Salin Artikel

Mahfud Md dan Kekuatan Pilar Demokrasi

Mahfud Md mengungkap dengan gamblang adanya temuan transaksi mencurigakan senilai Rp 349 Triliun di Kementerian Keuangan, pada aparat penegak hukum dan pihak pengusaha swasta, menyusul temuan rekening gendut eks pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo dan keluarganya.

Tentu saja ucapan Mahfud itu membuat heboh masyarakat, bahkan sempat muncul gerakan boikot pembayaran pajak.

Pada akhirnya Komisi III DPR, seperti kesimpulan pada Rapat Dengar Pendapat hari Selasa (21/3/2023) lalu, memanggil Mahfud ke DPR.

Sempat juga muncul pernyataan anggota Komisi III Benny K Harman (Fraksi Demokrat) bahwa PPATK dan Mahfud punya motif politik yang tidak sehat untuk memojokkan sejumlah tokoh di Kementerian Keuangan.

Dalam konteks ini, tentu saja tudingan terhadap Mahfud tak bisa lepas dari jabatannya sebagai Ketua Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sementara Kepala PPATK Ivan Yustiavandana sebagai Sekretaris dan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai Anggota.

Sebagai akademisi dan politisi, Mahfud sejak dini memang menyadari kekuatan media sebagai pilar keempat, hadir sebagai penyeimbang eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Sementara media sosial sebagai pilar kelima demokrasi, hadir sebagai instrumen yang paling berpengaruh dalam kehidupan warga masyarakat.

Drama Mahfud

Drama Mahfud sebelum ini terjadi pada saat vonis majelis hakim bagi Richard Eliezer dengan hukuman 18 bulan penjara dan potong masa tahanan terkait kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Vonis ini merupakan drama yang penuh dengan suspence, salah satunya tergambar dari “syuting” yang dengan sadar dilakukan Mahfud Md di ruang kerjanya, Rabu (15/2/2023) lalu.

Kenapa saya katakan ini “syuting”, sebab Mahfud sebagai pejabat publik mengunggahnya di media sosial. Langkah itu menjadi semacam “Kantor Berita” bagi sikap Mahfud terhadap vonis Richard. Buktinya beberapa media mengambil pernyataan tersebut sebagai pemberitaan.

Mahfud sejatinya adalah seorang akademisi dan politisi, sangat sadar kekuatan media dalam membangun opini publik.

Kemudian Mahfud juga menyampaikan sikapnya terhadap vonis kepada media, terlepas dari konteks apakah etis atau tidak dalam memengaruhi peradilan terdakwa lain, sebab masih akan berlangsung dalam tingkat banding nantinya.

Seperti kita simak sebelumnya, Mahfud juga dengan sadar “menggunakan” tangan media untuk mengungkap informasi “rahasia” kepada publik ketika kasus pembunuhan Brigadir Yoshua Hutabarat, Juli 2023 lalu, bergulir dalam “tarik-menarik” kekuatan faksi dalam internal Polri.

Meskipun sebenarnya Mahfud sebagai Ketua Kompolnas dari unsur Pemerintah RI, atau sebagai Menko Polhukam, bisa menggunakan kewenangannya untuk mendorong secara fungsional agar Polri segera membenahi organisasinya.

Namun, ia lebih memilih menggunakan kekuatan media, termasuk media sosial yang kini menjadi instrumen bagi warga untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan berperan bagi kemajuan masyarakat ke arah yang lebih baik.

Ketika masalah TPPU mencuat, saya menduga Mahfud kembali menggunakan kekuatan media untuk mengungkap kasus ini, sebab penyelesaian dengan jalur konvensional malah akan menemui jalan buntu.

Dalam proses selanjutnya dapat tergambar bahwa upaya memanfaatkan kekuatan media memang efektif dan punya dampak luas.

Sepertinya Mahfud sadar akan kemampuan untuk membentuk sistem kontrol sosial yang mendorong teraturnya hubungan antarindividual, antarlembaga, munculnya sanksi sosial, dan dilindunginya kepentingan publik.

Pers sebagai lembaga tentu saja tak bisa berbuat sesuka hati, sebab ia diawasi oleh masyarakat yang terorganisir, dalam hal ini Dewan Pers.

Dalam hubungan dengan masyarakat secara alamiah ditentukan oleh asumsi dasar atau postulat yang kemudian membentuk kontrol sosial, dan upaya mencari kebenaran.

Hak masyarakat untuk tahu

Secara empiris saya melihat Mahfud sebagai sosok yang bijaksana dan punya kesanggupan untuk menganalisa dan menyimpulkan suatu urgensi ketika ia menjadi pemimpin di dalam mayarakat modern yang terorganisir.

Seperti halnya pandangan Plato tentang teori pers Otoritarian, bahwa negara hanya akan selamat apabila dipegang oleh orang-orang bijak, para hakim yang memerintah dengan otoritas moral dan menggunakan otoritas itu untuk menjaga agar elemen masyarakat paling dasar tetap pada garisnya.

Saya meyakini Mahfud sangat sadar akan “hak masyarakat untuk mengetahui”, dan itu semua jauh dari kecurigaan bahwa ada motif politik di baliknya, seperti pernah disinyalir oleh Benny K Harman dalam Rapat Dengar Pendapat Umum.

Mahfud yang didampingi Kepala PPATK Ivan Yustiavandana pada Rabu (29/3), bersikukuh dengan kewenangannya untuk mengungkap masalah TPPU ke publik, sebab tidak ada larangan.

Ternyata keterbukaan Mahfud mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat, sebab ini menyangkut partisipasi masyarakat sebagai warga negara.

Jadi tudingan bahwa Mahfud hanya bikin heboh masyarakat saya kira terlalu berlebihan. Tersirat adanya kepentingan elite DPR untuk tidak mau terbuka terhadap partisipasi masyarakat, meskipun mereka beralasan dengan dalih penghormatan kepada sesama lembaga negara untuk jangan saling membuka borok.

Ini malah menyiratkan bahwa elite seperti DPR tidak menjalankan fungsi dan kontrol pengawasannya secara optimal terhadap pemerintah selama ini.

Begitu pula aparat penegak hukum yang terkesan cenderung “tebang pilih” dan sengaja “membiarkan” pengusutan pidana asal karena kelemahan bukti.

Tentu saja harus ada formulasi baru yang bisa menggerakan kesadaran masyarakat akan adanya suatu bahaya atau ancaman terhadap kepentingan negara yang lebih esensial.

Di situlah Mahfud berperan, memanfaatkan keadaan darurat di mana tindakan korupsi sudah merasuki lembaga negara dan pemimpin pada lembaga tersebut.

Harus ada upaya ekstra untuk mengatasinya, sebab upaya konvensional dengan melaporkan kepada pihak-pihak yang berwenang ternyata tidak membuahkan hasil secara optimal, atau terkendala bukti hukum sebagai informasi intelijen keuangan versi PPATK.

Sebenarnya ini juga menjadi tanggung jawab pers untuk mengadakan suatu tinjauan atau investigasi secara lebih luas supaya adanya dugaan TPPU menjadi lebih jelas duduk perkaranya.

Dalam satu program talk show (Indonesia Lawyers Club) di YouTube, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra boleh saja memaparkan bahwa ada risiko terhadap penolakan investasi asing bila heboh ini memengaruhi penyikapan mereka, yaitu para investor asing terhadap penanaman modal di Indonesia.

Memang, drama heboh di publik juga dapat dimanfaatkan media asing untuk kampanye dengan agenda seting pemberitaan bahwa masalah hukum di Indonesia begitu rawan seandainya berinvestasi di negara ini.

Namun yang jelas, solusi terbaik adalah persoalan dasar harus kita selesaikan, yaitu pidana asal dari pencucian uang.

Tanpa penyelesaian yang elegan atas persoalan dasar seperti korupsi, kartel narkoba, atau penggelapan pajak dan cukai, salah satunya dengan usulan RUU Perampasan Aset Koruptor, upaya public relations apa pun bahwa negara kita surga bagi investor, tetaplah mengecewakan publik maupun investor asing.

Tidak ada pilihan lain inilah momentum terbaik untuk melindungi negara dari panggarongan uang negara yang kian merajalela di berbagai lembaga dan kementerian, atau penggelapan pajak dan cukai yang mestinya dapat diberantas sejak dini dengan menyelesaikan tindak pidana asal menurut UU TPPU.

Soal perbedaan cara mengungkapkan fakta dan data antara Mahfud dengan Sri Mulyani, tentu saja masih terbuka dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum berikutnya yang akan menghadirkan Mahfud Md, Sri Mulyani, dan Ivan Yustiavandana.

Di sini publik masih menanti apa yang menjadi kebenaran di antara ketiganya.

https://nasional.kompas.com/read/2023/04/03/10492561/mahfud-md-dan-kekuatan-pilar-demokrasi

Terkini Lainnya

Shalat Jumat di Masjid Baiturrahman Aceh, Anies Diteriaki 'Presiden 2029'

Shalat Jumat di Masjid Baiturrahman Aceh, Anies Diteriaki "Presiden 2029"

Nasional
Polri Siapkan Posko Pemantauan dan Pengamanan Jalur untuk World Water Forum di Bali

Polri Siapkan Posko Pemantauan dan Pengamanan Jalur untuk World Water Forum di Bali

Nasional
Menkumham Bahas Masalah Kesehatan Napi dengan Presiden WAML

Menkumham Bahas Masalah Kesehatan Napi dengan Presiden WAML

Nasional
Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

Nasional
AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

Nasional
Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

Nasional
Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Nasional
Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Nasional
Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Nasional
Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Nasional
Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah ke PSI, Berdampak ke Perolehan Kursi DPRD

Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah ke PSI, Berdampak ke Perolehan Kursi DPRD

Nasional
Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke