Salin Artikel

Pimpinan KPK Minta Maaf Usai Tetapkan Kabasarnas Tersangka, Samad: Memalukan

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menilai, pernyataan pimpinan KPK yang menyebut penyidik khilaf usai menangkap prajurit TNI aktif yang diduga tersangkut perkara suap di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), memalukan dan membuat gaduh ruang publik.

"Kenapa menjadi ribut? Karena pimpinan KPK sendiri yang membuat kegaduhan. Dan tindakan pimpinan KPK kali ini adalah tindakan yang sangat memalukan dan dungu," ujar Samad saat dihubungi, Senin (31/7/2023).

Ia menjelaskan, setiap keputusan yang diambil pimpinan KPK dilakukan secara kolektif kolegial atau bersama-sama dalam forum ekspose perkara.

Kalaupun ada pimpinan yang berhalangan hadir secara langsung, biasanya proses pengambilan keputusan dilakukan melalui sambungan virtual.

"Kan KPK punya perangkat teknologi, misalnya lewat telepon, WA, Zoom, dan lain-lain. Dia punya perangkat itu," tutur Samad.

"Dia bisa ikut dalam rapat itu. Sehingga keputusan yang diambil pastilah sifatnya kolektif kolegial, yaitu keputusan bersama-sama oleh pimpinan KPK dan mengikat," imbuhnya.

Ia menambahkan, setiap keputusan strategis yang diambil, termasuk dalam penetapan tersangka, ditempuh secara kolektif kolegial. Sehingga, ia merasa janggal ketika ada pimpinan KPK yang meminta maaf usai mengumumkan status seseorang sebagai tersangka.

"Karena keputusannya sudah mengikat. Enggak boleh gitu. Putusannya cuma satu, putusan pimpinan KPK, bukan per orang. Itulah ya disebut kedunguan dan memalukan," tukasnya.

KPK-TNI harus tangani secara bersama-sama

Samad juga berbicara mengenai bagaimana seharusnya penanganan kasus dugaan korupsi di lingkungan Basarnas yang melibatkan prajurit TNI aktif, harus dilakukan bersama-sama.

"Tidak perlu diserahkan sepenuhnya. Ini kan seolah-olah diserahkan ya, diambil alih oleh TNI ya. Tidak perlu," jelas Samad.

Samad mengatakan, KPK perlu memanggil TNI untuk ikut menangani perkara dugaan suap di Basarnas ini.

Dia menyebut koneksitas antara KPK dan TNI perlu dibentuk dalam menangani kasus tersebut.

"Inilah yang disebut koneksitas, penanganannya bersama-sama, yaitu disebut koneksitas dalam KUHAP. Kenapa bisa dilakukan? Karena UU menyatakan itu, penanganannya dilakukan bersama-sama," terangnya.

Samad mengatakan Basarnas bukanlah institusi militer, melainkan sipil. Sebab, kerja mereka berkaitan dengan kepentingan sipil, yakni bencana alam.

Apalagi, kata dia, Basarnas tidak berada di bawah TNI.

Selain itu, kasus korupsi yang terjadi di Basarnas juga tidak berkaitan dengan kepentingan militer.

"Karena pengadaan alat-alat bencana kan untuk Basarnas. Itu apa? Sipil kan? Kepentingan sipil. Bukan berkaitan kepentingan militer," ujarnya.

"Terkecuali, misalnya, pengadaan alat-alat militer. Misalnya alutsista, atau seragam militer. Nah itu kan yang dimaksud berkaitan dengan militer. Tapi ini kan tidak, alat-alat bencana untuk masyarakat berarti berkaitan dengan kepentingan sipil," jelas Samad.

Dengan dasar-dasar tersebut, Samad menilai seharusnya TNI dan KPK dapat melakukan penyidikan bersama-sama. Sementara proses persidangan dapat dipisahkan. 

"Ketika mau disidang, barulah yang TNI disidang di peradilan militer. Kemudian yang sipil di peradilan umum. Tapi penanganan perkaranya itu dilakukan bersama-sama antara KPK dan TNI. Bukan diserahkan sepenuhnya kepada militer," imbuhnya.

Catatan: Redaksi telah mengubah judul artikel ini pada pukul 16.18 WIB dan memperbaiki isi badan berita.

https://nasional.kompas.com/read/2023/07/31/14351331/pimpinan-kpk-minta-maaf-usai-tetapkan-kabasarnas-tersangka-samad-memalukan

Terkini Lainnya

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke