JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda Kresno Buntoro mengaku, penanganan kasus dugaan suap yang menjerat Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Kabasarnas) RI Marsekal Madya (Marsdya) Henri Alfiandi akan dilakukan secara terbuka.
Sekalipun jika peradilan kasus ini dilakukan di Peradilan Milier, kata dia, prosesnya tak akan ditutup-tutupi.
Ini Kresno sampaikan menjawab kekhawatiran banyak pihak mengenai kemungkinan kasus dugaan suap Kabasaras bernasib sama seperti dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW-101 tahun 2015-2017 yang penyidikannya dihentikan.
“Yang pasti kita mohon untuk publik, media untuk mengawal perkara ini dan yakin bahwa tidak ada keinginan untuk menutup-nutupi dan sebagainya,” kata Kresno dalam Satu Meja The Forum Kompas TV, Rabu (2/8/2023).
Terkait kasus dugaan korupsi pembelian helikopter Augusta Westland (AW)-101, kata Kresno, Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI punya alasan kuat untuk menghentikan penyidikannya.
Katanya, penyidik kekurangan alat bukti sehingga terpaksa tidak bisa menindaklanjuti.
“Kalau terkait helikopter AW-101 itu posisi kasusnya sudah (diterbitkan) SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Artinya apa, karena kurang alat bukti maka itu terpaksa dikeluarkan,” ucap Kresno.
“Dan kalau seandainya ke depan ada tambahan alat bukti lagi kasus ini bisa dibuka lagi, jadi enggak perlu khawatir,” tuturnya.
Meski demikian, Kresno mengakui, pihaknya menginginkan supaya persidangan terhadap Marsdya Henri dalam kasus ini digelar di Peradilan Militer.
Sebab, dugaan tindak pidana yang menjerat Kabasarnas itu terjadi ketika dia masih menjadi prajurit aktif TNI Angkatan Udara (AU).
“Jadi kita mengenal masalah tempus delicti, ketika prajurit aktif melakukan tindak pidana, maka dia tunduk pada mekanisme sistem peradilan militer,” katanya.
Meski begitu, lanjut Kresno, dalam proses penyidikan kasus ini pihaknya akan terus berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Jadi yang pasti sekarang ini adalah penyidikan proses pemeriksaan dan kemudian kita mengharapkan KPK untuk ikut membantu di dalam proses penyidikan ini,” tutur dia.
Sebagaimana diketahui, Puspom TNI telah menetapkan Kabasarnas RI Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka kasus dugaan suap di lingkungan Basarnas.
Namun demikian, publik khawatir penyidikan kasus itu tak tertangani dengan baik. Pasalnya, Puspom TNI sebelumnya pernah menghentikan penyidikan terhadap lima tersangka dari unsur militer terkait dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW-101 tahun 2015-2017.
Adapun kelima tersangka dari unsur militer yang dimaksud dalam kasus Helikopter AW-101 ialah Kepala Unit Pelayanan Pengadaan Kolonel Kal FTS SE, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa Marsekal Madya TNI FA, dan pejabat pemegang kas Letkol administrasi WW.
Lainnya, staf pejabat pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, yakni Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI SB.
Dalam perjalanan perkara ini, Mejalis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis terhadap Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh dengan pidana selama 10 tahun penjara.
Irfan Kurnia Saleh dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101 di lingkungan TNI AU tahun 2015-2017.
https://nasional.kompas.com/read/2023/08/03/19000001/nasib-kasus-kabasarnas-dikhawatirkan-sama-dengan-korupsi-heli-aw-101-tni-