Dia mengatakan, keterlibatan aparat negara dalam kasus itu perlu untuk ditelusuri secara tuntas agar kasus tersebut tidak terulang kembali.
"Jadi kalau ini ada kasus yang mulai ada penetapan tersangka untuk penjualan organ tubuh, artinya ada kemajuan yang didorong dan dikawal bagaimana tidak hanya mengungkap pelaku terorganisir yang individual," ujar Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah kepada Kompas.com, Jumat.
"Tetapi juga keterlibatan oknum negara apakah imigrasi atau instansi lain penting untuk ditelusur," sambung dia.
Selain itu, Komnas HAM juga mendorong agar kepolisian bisa bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak aliran uang dalam kejahatan itu.
Di sisi lain, Anis berharap momentum pengungkapan TPPO modus perdagangan organ tubuh tersebut bisa dimanfaatkan Satgas TPPO mengungkap kejahatan perdagangan orang lainnya.
"Termasuk scaming yang sangat masif korbannya. Sehingga publik ini diberikan hak atas keadilan, terkait dengan kasus-kasus TPPO yang masif korbannya, tetapi aparat penegak hukum selama ini kesulitan mencari pelaku terorganir," kata dia.
Sebelumnya, Tim gabungan dari Polda Metro Jaya dan Mabes Polri menangkap 12 tersangka sindikat jual beli ginjal jaringan internasional.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengatakan, 12 orang tersebut menjual ginjal ke Kamboja.
Mereka mempunyai peran masing-masing untuk melancarkan aksinya.
"Dari 12 tersangka ini, 10 merupakan bagian daripada sindikat, di mana dari 10 orang, sembilan adalah mantan donor. Kemudian, ini ada koordinator secara keseluruhan, atas nama tersangka H, ini menghubungkan Indonesia dan Kamboja," kata Hengki di Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kamis (20/7/2023).
Oknum polisi dan petugas imigrasi ikut ditangkap dari 12 orang yang ditangkap, dua di antaranya adalah oknum anggota Polri dan oknum petugas imigrasi.
Hengki menjelaskan, oknum anggota Korps Bhayangkara itu berinisial Aipda M, sedangkan oknum petugas imigrasi berinisial HA.
Aipda M berperan membantu para tersangka agar tidak terlacak oleh aparat.
"Dia ini anggota yang berusaha mencegah, merintangi, baik langsung atau tidak langsung proses penyidikan yang dilakukan tim gabungan, yaitu dengan cara menyuruh membuang HP, berpindah-pindah tempat, pada intinya adalah menghindari pengejaran dari pihak kepolisian," ujar Hengki.
Aipda M diketahui menerima uang total Rp 612 juta atas perannya itu.
https://nasional.kompas.com/read/2023/07/22/07184321/komnas-ham-dorong-polisi-bongkar-sindikat-perdagangan-orang-yang-lebih-besar