Sejauh ini, DKPP telah dua kali menggelar sidang untuk perkara dugaan kecurangan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.
“Buat apa kita memelihara atau membiarkan kalau ada penyelenggara yang melakukan kecurangan,” kata perwakilan koalisi dari NETGRIT, Hadar Nafis Gumay, kepada wartawan, Selasa (28/2/2023).
Eks komisioner KPU RI itu menegaskan bahwa tahapan Pemilu 2024 masih panjang, meskipun pemungutan suara berjarak tidak sampai satu tahun lagi.
Oleh karena itu, menurutnya, penyelenggara pemilu harus merupakan orang yang jujur dan berintegritas.
Hadar berharap, DKPP tidak menjatuhkan sanksi yang ringan hanya karena tahapan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024 sudah berlalu, seandainya anggota KPU itu memang terbukti terlibat dalam kecurangan.
“Ini sangat serius. Mana bisa penyelenggara membalik mengubah begitu saja. Penyelenggara harus bergerak atau bekerja sesuai peraturan yang berlaku. Jadi, kalau ada yang tidak memenuhi syarat, (harus jujur dinyatakan) TMS (tidak memenuhi syarat). Kalau ada yang memenuhi syarat, MS (memenuhi syarat),” ujar Hadar.
"Tidak boleh mengubah apa yang ada di lapangan," katanya melanjutkan.
Perkara ini sebelumnya diadukan anggota KPU Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara, Jeck Stephen Seba, pada 21 Desember 2022, lewat kuasa hukumnya: Alghiffari Aqsa, Fadli Ramadhanil, Ibnu Syamsu Hidayat, Imanuel Gulo, Airlangga Julio, Yokie Rahmad Isjchwansyah, Hilma Gita, dan Ikhsan L. Wibisono.
Para kuasa hukum ini berafiliasi dengan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih.
Sembilan teradu adalah jajaran penyelenggara pemilu di KPU Sulawesi Utara dan Kabupaten Sangihe diduga mengubah status TMS menjadi MS dari Partai Gelora, Partai Garuda, PKN, dan Partai Buruh dalam proses verifikasi administrasi, verifikasi administrasi perbaikan, verifikasi faktual, dan verifikasi faktual perbaikan.
Perubahan ini diduga melibatkan rekayasa data berita acara dalam Sipol (Sistem Informasi Partai Politik) dalam kurun waktu 7 November sampai dengan 10 Desember 2022.
Sembilan teradu ini terbagi atas beberapa kategori.
Kategori kedua, dari kesekjenan KPU Sulawesi Utara, yaitu Lucky Firnando Majanto selaku sekretaris dan Carles Y. Worotitjan sebagai kepala bagian teknis penyelenggaraan pemilu, partisipasi, humas, hukum, dan SDM.
Kategori ketiga, jajaran komisioner KPU Kabupaten Sangihe, yaitu Elysee Philby Sinadia selaku ketua, serta Tomy Mamuaya dan Iklam Patonaung sebagai anggota.
Kategori keempat, dari kesekjenan KPU Kabupaten Sangihe, yakni Jelly Kantu selaku kepala subbagian teknis dan hubungan partisipasi masyarakat.
Sementara itu, Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik turut diadukan dalam perkara yang sama meski dianggap tidak terlibat langsung dalam dugaan kecurangan verifikasi partai politik.
Ia diadukan karena dianggap menyampaikan ancaman di hadapan seluruh peserta Konsolidasi Nasional KPU se-Indonesia yang digelar di Convention Hall Beach City Entertaiment Center (BCEC), Ancol, Jakarta Utara.
Ancaman tersebut terkait perintah agar jajaran KPUD tegak lurus arahan dan bagi yang melanggar akan "dimasukkan ke rumah sakit".
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih beranggotakan sejumlah LSM seperti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Indonesia Corruption Watch, Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT), serta Pusat Studi Hukum dan Kebijakan.
Selain itu, ada juga Constitutional and Administrative Law Society, Forum Komunikasi dan Informasi Organisasi Non Pemerintah, Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Themis Indonesia, dan AMAR Law Firm.
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/01/05310031/koalisi-sipil-minta-anggota-kpu-yang-terbukti-curang-diberhentikan