Salin Artikel

KPK Sayangkan Prajurit TNI AU 6 Kali Tak Penuhi Panggilan Sidang: Hakim Sampai Jengkel

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyatakan, sangat menyayangkan sikap enam prajurit dan purnawirawan TNI Angkatan Udara (AU) yang tidak memenuhi panggilan pengadilan.

Sebagai informasi, jaksa KPK, atas perintah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat sudah enam kali memanggil empat prajurit dan dua purnawirawan TNI AU untuk memberikan keterangan dalam kasus dugaan korupsi pembelian helikopter Agusta Westland (AW)-101 di TNI AU tahun 2015-2017.

Perkara ini menyeret Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh sebagai terdakwa tunggal.

“Kami sangat menyayangkan ketidakhadiran prajurit TNI, baik yang sudah tidak aktif maupun yang aktif. Ketika dipanggil pengadilan tidak hadir, padahal sudah ada penetapan dari hakim,” kata Alex dalam konferensi pers akhir tahun di KPK, Selasa (27/12/2022).

Ia menegaskan bahwa menjadi seorang saksi merupakan kewajiban setiap warga negara, tanpa terkecuali. 

Sebagai contoh, mantan Wakil Presiden Boediono yang pernah dipanggil menjadi saksi pada salah satu persidangan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Saat itu, Boediono hadir memenuhi panggilan jaksa dan menjadi teladan bagi setiap warga negara yang baik.

Alex menilai, sikap prajurit aktif dan purnawirawan TNI AU yang tidak memenuhi panggilan sidang itu merupakan contoh yang tidak baik. Menurut dia, mereka seolah menganggap lembaga peradilan tidak ada.

“Orang dengan mudahnya berkelit entah itu karena penugasan atau karena sakit,” kata Alex.

Ia menambahkan, Pengadilan Tipikor Jakarta telah meminta agar jaksa KPK dapat menghadirkan saksi dengan berbagai cara, namun tak berhasil.

Hal itu, sebut mantan hakim itu, sampai membuat Ketua Majelis Hakim Tipikor, Djuyamto jengkel dan menyebut saksi tenggelam di tanah.

“Terakhir, Senin, ketika dipanggil untuk kesekian kalinya, hakim sempat jengkel dan menyebutkan 'Apakah tenggelam di tanah?' mungkin karena jengkelnya,” ujarnya.

Alex menambahkan bahwa setiap saksi wajib memenuhi panggilan persidangan, apapun pangkatnya. Ketika mereka tak memenuhi panggilan, maka mereka kehilangan haknya untuk menyampaikan pembelaan.

“Enggak ada gunanya baik lewat pengacara atau yang bersangkutan sendiri membela atau berbicara di luar. itu enggak punya nilai pembuktian,” tutur Alex.

Sebelumnya, jaksa KPK telah enam kali memanggil enam prajurit dan purnawirawan TNI AU untuk menjadi saksi dalam sidang. Selain itu, KPK juga telah memanggil Staf Bagian Keuangan PT Diratama Jaya Mandiri, Angga Munggaran.

Angga Munggaran sendiri diketahui telah menghilang. Hingga kini, KPK belum dapat mengetahui keberadaannya.

Sementara untuk prajurit dan purnawirawan TNI AU yang tidak hadir, dua di antaranya yakni Kepala Pemegang Kas (Pekas) Mabes TNI AU periode 2015-Februari 2017 Wisnu Wicaksono dan Kaur Yar Kepala Pemegang Kas (Pekas) Mabes TNI AU, Joko Sulistiyanto.

Mereka tak memenuhi panggilan karena alasan sedang bertugas.

Adapun Sekretaris Dinas Pengadaan Angkatan Udara (Sesdisadaau) Fransiskus Teguh Santosa dan mantan Kepala Dinas Pengadaan AU (Kadisadaau) Heribertus Hendi Haryoko, absen karena alasan sakit. Untuk kesekian kalinya keduanya tak memenuhi panggilan dengan alasan yang sama.

Sementara untuk dua purnawirawan, yakni eks Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna dan bawahannya, Marsda (Purn) Supriyanto Basuki, hakim tak lagi bertanya.

Untuk saksi Fransiskus, Heribertus, dan Angga Munggaran, jaksa kemudian meminta izin agar dapat membacakan BAP di hadapan sidang.

Berdasarkan catatan Kompas.com, pengadilan telah memanggil Agus, Heribertus, Fransiskus, Wisnu, dan Joko pada 21 November, 28 November, 5 Desember, 12 Desember, dan 19 Desember.

Dihubungi Kompas.com pada 19 Desember lalu, Agus mengaku belum menerima surat panggilan dari Jaksa KPK.

“Astaghfirullah, kok masih saja ya, kan sudah beberapa kali saya sampaikan boro-boro terima surat? Yang ngomong saja kagak ada,” kata Agus, Senin (19/12/2022) lalu.

Nama Agus terseret dalam kasus ini karena pengadaan helikopter AW-101 tersebut dilakukan pada saat ia menjabat sebagai KSAU.

Dalam dakwaannya, jaksa menduga korupsi pengadaan AW-101 itu dilakukan secara bersama-sama dengan sejumlah pihak, baik sipil maupun anggota TNI AU.

Irfan juga didakwa membuat negara mengalami kerugian sebesar Rp 738,9 miliar.

Ia juga disebut memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi. Dakwaan Jaksa KPK itu  dibantah Agus dan pengacaranya.

Mereka menilai dakwaan itu asal-asalan. Pengacara juga menyebut Agus bahkan tidak menyentuh uang tersebut sama sekali.

https://nasional.kompas.com/read/2022/12/28/12074111/kpk-sayangkan-prajurit-tni-au-6-kali-tak-penuhi-panggilan-sidang-hakim

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke