Catur sudah mendekam di rumah tahanan (Rutan) KPK sejak 11 Mei lalu. Ia diduga membuat negara rugi Rp 46 miliar dengan cara membuat proyek pengadaan subkontraktor fiktif.
Adapun PT Amarta Karya merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Penyidik menemukan adanya tambahan dugaan perbuatan pidana lain berupa pencucian uang,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri saat ditemui awak media di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (21/8/2023).
Ali mengatakan, ketika tim penyidik memeriksa dugaan korupsi proyek fiktif di PT Amarta Karya, KPK menemukan dugaan Catur menyamarkan kekayaannya.
Tindakan itu dilakukan dengan menempatkan, membelanjakan, dan mengubah bentuk uang hasil korupsi dengan tujuan mengaburkan asal usul kekayaan itu.
“Sebagaimana ketentuan Pasal 3 Undang-Undang TPPU,” ujar Ali.
Saat ini, ali mengatakan, tim penyidik terus mengumpulkan barang bukti dengan memanggil sejumlah saksi.
Uang itu diambil dari pembayaran sejumlah proyek yang dikerjakan PT Amarta karya.
Trisna kemudian melaksanakan perintah itu. Ia dan sejumlah staf PT Amarta Karya mendirikan CV fiktif pada 2019.
“Vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek PT Amarta Karya,” ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK pada 11 Mei 2023.
Tindakan mereka diduga membuat negara rugi Rp 46 miliar. Sebagian uang tersebut digunakan untuk membeli emas, pelesiran ke luar negeri, membayar tagihan kartu kredit, member golf, dan dibagikan ke pihak lain.
https://nasional.kompas.com/read/2023/08/21/20211601/kpk-tetapkan-eks-dirut-bumn-pt-amarta-karya-sebagai-tersangka-tppu