JAKARTA, KOMPAS.com - Kisruh pencopotan Brigjen Endar Priantoro dari Direktur Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berlanjut. Sejumlah pihak menilai, Ketua KPK Firli Bahuri menjadi biang keladi pencopotan tersebut.
Mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan menilai bahwa pemberhentian Endar dengan hormat tidak terkait dengan masa tugasnya yang sudah habis.
Ia pun mengacu ketentuan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK. Di dalam beleid itu disebutkan bahwa masa tugas pegawai negeri yang dipekerjakan (PNYD) di KPK adalah 4 tahun.
Selanjutnya dapat diperpanjang 4 tahun dan diperpanjang kembali 2 tahun. Sementara itu, karena status pegawai KPK saat ini adalah aparatur sipil negara (ASN), maka surat tugas PNYD diperbarui setiap tahun.
“Memang surat tugas EP (Endar Priantoro) berakhir pada tanggal 31 Maret, tetapi Kapolri sudah mengeluarkan surat tugas baru pada tanggal 29 Maret,” kata Novel saat dihubungi, Rabu (5/4/2023).
“Jadi seharusnya tidak ada isu mengenai masa tugas,” kata dia.
Menurut Novel, sudah lama publik mengetahui bila Firli arogan. Hanya saja, arogansi itu kali ini ditujukan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang kebetulan "korbannya" Endar.
“Saya tidak mengikuti mengenai perseteruan di internal KPK belakangan ini, cuma dari kejadian sekarang ini membuat publik paham bahwa Firli Bahuri memang arogan,” kata Novel.
Sementara itu, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri memastikan bahwa keputusan untuk tidak melanjutkan jabatan Endar sebagai Dirlidik KPK diambil secara kolektif kolegial oleh pimpinan KPK.
Pernyataan itu sekaligus membantah anggapan sejumlah pihak yang menyebut pencopotan Endar merupakan keputusan perorangan.
“Lima pimpinan sepakat dalam rapat pimpinan dimaksud,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Rabu (5/4/2023).
Klaim aturan
Ali menambahkan, PP 63/2005 yang menjadi dasar argumentasi Novel membela Endar sudah tidak berlaku.
Sebagai gantinya, KPK menggunakan Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) RI Nomor 16 tahun 2022 Tentang Tata Cara Penetapan Penugasan Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Instansi Pemerintah dan di Luar Instansi Pemerintah, sebagai dasar pencopotan Endar.
Di dalam Pasal 10 Ayat (2) beleid tersebut disebutkan bahwa penugasan pegawai negeri sipil (PNS) di instansi pemerintah bisa diperpanjang dengan persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) instansi induk atas ‘usulan’ instansi pemerintah yang membutuhkan.
Kemudian, dasar hukum lainnya adalah Pasal 8 ayat (3) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara, Reformasi dan Birokrasi (Permenpan RB) Nomor 62 Tahun 2020 Tentang Penugasan PNS pada Instansi Pemerintah dan di Luar Instansi Pemerintah.
Ketentuan itu menyatakan, “Penugasan PNS pada Instansi Pemerintah dilaksanakan paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang dengan persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian instansi induk atas usul instansi yang membutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
Kemudian, Ali juga mengklaim pencopotan Endar merujuk pada Pasal 26 Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 4 Tahun 2017 jo Perkap 12 Tahun 2018.
Pasal itu menyatakan bahwa penugasan anggota Polri di organisasi lain berakhir mengacu pada masa jabatan/penugasan yang sudah selesai, pertimbangan pimpinan Polri, hingga pengembalian oleh organisasi pengguna.
Selain itu adalah pelanggaran disiplin, kode etik dan pidana, serta sakit yang mengakibatkan berhalangan tetap selama 3 bulan.
KPK juga mengacu pada Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Kepegawaian.
Pasal 3 ayat 2 Perkom tersebut menyatakan bahwa dalam hal diperlukan bagi penguatan tugas dan fungsi organisasi, Komisi bisa meminta dan menerima penugasan dari PNS dan anggota Polri sesuai ketentuan perundang-undangan.
“KPK berpedoman pada Perkom Nomor 1 Tahun 2022, Permenpan RB Nomor 62 tahun 2020, Peraturan BKN Nomor 16 Tahun 2022, Perkap Nomor 4 Tahun 2017 jo 12 tahun 2018,” ujar Ali.
KPK Disebut ‘Ngeles’, Endar Bukan ASN
Sementara itu, Juru Bicara IM57+ Institute, Hotman Tambunan menyebut, Peraturan BKN tidak bisa menjadi pedoman pemberhentian Endar.
Aturan itu diketahui ditujukan kepada ASN dan atau PNS. Sementara, Endar bukanlah keduanya.
“Kalau yang peraturan BKN ini enggak berlaku ini buat Endar, dia bukan ASN (aparatur sipil negara), dia bukan PNS (pegawai negeri sipil), enggak ada NIP-nya dia,” katanya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (5/4/2023).
Hotman mengatakan, sebagai polisi, Endar tidak diatur dengan Undang-Undang ASN. Sementara, Peraturan BKN Nomor 16 Tahun 2022 diperuntukkan bagi PNS yang dipekerjakan di instansi lain.
“Ini polisi, bukan PNS. Makin KPK ngeles, makin kelihatan ketidakbenarannya,” protes Hotman.
Hotman juga melihat, pemulangan Endar ke Korps Bhayangkara tidak didahului koordinasi.
Padahal, pemulangan anggota Polri yang ditugaskan di luar seharusnya didahului komunikasi dengan pimpinan.
Hal itu merujuk pada Pasal 10 Ayat (2) Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2017.
“Pengembalian dilakukan oleh KPK setelah melakukan koordinasi dengan Polri. Ini enggak ada koordinasi langsung main kembalikan dan mecat. Itu kan suka-suka,” ujar Hotman.
Hotman menilai, fenomena pemulangan Endar ini menunjukkan bahwa komunikasi dan koordinasi KPK buruk.
Selain itu, pencopotan Endar menunjukkan bahwa Ketua KPK Firli Bahuri seakan-akan bisa mengatur semua hal.
“Langsung main kembalikan dan pecat, itu kan suka-suka,” ujar Hotman.
https://nasional.kompas.com/read/2023/04/06/10413241/pencopotan-brigjen-endar-dan-upaya-kpk-menghindari-kritik