JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengaku belum tahu usulan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang berharap agar pelaksanaan Pilkades Serentak 2024 diundur.
Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari, justru mengungkit kembali ucapan lamanya bahwa untuk mengantisipasi potensi ancaman keamanan, sebaiknya pilkada dipercepat.
"Aku belum tahu apa dasarnya dia (Bawaslu usul penundaan Pilkada 2024). Kalau kita penginnya lebih cepat lebih baik, coblos itu di September," kata Hasyim kepada wartawan pada Kamis (13/7/2023).
Sebagai informasi, Pasal 201 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 mengamanatkan agar Pilkada 2024 digelar pada bulan November.
Kesepakatan informal antara KPU, pemerintah, dan DPR RI menyetujui Pilkada 2024 diselenggarakan 27 November 2024.
Hasyim menuturkan bahwa majunya jadwal ini sebagai bagian dari upaya mencapai keserentakan pelantikan kepala daerah pada Desember 2024.
“Selama ini, pilkada serentak itu yang tercapai baru keserentakan pencoblosan, keserentakan pelantikan belum. Padahal dalam UU Pilkada ada, keserentakannya adalah bersama-sama dengan pelantikan pejabat yang masa jabatannya paling akhir,” sebut Hasyim dalam diskusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kamis (25/8/2022).
Menurutnya, pemungutan suara yang baru digelar November 2024 terlalu dekat dengan rencana pelantikan pada Desember 2024, mengingat selalu adanya potensi digelarnya pemungutan dan penghitungan suara ulang hasil sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Karena mungkin orang (calon) akan menggugat ke MK. (Kalau) MK membuat putusan pemungutan suara ulang, rekapitulasi suara ulang, untuk mencapai keserentakan pelantikan agak berat,” ucapnya.
Dimajukannya jadwal pemungutan suara ke September 2024 dinilai memberikan ruang gerak yang leluasa apabila terjadi perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada Pilkada Serentak.
"Kira-kira pilkada kabupaten/kota sudah ada hasil (PHPU) dalam 7 hari. Pilgub, sekitar 14 hari. Kalau ada pemungutan suara, perhitungan suara, kita masih bisa mengejar pelantikan pada Desember 2024,” jelas Hasyim.
Di samping itu, Pilkada yang digelar pada September 2024 juga dianggap lebih menjamin stabilitas nasional, khususnya dalam hal keamanan.
Pilkada yang dihelat November 2024 dianggap kurang tepat dari segi waktu, sebab presiden dan wakil presiden yang baru terpilih hasil Pemilu 2024 baru dilantik sebulan sebelumnya.
“Tetapi beda kalau pencoblosannya September. Presidennya masih yang sekarang, pemerintahannya bisa dikatakan masih utuh,” ujar Hasyim.
Akan tetapi, untuk memuluskan usul ini, KPU perlu mengajukan revisi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016.
“Mungkin, nanti KPU akan mengajukan usulan itu,” pungkasnya.
Sementara itu, usul Bawaslu untuk pembahasan opsi penundaan Pilkada 2024 dikarenakan pertimbangan adanya irisan antara tahapan Pilkada dengan Pemilu 2024 dan adanya potensi masalah keamanan.
Hal ini disampaikan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam Rapat Koordinasi Kementrian dan Lembaga Negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP) dengan tema Potensi dan Situasi Mutakhir Kerawanan Pemilu serta Strategi Nasional Penanggulangannya di Jakarta, Rabu (12/7/2023).
"Kami khawatir sebenarnya Pemilihan (Pilkada) 2024 ini. Karena, pemungutan suara pada November 2024 yang mana Oktober baru pelantikan presiden baru, tentu dengan menteri dan pejabat yang mungkin berganti," ujar Bagja dikutip situs resmi Bawaslu RI, Kamis (13/7/2023).
"Karena itu, kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan (pilkada) karena ini pertama kali serentak," lanjutnya.
Potensi masalah keamanan ini berkaitan dengan pasukan keamanan yang tersebar di wilayah masing-masing karena pilkada berlangsung serentak, sehingga perbantuan personel keamanan hampir sulit dilakukan.
Sementara itu, potensi konflik di dalam perhelatan pilkada selalu lebih tinggi dibandingkan pemilu secara nasional, disebabkan karena lebih tingginya sentimen kedekatan antara konstituen dengan calon kepala daerah yang berkontestasi.
"Kalau sebelumnya, misalnya pilkada di Makassar ada gangguan kemanan, maka bisa ada pengerahan dari polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain," ujar Bagja.
"Kalau Pilkada 2024 tentu sulit karena setiap daerah siaga menggelar pemilihan serupa," ungkap pria 43 tahun itu.
Pilkada 2024 digelar serentak untuk daerah-daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada tahun 2022, 2023, 2024, dan 2025.
Total, ada 37 provinsi (minus DI Yogyakarta), 415 kabupaten, dan 98 kota yang bakal berpartisipasi dalam pilkada serentak seluruh daerah sepanjang sejarah Indonesia ini.
https://nasional.kompas.com/read/2023/07/13/21210781/respons-bawaslu-kpu-kembali-ungkit-harapan-agar-pilkada-maju-2-bulan