Salin Artikel

Mei 1998, Saat Jakarta Dilanda Kerusuhan Mencekam dan Ditinggal Para Penghuninya...

JAKARTA, KOMPAS.com - Malam sudah menunjukkan pukul 23.30 WIB. Namun, sekeluarga yang terdiri dari enam orang yakni ibu, ayah, dan empat anak, masih terduduk lesu di teras Bandara Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau.

Mereka tampak risau, waswas dan gelisah menunggu jemputan yang tak kunjung datang.

Pemandangan ini terjadi 25 tahun silam, tepatnya 19 Mei 1998, beberapa hari setelah Jakarta dilanda kerusuhan kelam.

Kerusuhan dipicu oleh krisis finansial Asia yang terjadi sejak tahun 1997. Akibat krisis berkepanjangan, mahasiswa melakukan aksi demonstrasi besar-besaran menuntut reformasi.

Mahasiswa dari berbagai kampus menentang pemerintahan Orde Baru dan menuntut Presiden Soeharto mundur. Sebabnya, pemerintahan Orde Baru dinilai melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) hingga menyeret negara ke pusaran krisis moneter.

Demonstrasi tersebut berujung tewasnya empat mahasiswa Universitas Trisakti karena penembakan oleh aparat. Peristiwa ini kian memicu amarah publik yang berujung pecahnya kerusuhan di berbagai titik di Ibu Kota Negara.

Kerusuhan melebar hingga terjadi aksi perusakan, penjarahan, dan pembakaran oleh perusuh. Massa menyasar pusat perbelanjaan, pertokoan, perkantoran, perbankan, hingga fasilitas publik.

Sebagian objek sasaran aksi massa merupakan kepunyaan etnis Tionghoa.

Suasana kian mencekam karena terjadi aksi pemerkosaan terhadap puluhan perempuan yang sebagian adalah keturunan Tionghoa. Pemerkosaan sebagian besar terjadi di Jakarta dan sisanya di Palembang, Medan, Solo, dan Surabaya.

Kaosnya situasi Jakarta akhirnya memaksa sebagian penduduknya, terutama keturunan Tionghoa, bergegas mengungsi.

Keluarga yang dijumpai Kompas, Selasa (19/5/1998) lampau di Bandara Hang Nadim mengaku baru pertama kali ke Batam. Mereka mengungsi karena situasi Jakarta yang mengerikan.

"Kami sedang menunggu jemputan. Suami saya lagi menelepon temannya yang sebelumnya berjanji akan menjemput di bandara. Tetapi, kalau si penjemput tidak datang, kami susah karena ke Batam baru pertama kali," kata Ibu berusia lima puluhan yang tak disebutkan namanya itu dalam bahasa Indonesia yang patah-patah.

Si sulung yang melihat ibunya gelisah seketika menyebut bahwa dia dan keluarga kini dalam kondisi susah. Namun, setidaknya lebih baik dari kondisi di Jakarta.

"Saat ini kami memang lagi susah, tapi dibandingkan ketika masih berada di Jalan Ketapang, kawasan Jl Gajah Mada Jakarta, kondisi kami sekarang jauh lebih baik. Kami betul-betul lega lepas dari Jakarta,” katanya.

Kepada Kompas, ia sempat menuturkan pengalaman mencekam pada 13 Mei 1998, saat kerusuhan besar-besaran terjadi di Jakarta. Di sana-sini terjadi pembakaran dan terdengar pekik tangis anak-anak maupun orang tua yang ketakutan.

"Kami waktu itu hanya pasrah menunggu apa yang bakal terjadi, sambil memohon pertolongan Tuhan. Tidak bisa lagi berbuat apa-apa. Daripada ketemu perusuh di jalan saat melarikan diri dari rumah, lebih baik diam di rumah," ucapnya.

“Sudah tak bisa dagang lagi, hancurlah kami," tambah sang Ibu dengan nada memelas.

Meski begitu, si Ibu mengaku begitu lega dapat keluar dari Jakarta yang kala itu betul-betul ganas.

Namun demikian, keluarga ini mengaku belum punya tujuan di Batam. Uang yang dibawa juga pas-pasan.

Sebab, saat hendak menarik sisa uang di bank, manajemen bank membatasi penarikan uang maksimal Rp 10 juta. Alasannya, terlalu banyak orang yang menarik uang saat itu sehingga perlu dijatah.

Dengan modal Rp 10 juta, keluarga ini membeli enam tiket Jakarta-Batam Rp 1,3 juta per orang, dengan harga sebenarnya Rp 580.000.

“Di Singapura memang ada keluarga, tapi apa mereka mau menerima kami dengan uang seadanya," kata sang ibu pilu.

Saat itu, Singapura memang menjadi salah satu pengungsian yang banyak dituju oleh WNI keturunan tionghoa.

Puncak dari peristiwa ini, Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya pada 21 Mei 1998. Ini menandai akhir rezim Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun.

Situasi Ibu Kota pun mulai tenang. Etnis Tionghoa yang semula mengungsi berangsur-angsur kembali ke Jakarta.

https://nasional.kompas.com/read/2023/05/13/14033171/mei-1998-saat-jakarta-dilanda-kerusuhan-mencekam-dan-ditinggal-para

Terkini Lainnya

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Nasional
Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Nasional
Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Nasional
Korlantas Sebut Pelat Khusus “ZZ” Terhindar Ganjil-Genap Jika Dikawal

Korlantas Sebut Pelat Khusus “ZZ” Terhindar Ganjil-Genap Jika Dikawal

Nasional
Polri Bentuk 10 Satgas Pengamanan untuk World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Bentuk 10 Satgas Pengamanan untuk World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Nurul Ghufron Sengaja Absen Sidang Etik di Dewas KPK, Beralasan Sedang Gugat Aturan ke MA

Nurul Ghufron Sengaja Absen Sidang Etik di Dewas KPK, Beralasan Sedang Gugat Aturan ke MA

Nasional
Korlantas Polri Ungkap Jasa Pemalsuan Pelat Khusus “ZZ”, Tarifnya Rp 55-100 Juta

Korlantas Polri Ungkap Jasa Pemalsuan Pelat Khusus “ZZ”, Tarifnya Rp 55-100 Juta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke