MK dalam putusan sebelumnya selalu menegaskan pendiriannya bahwa presidential threshold dapat memperkuat sistem presidensial yang dianut Indonesia, agar presiden dan wakil presiden terpilih memiliki kesamaan frekuensi dengan suara mayoritas parlemen.

Dalam putusan ke-27, misalnya, yaitu nomor perkara 4/PUU-XXI/2023, Mahkamah menegaskan bahwa mereka masih tetap pada pendirian itu dan belum berubah pikiran.

https://nasional.kompas.com/read/2023/09/15/09591741/mk-tak-terima-lagi-gugatan-presidential-threshold-kali-ini-dari-partai-buruh

Terkini Lainnya

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke